Lima: Antara Kita

123 4 0
                                    

April, 2020

"Kenalkan kak, ini Vanya. Sahabatku," kata Olin dengan senyum ceria. "Dan ini Kak Ilham--"

Zakky tidak dapat mendengar lagi apa yang dikatakan Olin setelahnya. Yang ia dengar hanya suara detak jantungnya yang berdentum keras. Lelaki itu mematung di tempatnya. Gelenyar aneh itu kembali lagi. Entah ini takdir atau hanya kebetulan belaka, tapi Zakky merasa bersyukur untuk itu. Apakah ia salah?

"Kak," panggil Olin sambil menepuk-nepuk bahu Zakky.

Zakky terkesiap. Lantas ia menyapa Ilham dan Vanya, sekaligus memperkenalkan dirinya. Setelah di rasa cukup bertukar sapa, Ilham menawarkan diri untuk memesan makanan untuk mereka. Lalu Olin pamit untuk ke kamar kecil. Sedangkan Zakky dan Vanya menunggu pesanan mereka di salah satu pondok lesehan di sana.

Canggung. Rasanya Vanya ingin pergi dari tempat ini sesegera mungkin. Apalagi saat ia menyadari kalau sejak tadi tatapan Zakky terus tertuju padanya. Hal itu membuat Vanya merasa risih. Gadis itu tidak pernah menyangka akan bertemu dengan Zakky lagi dengan cara seperti ini.

"Berhentilah menatapku," tegur Vanya.

Zakky mengalihkan tatapannya dari Vanya. "Hanya sekedar menatap saja, sudah tidak boleh ternyata."

"Kau adalah kekasih sahabatku. Jadi bersikaplah sebagaimana mestinya."

"Kau ingin aku bersikap seolah kita tidak saling mengenal?"

"Bukankah itu lebih baik?"

Saat Zakky hendak menjawab, Ilham datang bersama seorang pelayan yang membawa makanan untuk mereka.

"Terima kasih," ucap Ilham dengan senyum tipis.

Pelayan tersebut tersenyum singkat, lantas berlalu dari hadapan mereka.

"Ke mana Olin?" tanya Ilham setelah menyeruput es jeruk pesanannya.

"Ke kamar kecil, harusnya ia kembali sebentar lagi."

Ilham mengangguk paham, kemudian ia duduk di samping Vanya. Mereka mengobrol untuk memecah keheningan sambil menunggu kedatangan Olin. Namun 10 menit sudah berlalu, Olin belum juga menampakkan dirinya.

Ilham menyenggol lengan Vanya sambil berbisik, "Apa perempuan memang selalu lama saat ke kamar kecil?"

"Harusnya tidak sampai selama ini. Aku akan menyusulnya."

Saat Vanya hendak beranjak, Ilham menahannya. "Aku saja."

Vanya mengernyitkan dahinya, namun tak urung gadis itu mengangguk. Sepeninggal Ilham, Vanya menatap Zakky yang tengah sibuk dengan ponselnya. Gadis itu merasa aneh, mengapa Ilham begitu memperhatikan Olin sedang Zakky terlihat tidak terganggu dengan kepergian gadisnya yang terlalu lama.

"Jangan menatapku begitu. Kalau kau jatuh hati padaku, nanti aku bingung harus bagaimana," ucap Zakky dengan PD-nya.

"Dih, amit-amit," balas Vanya yang langsung menampilkan ekspresi jijik.

Zakky tergelak. "Aku bercanda."

Vanya tidak menggubris perkataan Zakky. Gadis itu menatap ke arah kepergian Ilham tadi. Makanan yang mereka pesan sudah mulai dingin, tapi baik Olin ataupun Ilham belum juga kembali. Hatinya risau, ia khawatir terjadi sesuatu dengan Olin. Ingin menyusul, tapi nanti Zakky curiga. Serba salah rasanya.

"Vay."

Deg.

Panggilan itu, sudah lama aku tidak mendengarnya. -batin Vanya. Gadis itu menatap Zakky bingung. "Eh, iya?"

Carrolline, I Love You! [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang