07. Sebuah Janji

1.5K 174 11
                                    

Hari ini Viny terlihat sangat kebingungan, bagaimana tidak? Flashdisk miliknya itu sekarang sudah tak ada di dalam tas nya. Sedangkan hari ini ia harus memberikan nya kepada dosen nya,

Namun sepertinya Tuhan tengah menguji kesabaran nya.

Ia terus membuka laci laci dikamarnya, berharap ada flashdisk miliknya di dalam sana. Seketika langkahnya terhenti ketika ia mengingat sesuatu,

"Apa jangan jangan jatuh kali ya dikamar Shani?" Viny diam sejenak. Ia teringat, bahwa kemarin ia menyimpan Flashdisk nya itu di dalam saku jaket milik Shani,

Sebenarnya sedikit aneh jika saku jaketnya cukup dalam lalu jatuh dengan begitu saja,

Memang kemarin ia sempat membantu Shani membersihkan kamarnya karena ulahnya semalaman, apa mungkin karna hal itu?

Tak berniat untuk memperpanjang pikiran nya, Viny langsung mengambil jaket nya dan juga jaket milik Shani. Tak lupa mengambil kunci mobil yang berada diatas meja, dirinya langsung bergegas pergi menuju rumah Shani.

Sekarang ini Viny tengah mengendarai mobil dengan kecepatan yang tidak seperti biasanya. Ia sangat berharap bahwa Shani ada dirumah nya dan melihat flashdisk miliknya,

Baru saja kemarin dirinya merasakan rasa senang yang teramat sangat,

Sekarang malah hilang hanya karena dirinya memikirkan flashdisknya yang menghilang ntah kemana.

Setelah sekitar 45 menit berkendara, akhirnya Viny tiba dirumah Shani. Ia menatap keluar jendela, rumahnya nampak sepi. Tapi ia masih optimis bahwa Shani pasti ada di dalam,

Langkahnya terbuka. Ia mengetuk pintu secara beberapa kali dan..

"Eh Viny,"

Viny tersenyum. Ia mengulurkan tangannya untuk menggapai tangan kanan wanita yang berada di hadapan nya, lalu beralih mencium punggung tangan wanita itu, "Iya Mah. Maaf, pagi pagi udah datang kesini," seru Viny dengan sopan.

Sedangkan wanita yang berada dihadapan Viny hanya tersenyum. Wanita yang tak lain dan tak bukan adalah Mama dari Shani, "Gapapa, yuk masuk."

"Iya Mah, Makasih."

Sebenarnya Viny sudah sering main ke rumah Shani. Hingga sampai sekarang ia merasa sangat cukup dekat dengan Mama dan Papa dari Shani,

Sedangkan Mama dan Papa nya Shani sangat menyukai Viny. Ia merasa Viny adalah anak baik. Mereka dapat melihat bahwa sebenarnya Viny menyimpan rasa pada Shani, tetapi mereka hanya diam saja hingga menunggu waktunya Jika sudah tiba,

"Gimana semalam Vin? Lancarkan?" Tanya Mama Shani seraya duduk di samping Viny. Sedangkan gadis yang ditanya nya hanya menggaruk leher nya yang tak gatal,

Ya, Viny merasa salah tingkah di tanya seperti itu oleh orang tua Shani.

"Pasti lancar kan?" Goda Mama Shani masih dengan senyum yang mengembang,

Viny mengangguk pelan, "Lancar Mah. Oiya, Makasih ya udah mau bantuin Viny. Salam untuk Papa juga ya Mah," Mama Shani mengangguk diiringi dengan senyumnya yang masih mengembang kemudian mengusap lembut rambut Viny, "Udah jadi kan?"

Viny mengangguk. Pipinya kini memerah. Ia tersenyum malu dihadapan Mama Shani,

"Mama percaya sama kamu. Nih ya Vin, Shani itu tipe perempuan yang ambekan. Udah gitu di baikin nya susah lagi. Mama cuma mau bilang, kamu jangan sering sering bikin Shani ngambek,"

Viny tertawa mendengar penjelasan Mama Shani, kemudian ia angkat bicara sambil menatap Mama Shani, "Masa sih Mah? Shani kayak gitu? Tapi kok kalau lagi latihan atau apa, beda ya sama yang dijelasin Mama tadi(?)" Mama Shani tertawa, ia menggelengkan kepalanya dan tersenyum, "Nanti juga kamu tau, Vin."

Berikan aku Waktu [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang