Chapter 5 - Mengenal Tetangga

14.5K 694 0
                                    

"Cara memuji paling indah adalah dengan mendoakan, cara mencela paling mulia adalah dengan memberi teladan."

***

Pagi yang cerah menyapa kediaman keluarga kecil Faiz dan Nadhifa. Kini Nadhifa tengah mengolah bahan-bahan masakan yang akan dibuatnya untuk dimakan oleh suami dan juga dirinya. Menu pagi ini yang akan ia masak adalah nasi goreng spesial.

"Alhamdulillah. Semoga Mas Faiz suka dengan masakanku ini." ujar Nadhifa pada dirinya sendiri saat ia sudah selesai memasak nasi goreng.

"Sudah matang ya, sayang? Pasti enak nih." ujar Faiz yang membuat Nadhifa terkejut karena sedari tadi Faiz memperhatikan istrinya yang sedang membuat sarapan tanpa sepengetahuan istrinya.

"Astagfirullah. Mas ngagetin aku aja deh." pekik Nadhifa.

Faiz hanya tersenyum. Faiz yang masih berada di belakang Nadhifa pun memeluk Nadhifa dari belakang, dagunya ia letakkan di bahu Nadhifa. Jantung Nadhifa berdetak lebih cepat dari biasanya dan ditambah desiran yang membuat dirinya lemas. Kalau saja suaminya tidak memeluknya bisa saja ia jatuh lemas.

"Pasti enak nih sayang masakan kamu."

"Ayo Mas kita sarapan, tapi Mas lepasin dulu tangannya." ujar Nadhifa lembut.

"Kalau Mas tidak mau gimana, sayang? Mas 'kan masih mau romantisan sama kamu." bukan nya melepaskan, Faiz justru mempererat pelukkan nya.

Nadhifa terkekeh, "Nanti Mas telat ke kantornya, lepasin ya." bujuk Nadhifa.

"Mas lepasin tapi ada syaratnya."

Nadhifa menoleh ke arah suaminya. "Apa syaratnya?"

"Ini..." Faiz tersenyum jahil sambil menunjuk bibirnya.

Nadhifa menunduk malu dengan syarat yang diberikan suaminya. "Mas apaan sih," pipi Nadhifa sudah merona dibuatnya.

Sifat istrinya yang masih malu-malu, membuat Faiz gemas melihatnya. Istri cantiknya ini lucu sekali kalau lagi malu-malu begitu. "Mas bercanda kok, sayang. Ya sudah yuk makan."

"I-Iya, Mas." ucap Nadhifa gugup. Faiz dan Nadhifa beranjak menuju meja makan.

Nadhifa mengambilkan nasi goreng yang ia masak ke dalam piring suaminya lalu menyimpannya di hadapan suaminya. Pun juga dirinya. "Maaf ya Mas, pagi ini hanya nasi goreng yang aku masak. Soalnya persediaan bahan masakan di kulkas pada habis."

"Tak apa kok, sayang. Mas juga lupa kalau persediaan bahan masakan di kulkas pada habis. Nanti juga ada tukang sayur keliling, nanti kamu beli disana aja ya." Nadhifa hanya mengangguk sebagai jawaban. Mereka berdua makan dengan hening.

"Gimana Mas, masakan aku enak tidak?" tanya Nadhifa setelah selesai sarapan.

"Enak sayang, enak banget malah. Ternyata istri Mas ini pintar masak." jawab Faiz sambil mengusap pucuk kepala Nadhifa yang tertutup oleh hijab.

"Alhamdulillah. Nanti mau aku bawain makan siang ke kantor?" tawar Nadhifa.

"Boleh sayang."

"Mas mau di masakin apa?"

"Apa pun yang kamu masak pasti Mas makan kok sayang." jawab Faiz tersenyum. "Ya sudah Mas berangkat ya sayang." pamit Faiz.

"Iya Mas, hati-hati di jalan ya."

"Iya sayang. Jadi diri baik-baik di rumah ya, kalau ada apa-apa telepon Mas aja. Assalamualaikum."

"Siap, Mas! Wa'alaikumussalam." Nadhifa mencium punggung tangan Faiz dan Faiz pun mencium kening Nadhifa sebelum berangkat.

Nadhifa mengantar suaminya sampai pintu depan rumah. Setelah mobil Faiz melaju meninggalkan pekarangan rumah. Ia pun kembali masuk ke dalam rumah.

Nadhifa mencuci piring-piring kotor yang ia dan suaminya gunakan tadi. Setelah itu ia membersihkan rumah.

***

Nadhifa tersenyum ketika beberapa tetangga menyapanya. Setelah ia membersihkan rumah, Nadhifa memilih untuk berbelanja sekalian mengenal lingkungan tempat tinggalnya.

"Neng cantik ini siapa? Baru tinggal disini ya?" seorang wanita paruh baya bertanya pada Nadhifa ketika ia sedang memilih sayur.

"Saya Nadhifa, Bu. Iya saya baru tinggal disini dua hari yang lalu." jawab Nadhifa ramah.

"Lho, Bu Vega nggak tahu? Nadhifa ini istrinya Faiz." beritahu Diana yang juga ada disana.

"Oh, Faiz yang hafidz Qur'an itu?" tanya Bu Vega. Nadhifa hanya tersenyum. "Oalah, cantik ya istrinya Nak Faiz. Cocok, yang perempuan cantik yang laki-laki juga tampan." lagi-lagi Nadhifa hanya tersenyum sebagai jawaban.

"Neng Nadhifa masih kuliah?" tanya wanita paruh baya yang disebelah Bu Vega.

"Masih, Bu. Masih semester 6." jawab Nadhifa tersenyum sungkan.

"Neng Nadhifa kalau tidak ada kesibukan, main-main atuh sama tetangga. Main ke rumah Ibu juga nggak apa. Ohiya, kalau neng Nadhifa mau ikut pengajian juga boleh, disini seminggu sekali ada pengajian setiap jum'at siang di masjid." ujar Bu Farida.

"Iya, Fa. Nanti kalau mau ikut bareng aja sama Mbak kesana nya." tawar Diana.

"Iya, Mbak Diana. Nanti saya izin dulu sama suami." jawab Nadhifa tersenyum.

"Semoga kita bisa menjadi tetangga baik ya Neng Nadhifa." ujar Bu Vega.

"Iya, Bu. Saya harap begitu." balas Nadhifa tersenyum.

Setelah memilih beberapa sayuran dan bahan lainnya, Nadhifa menyerahkan uang pada Ibu penjual sayur keliling itu. "Kalau begitu saya permisi duluan ya Bu, Mbak Diana, mari. Assalamualaikum." pamitnya ramah.

"Wa'alaikumussalam."

Bu Vega mendekati Bu Farida dan Diana seraya berbisik, "Neng Nadhifa cantik ya Bu, cocok sama Nak Faiz yang tampan."

"Iya, Bu Vega. Apalagi yang saya tahu, Nadhifa ini hafidzah juga loh. Cocok lah sama-sama penghafal Qur'an." ujar Diana.

Bu Farida dan Bu Vega hanya tersenyum takjub, dengan mata yang terus memandangi sosok Nadhifa yang sudah memasuki pintu gerbang rumahnya.

☆☆☆

Kritik dan saran jangan lupa, kita sama-sama belajar. Jadi jangan sungkan ya untuk saling mengingatkan.

Enjoy and Happy Reading! 🌼

Jakarta, 24 Syaban 1439 H
Salam,
Triyanih Ayu Saputri 💕

Kujaga TakdirkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang