9. (Un)controlled

149 26 71
                                    

~~~~~

Jadi, walaupun ada ratusan bola-bola cahaya kecil melayang dengan anggun di bawah atap, deretan makanan dan minuman yang berputar mengelilingi air mancur cokelat panas raksasa di tengah-tengah ruangan, dan musik lembut yang mengundang beberapa tamu mulai berdansa bahagia, aku tidak bisa menikmati semuanya. Mungkin karena bola-bola lampu itu berbentuk apel dan menyala dengan warna merah, sehingga membuatku kembali terasa seperti di kebun apel Ayah.  

"Clare?" panggil sebuah suara di belakang kami, yang sontak membuat kami menoleh pada sumber suara itu.

Pria itu tersenyum lebar. "Tidak kusangka, kita benar-benar berjodoh."

Tidak mungkin.

~~~~~

"Tutup matamu. Rasakan energi yang mengalir di seluruh tubuhmu. Rasakan kekuatannya."

Aku memejamkan mataku, duduk bersila di halaman belakang istana. Ini sudah hari kedua sesi latihanku bersama Astro sejak pesta kemarin, dan aku bahkan belum bisa merasakan apa-apa.

Karena aku tidak mengatakan apa pun, tampaknya Astro mengira kalau akhirnya aku bisa merasakan energi itu, karena ia melanjutkan, "Sekarang temukan titik pusat energi itu. Rasakan tempat ledakan-ledakan kecil itu berasal, lebih hangat dari yang lain."

Masalahnya, saat ini aku tidak merasakan ledakan-ledakan apa pun. Selain kepalaku yang masih meledak akibat pertemuan dengan makhluk tak terduga kemarin.

Aku masih ingat dengan jelas bagaimana Jonathan tersenyum lebar padaku seolah aku adalah anak hilang yang ia cari-cari, sementara aku membalasnya dengan pelototan lebar—bahkan aku tidak seterkejut ini ketika mengetahui kalau aku punya kekuatan.

Ia memakai kemeja abu-abu gelap dengan jubah beludru hitam panjang, rambut coklat lurusnya tampak sedikit lebih memanjang sejak terakhir kali kuingat. Kedua mata coklatnya menatapku, masih dengan cara yang sama seperti dulu.

"Kau—apa yang—kau?" Aku tergagap. "Bagaimana kau bisa di sini?" tanyaku dengan nada yang lebih seperti tuntutan tidak bersahabat. Tidak mungkin Jonathan mengikutiku sampai ke sini.

"Alasan yang sama sepertimu," jawab Jonathan riang. "Aku tuan rumah pesta ini."

"Jadi kau putra Raja Light?" tanya Lily.

"Kalian saling mengenal?" tanya Wyne.

"Yeah, aku putra Raja Light, dan yeah, kami saling mengenal." Jonathan masih menatapku sambil tersenyum, seolah mengharapkanku mengatakan sesuatu.

Aku hanya bisa mengatakan, "Tidak mungkin."

Di antara semua orang di Bumi yang kukenal, kenapa Jonathan?

Tiba-tiba Wyne berseru riang, "Woah!" Lalu ia mendekat padaku sambil berbisik, "Sekarang aku tahu siapa manusia--setidaknya kau pikir dia manusia--yang kau cintai. Kalian memang berjodoh, Alectra."

Aku menggeleng keras. "Tidak, kau salah paham—"

"Pergilah berdansa." Wyne mendorongku yang masih syok ke arah Jonathan sambil tersenyum penuh arti. Untuk ukuran gadis seukuran dia, kekuatannya cukup besar, jika menyangkut soal percintaan.

Sebelum aku sempat memprotes, Jonathan sudah terlanjur menarikku ke tengah lantai dansa dan sontak seluruh bola cahaya berbentuk apel yang melayang di udara langsung menyorot dan berputar di atas kepala kami, disertai iringan musik yang melembut. Puluhan tamu yang sedang asik menari menghentikan aktivitasnya, kemudian memberi ruang yang cukup luas untukku dan Jonathan sementara pria itu mulai meletakkan sebelah tangannya di bahuku. Kami praktis menjadi pusat perhatian.

The Sign (Discontinued)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang