~~~~~
Senyumku memudar ketika mendengar ucapan Papa. Perpustakaan atau pesta, aku tidak tahu mana yang lebih buruk.
~~~~~
Dunia ini dibagi menjadi empat. Pertama, Godios, yang bisa dibilang sebagai dunia tingkat tertinggi, di mana para dewa hidup di dalamnya dengan segala kekuatan-kekuatannya-kecuali bagi para wanita . . . sialnya. Para dewa-khususnya pria-bertugas untuk mengatur keseimbangan yang terjadi di Bumi.Kemudian Ancher, adalah tempat bagi para malaikat. Dunia mereka tidak jauh berbeda dengan Bumi, dan mereka juga bukannya memiliki kekuatan super atau apa seperti dewa. Tapi setidaknya Ancher lebih indah dan jauh lebih menyenangkan untuk ditinggali dibanding Bumi.
Lalu Inferium. Tempat para iblis, dunia yang paling suram dan gelap, kebalikan dari Ancher. Di sana berbagai hal yang mengerikan terjadi. Iblis dengan segala kekacauannya. Untungnya, para iblis juga tidak memiliki kekuatan seperti dewa.
Yang terakhir adalah Bumi, tempat para manusia tinggal. Manusia adalah malaikat atau iblis yang terlahir kembali ke Bumi dengan tujuan tertentu. Para malaikat ingin membuat Bumi menjadi rumah kedua mereka, bebas dari iblis. Mereka ingin mengubah lebih banyak iblis menjadi malaikat. Para iblis juga memiliki tujuan yang sama. Bedanya, para iblis ingin mempengaruhi semua malaikat dalam bentuk manusia agar mereka jatuh ke dalam Inferium.
Tidak, aku bukannya sudah menghapalnya. Semua itu kuringkas dari buku Sejarah Dunia bab pertama, sesuai dengan tugas yang diberikan Lily di hari ketigaku di Godios.
"Hmm," gumam Lily sambil membaca hasil ringkasanku. "Kau tidak perlu memasukkan kutipan-kutipan pribadi ke dalam ringkasanmu, Clare. Ini harus formal dan objektif. Mana ada kata 'sial' di buku itu?"
Aku mengerang. Ini adalah ringkasan ketigaku setelah Lily berkomentar, "Kalau ini, sih, bukan ringkasan. Tapi menyalin!" pada hasil pertama, lalu berkata, "Kau malah menulis hal-hal yang tidak penting dan melewatkan intinya!" pada ringkasan keduaku.
Kenapa aku tidak bisa memiliki kakak perempuan yang normal, yang bisa kuajak melompat dari balkon ke atas pohon, lalu saling mendorong dan bertaruh siapa yang duluan sampai di atas tanah?
Aku bahkan sudah jarang berada di atas pohon sekarang. Sejak ketahuan Mama kemarin.
Saat itu aku mencoba melompat dari balkon ke pohon di dekat kamarku. Dan ketika aku sudah berhasil mencapai tanah dan bersorak kegirangan, tiba-tiba Papa sudah berada di sampingku sambil berdeham.
"Tindakan putri apa itu, Clare? Hmm?" katanya sambil melipat lengannya. "Bagaimana jika Mama melihatnya?"
Kenapa semua orangtua di dunia mana pun selalu sama?
"Sepertinya asik," tambah Papa.
Aku mengerjap tidak percaya.
Lalu Papa menoleh ke sekitar kami seolah memastikan keadaan aman. "Ayo, yang tiba di puncak pohon duluan adalah pemenang," katanya sambil menyeringai. Tanpa aba-aba, ia langsung memeluk pohon di dekat kami dan mengangkat tubuhnya dari permukaan tanah.
"Hei, curang!" seruku sambil tertawa, lalu ikut memanjat dan segera menyusulnya.
"Kau tahu, dulu Papa adalah pemanjat tercepat," katanya sambil terengah.
"Tidak secepatku," balasku sambil mencengkram dahan pohon di atas kepalaku, lalu melompat cukup tinggi hingga posisiku berada di atas Papa. "Ayolah, Papa, sudah berapa ratus tahun yang lalu sejak terakhir kali kau menyentuh pohon?" ledekku.
"Dasar anak tidak sopan." Papa menyeringai lalu menembak petir kecil dari telunjuknya ke arahku.
"Hei, itu curang!" pekikku sambil menghindari petir tadi sehingga tubuhku merosot beberapa senti.