Tujuh: Alasan Hibernasi

82 7 0
                                    

Akhir Februari, 2020

Aben berjalan lunglai menuju kursi tempat ia duduk. Wajah dan baju seragamnya basah oleh peluh. Olin yang melihat hal itu langsung mengambil beberapa lembar tisu dari dalam tas ranselnya dan memberikannya pada Aben saat lelaki itu sudah duduk dibangkunya.

"Sepertinya besok-besok aku harus menyediakan handuk kecil untukmu, atau baju ganti sekalian?" sewot Olin.

Aben menatap Olin sekilas, kemudian melanjutkan aktivitasnya mengelap peluh. "Ide bagus."

"Hah?!" Respon Aben yang membuat Olin semakin kesal.

"Kenapa? Kau keberatan?"

"Tentu! Kau pikir aku budakmu?!"

"Ingat, aku tak minta. Kau yang menawarkan. Tidak salah bukan jika aku mengiyakan?"

"Ya, kuharap besok kau datang lebih siang dari hari ini," sarkas Olin. Pasalnya, tiga hari terakhir ini Aben selalu datang kesiangan, dan bolos pada 2 jam pelajaran terakhir.

Aben mengedikkan bahunya acuh, ia sama sekali tidak peduli dengan kekesalan gadis di sebelahnya. Lelaki itu malah mengobrol dengan Bayu. Akhir-akhir ini kedua lelaki itu memang cukup dekat, sampai Olin merasa dirinya seperti nyamuk jika berada di antara mereka. Melihat hal itu, kekesalan Olin bertambah. Ingin rasanya Olin melempar Aben ke lubang hitam yang ada di luar angkasa sana. Tapi sayangnya Olin tidak punya tenaga super untuk melakukan hal itu. Alhasil, ia menjitak kepala Aben dengan keras kemudian keluar kelas.

Aben meringis kesakitan sambil memegangi kepalanya. Ia menatap punggung Olin yang semakin menjauh dan menghilang di balik pintu. Mau ke mana gadis itu? Bukankah jam pelajaran pertama akan segera dimulai?

"Kalian sudah seperti sepasang kekasih yang sedang bertengkar saja," komentar Bayu.

Aben mendelik. "Jangan asal bicara begitu, Bay. Jika kekasihnya dengar, bisa salah paham nanti."

"Aku mengatakannya karena sepertinya kalian dekat, itu saja."

Sebenarnya Bayu merasa sedikit aneh dengan interaksi Aben dan Olin. Pasalnya, ia masih ingat dengan jelas pada masa awal kepindahannya, Aben begitu menolak kehadiran Olin di sampingnya meskipun tidak bisa karena mereka duduk sebangku. Tapi yang jelas Bayu tahu kalau Aben tak nyaman berada di dekat gadis itu. Jangankan mengobrol seperti tadi, merespon sapaan Olin pun ia enggan.

Tapi semenjak Bayu mengenalkan Aben pada David, Bayu merasa kalau lelaki itu sedikit berubah. Ya, meskipun tidak ramah, tapi Aben mulai memberikan respon jika Olin mengajaknya berbicara. Sebenarnya apa yang terjadi?

"Mau kuceritakan satu rahasia?" Suara Aben menyadarkan Bayu dari lamunannya.

Bayu mengangguk antusias. "Jika kau tidak keberatan?"

Aben menarik napas panjang sebelum akhirnya ia berujar, "Sebenarnya-"

Tok! Tok!

"Selamat pagi, ananda! Silahkan kembali ke tempat duduk masing-masing," sapaan Bu Ajeng menginterupsi percakapan antara Aben dan Bayu. "Rapikan barisan tempat duduk kalian. Setelah itu ketua kelas silahkan pimpin do'a."

"Ah, tepat sekali ya timing-nya! Baru juga dengar satu kata!" sungut Bayu kesal.

"Sepertinya semesta tidak mengizinkan kau untuk mendengar ceritaku," bisik Aben sambil terkikik geli.

Carrolline, I Love You! [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang