Enam: Bukan Kencan

97 5 0
                                    

Suatu Hari di Bulan April, 2020

"Ah." Olin memegang kepalanya yang terasa pening. Ia mengedarkan matanya menatap sekeliling. Kosong, tidak ada siapapun di ruangan bernuansa biru ini selain dirinya. Selain itu ada selang oksigen yang terpasang di hidungnya. "Aku kenapa? Dan ... Di mana ini?"

Olin memutar kembali memorinya sebelum ia terbangun di tempat asing ini. Seingatnya, tadi ia sedang duduk bersama David di cafetaria seusai menonton film di bioskop. Tapi akhirnya David pulang lebih dulu setelah mendapat telepon penting dari papanya. David menawarkan diri untuk mengantar Olin pulang, tapi gadis itu menolak karena masih ingin berada di sana lebih lama. Lalu apa setelahnya? Olin tidak ingat apa yang ia lakukan setelah kepergian David. Apa aku pingsan lagi? -batin Olin.

Klek!

Seorang wanita paruh baya muncul dari balik pintu bercat putih di hadapan Olin dengan membawa baki, di atasnya terdapat mangkuk putih dan gelas berisi teh hangat. Ia meletakkan baki itu di atas nakas seraya tersenyum teduh.

"Sudah bangun?" tanya wanita itu ramah.

Olin mengangguk kikuk. "Saya ada di mana tante?"

"Kau ada dirumahku, sayang." Suara lembut wanita itu mengingatkan Olin pada mamanya yang telah tiada. "Kau tadi pingsan di depan toko roti, dan anak tante membawamu kemari," jelas wanita itu sebelum Olin bertanya.

Ah, Olin baru ingat. Setelah menghabiskan beberapa waktu di cafetaria ia memutuskan untuk berjalan-jalan sambil menikmati pemandangan kota, dan berakhir pingsan.

"Maaf karena sudah merepotkan tante dan anak tante," sesal Olin. "Lalu ini -"

Melihat arah pandang Olin, wanita itu tersenyum simpul. "Tadi kau sesak napas, apa sekarang sudah lebih baik?"

Olin menjawabnya dengan anggukan.

Wanita paruh baya itu kembali tersenyum lantas mengambil baki dari atas nakas, kemudian duduk di depan Olin. "Makan ya? Tante sudah buatkan bubur untukmu."

Wanita itu mengaduk-aduk bubur di dalam mangkuk agar tidak terlalu panas, lalu menyendoknya untuk kemudian ia arahkan ke depan mulut Olin, memberikan isyarat kepada Olin untuk membuka mulutnya. Olin menatap wanita di depannya canggung, tapi tak urung ia membuka mulutnya.

"Siapa namamu, sayang?" tanya wanita itu memecah keheningan.

"Carrolline tante," jawabnya setelah meneguk bubur dari dalam mulutnya.

"Nama yang cantik, seperti wajahnya."

Olin tersipu. "Tante juga cantik," puji Olin.

Klekk...

Pintu kamar kembali terbuka. Seorang lelaki berdiri di depan sana dengan kedua tangannya yang terlipat di depan dada. Olin yang sedang mengobrol dengan wanita di depannya, mengalihkan perhatiannya pada lelaki itu. Lelaki itu melambaikan tangannya pada Olin kemudian berjalan mendekat.

"Sudah bangun?" tanyanya.

Olin mengangguk.

"Biar Ilham yang menyuapinya, ma. Ada tamu di depan," ujar Ilham pada mamanya.

Carrolline, I Love You! [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang