Minggu, 11.15.
Viny menengadahkan kepalanya dan menatap langit-langit ruang latihan nya. Dengan memejamkan matanya saja, mampu membuat sedikit hatinya tenang
Mengapa?
Rasa itu seolah datang lagi. Perasaan takutnya akan kehilangan Nadse kini hadir kembali, ia terus memejamkan matanya. Tak ingin membuka kedua matanya yang sudah tertutup cukup rapat, karena ia tak ingin merasakan perasaan ini lebih jauh lagi.
"CAPT!" Teriak salah satu member dari arah yang bersebrangan itu memanggil Viny. Dengan cepat, Viny menoleh dan mencari sumber suara. Ia pun mulai angkat bicara, "Apaan, Lid." Ucap Viny lebih santai dari sebelumnya
Lidya beranjak bangun, ia melangkahkan kakinya dan menjumpai Viny yang berada di sebrang sana. Lidya tahu, apa yang sekarang ini tengah Viny fikirkan. Dengan perasaan kesalnya, Lidya menarik lengan Viny agar berdiri dihadapanya,
"Apasih?!"
Lidya mendengus sebal dan menarik telinga Viny, "Aw! Sakit bencong!" Viny memegangi telinga nya yang terlihat memerah karena Lidya, ia mendengus sebal melihat perlakuan Lidya padanya akhir-akhir ini.
Tak salah, jika Lidya memperlakukan Viny seperti ini. Gadis berambut pendek itu sering kali jatuh dalam sebuah lamunan, dan jatuhnya pun cukup dalam. Berkali-kali Lidya memarahinya agar ia tak memikirkan Nadse seperti itu. Sangat berlebihan.
"Sakitkan?! Mangkanya, bilangin kuping lo itu kalau gue lagi ngomong jangan cuma di denger, tapi juga di resapi." ucap Lidya dengan suara cukup lantang,
"Lah gimana di resapinya?"
"Ck- Capt sini kenapa lemot amat sih." Kesal Lidya diliputi dengan tatapan tajam nya.
Tatapan tajam yang Lidya berikan pada Viny, mampu membuat Viny menundukkan kepalanya. Walau Viny adalah Capten di Team nya, walau Viny adalah gadis yang cukup disegani oleh member lain, ia akan merasa takut jika mendapatkan tatapan tajam dari Lidya. Mengeluarkan sepatah atau dua patah kata pun, Viny tak berani melakukan itu. Baginya, lebih baik diam dan mendengarkan setiap kata yang Lidya ucapkan, dari pada ia harus membalas dengan kata-kata juga.
"Vin," panggil Lidya nyaris berbisik. Ia mendongakkan kepalanya dan menatap kedua mata Lidya, "Nadse tuh, Gue kasian liat lo terus-terusan kayak gini." Ucap Lidya yang langsung menjatuhkan tatapan nya pada Nadse
"Terus?"
"Dengerin gue, kalau lo ga ngelakuin apapun bahkan satu hal pun ga bisa lo lakuin, gue yakin.. Nadse akan lebih enak dan ngelupain semua hubungan nya dengan lo," Lidya memberi jeda pada kalimatnya, dan beralih menatap lekat-lekat kedua mata Viny, "Capek Vin. Kasian hati lo. Emang dipermainin kayak gitu ga Sakit?" Ucap Lidya yang seolah itu adalah sebuah pertanyaan
"Lo ga usah ngomong kayak gitu!" Bantah Viny, ia langsung mendapatkan banyak mata dari dalam sana, "Jangan ngomong se-enak nya gitu, Lid."
Gadis yang berada dihadapan nya kini tengah tertawa hambar, ekspresinya mampu membuat Viny kesal. Sarat mata yang banyak memancarkan keseriusan nya disana, dapat Viny lihat dengan jelas. Kedua tangan Lidya terangkat dan ia menjatuhkan nya tepat di bahu Viny,
"Jangan egois, Vin. Lo terlalu sering mengikuti fikiran lo tanpa peduli sama hati lo yang tersayat sedikit demi sedikit itu." Jelas Lidya. Kata-kata penuh penekanan itu mampu membuat Viny bungkam dan menatap kosong kedepan sana. Sebelum benar-benar meninggalkan Viny, gadis itu tersenyum dan menepuk bahu Viny dengan penuh perasaan dan keyakinan nya.
Setelah Lidya pergi meninggalkan Viny, gadis itu kembali terduduk. Kedua kakinya mendadak melemas, tak kuat untuk bertumpu pada lantai. Mengingat perkataan Lidya yang dipenuhi penekanan, Viny kembali memejamkan matanya.
