Alfath menatap bingung kesalah satu ruangan yang biasanya untuk rapat kini berubah menjadi tempat studio foto. Ada banyak lampu disetiap sudut, dan ada beberapa manequin.
Dia menemukan asistennya. Dia harus bertanya ada apa dengan semua ini?
"Tara, saya perlu bicara sama kamu"
"Baik Pak,"
Alfath berdiri tak jauh dari lampu-lampu itu. Tangannya ia lipat di depan dada.
"Bisa jelaskan, ada apa ini?"
Tara menggaruk kepalanya yang tak gatal. Ia terlihat ragu dengan gerakan tangannya mengendurkan dasi.
"Begini Pak, tadi Dave mengirim manequin itu. Katanya, kolega Jepang ingin segera melihat hasil fotonya. Bahkan, para fotografer itu dari Jepang langsung Pak. Jadi.."
"Kalau, gitu kamu ngomong langsung ke Qila," ucap Alfath menunjuk sosok perempuan yang berdiri tak jauh dari pijakan Tara.
Tara menoleh dan menghampiri Qila.
"Maaf mba.."
"Jangan mba, Qila aja."
"Eh iya Qila, kamu siap gak kalau pemotretannya sekarang? Kolega Jepang mau segera mungkin. Mereka langsung dari Jepang,"
Qila diam sejenak. Matanya mengikuti orang-orang yang berlalu lalang dengan sibuk meletakkan kamera dan mengatur penataan cahaya. Penata rias lewat hilir berganti.
"Yaudah deh,"
Tara mengangguk, dan mengatakan pada fotografer bernama Mr. Yatso bahwa Qila bersedia untuk dipotret hari ini. Ia memanggil penata rias dan membawa Qila kesebuah ruangan untuk dirias.
*******
Kaki jenjangnya melangkah pasti dengan tergesa-gesa. Ia tampil agak berbeda. Sepatu sneakers, jins, kemeja abu-abu melekap sempurna ditubuhnya dan memancarkan aura pria sepenuhnya.
Tangannya sibuk menggenggam telephon yang ia tempelkan di telinga kanannya.
"Halo Qiqil"
"Iya Dave? Kamu dimana? Aku pemotretan sekarang nih,"
"Iya aku lagi nunggu lift nih. Oya, aku tadi buka email kamu, dan ada pesan dari majalah amerika"
"Oh ya? Kenapa?"
"Iya mereka mau wawancarain kamu. Dan, jadwalnya hari ini jam 3 sore nanti."
"Dadakan banget. Dimana?"
"Di kantor ini,"
"Hah? Emang gapapa?"
"Sebelumnya mereka udah ngajuin tempat ini begitu mereka dapet kabar kita kerjasama dengan perusahaan AN. So?"
"Yaudah. Eh udah dulu ya. Aku lagi siap-siap. Bye"
"Bye"
Senyumnya merekah. Ia tak bisa membayangkan bagaimana cantiknya Qila saat pemotretan nanti. Dan, yang lebih membuatnya tersenyum senang adalah penampilannya yang berubah demi satu nama. Nina.
Ia ingin terlihat lebih manly agar Nina tertarik padanya. Apa ia sudah terlihat seperti Tara?
Ting.
Ia masuk kedalam lift dan memencet tombol lantai 5. Saat pintu hendak tertutup, ia melihat sosok perempuan cantik menarik perhatian dan hatinya. Nina. Dave langsung menahan pintu lift tersebut dengan kaki panjangnya hingga Nina masuk kedalam lift.
"Hai, maaf. Hhm, terimakasih" ucap Nina malu-malu.
Namun, detik kemudian ia memperhatikan penampilan Dave.
"You look so different. Hhmm, not bad."
"Apa aku keliatan manly?"
Nina menatapnya bingung lalu tertawa pelan. Ia memukul dada Dave pelan, namun sepertinya berdampak besar bagi Dave.
Wajahnya mendadak memerah dan degupan jantungnya terasa seakan-akan keluar dari tempatnya. Tangannya menyentuh dada tempat Nina memukulnya. Terasa hangat dan faktanya Nina membuat jantungnya berdegup tak tertahankan.
"Maaf Dave, aku nyakitin kamu,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Tempat Terakhir
Teen FictionBerawal dari sebutan 'Bunda' dan berlanjut hingga menjadi 'Bunda' yang sesungguhnya. Sekilas kehidupan Qila sangat terdengar hebat begitu juga dengan pemilik perusahaan Fashion terkenal itu, Alfath. Tapi, siapa sangka kalau mereka memiliki masa lalu...