16. Luka

162 14 0
                                    

Selesai melakukan pemotretan, mereka bersiap untuk melakukan evaluasi. Kegiatan yang sangat membosankan untuk seorang Alfath. Dari dulu dia tidak suka denegan evaluasi. Ia cukup percaya diri bahwa tak pernah ada yang salah setiap mereka melakukan sesuatu hal.

Ia melempar jasnya ke kursi belakang dan langsung ditangkap oleh Tara. Qila menggelengkan kepala melihat tingkah Alfath. Tara hanya tersenyum ragu. Sudah biasa jika Alfath seperti itu.

Pria itu melepas kancing tangan kemejanya dan ia gulung sampai sebatas sikut. Ia berdiri memandangi keluar jendela kantornya. Matanya menyipit melihat ada sebuah mobil box besar terparkir didepan gedungnya.

Ia berbalik dan menunjuk Tara dengan gaya bosnya.

"Jadwal setelah ini apa?"

Tara mengambil buku agendanya dari dalam jas. Membuka pembatas agenda bertuliskan to do list dengan terburu-buru.

"Eng, pemotretan, evaluasi, dan terakhir survei tempat"

Alfath berbalik lagi. Menyandarkan tubuhnya menyamping pada jendela besarnya.

"Terus, yang dibawah itu?" tunjuk Alfath.

Semua saling melempar pandangan. Mereka tak ngerti apa yang dimaksud Alfath.

"Infashion Style Magazine," lanjut Alfath membaca tulisan yang terdapat di mobil box itu.

Tap.

Dave memukul kencang jidatnya hingga membuat Alfath menoleh.

"Astaga gue lupa Qiqil. Itu mereka. Ayo cepet turun," ucap Dave menarik tangan Qila.

"Siapa Dave? Saya gak kamu anggep?"

"Eh? Hehe, itu Pak --"

Qila memotong percakapan Dave. "Itu tim magazine dari Amrik. Mereka mau wawancara saya. Mohon permisi,"

"Tunggu. Kenapa disini? Inikan perusahaan saya. Harusnya kamu bilang dulu ke saya,"

Bunglon. Qila mendengus kesal.

"Mereka juga sepertinya butuh anda untuk diwawancarai. Mereka memilih tempat ini karena berita kerjasama kita terdengar sampai sana"

Alfath tersenyum. Ia berhasil membuat wanita itu marah. Alfath menghampiri Qila dan menggandeng tangan Qila keluar dari ruangan itu.

Bahkan, Qila tak sempat menolak tindakan Alfath. Cengkramannya begitu kuat.

"Bunda, mukanya merah" ucap Kaira dalam gendongan Dave.

Dengan menggunakan sebelah tangannya Alfath menggendong Kaira dan mendekatkannya pada Qila.

"Bun, masa tadi ayah gak berhenti kedip pas bunda di foto. Iyakan yah?"

Bukannya malu diadukan, malah Alfath tersenyum mesra pada Qila. Wajahnya semakin merah menahan malu. Anak itu dengan iseng menggodanya sambil mencubit kedua pipi Qila.

"Bunda malem ini nginep ya dirumah Kaira. Mau ya bun"

"enggg.."

"Yah, bujuk bunda dong biar nginep dirumah yah, Kaira mau tidur sama bunda" rajuk Kaira.

Alfath mengacak-acak rambut Kaira dengan gemas.

"Kapan-kapan aja gimana? Bunda lagi sibuk sayang,"

"aaaa ayahhhh"

Ting.

Begitu lift terbuka, Kaira langsung memeluk leher ayahnya.

"Nanti bunda nginep dirumah kamu sayang," bisik Qila lalu secepat mungkin ia menuju tim majalah dari Amrik dan menyapa mereka. Kaira tersenyum senang.

Tempat TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang