EIRENE 10 | My Fair Lady

656 92 13
                                    


"Suatu saat nanti, saya percaya anda akan bahagia setelah terlepas dari beban yang anda tanggung selama ini. Saya ingin anda bahagia, Pangeran..." –Jiyeon Midford.

Tidak ada satu orang pun yang benar-benar suci di dunia ini. Mereka pasti pernah melakukan suatu dosa lalu berlutut kepada Tuhan agar diberikan ampunan atas dosanya. Namun mereka akan melakukan dosa lagi, dan meminta ampun kembali. Begitu seterusnya seperti sebuah roda yang berputar. Tidak ada penyesalan, karena mereka berpikir bahwa Tuhan telah menghapus dosa-dosa itu.

Setelah itu, manusia akan memilih sisi sebelah mana roda itu akan ia hentikan. Akan-kah itu sebuah ampunan atau sebuah dosa?

Tidak ada yang tahu.

Author POV

Flashback

H-7 jam sebelum Christmas Eve.

"Apa yang kita lakukan di sini, Yang Mulia?"

Myungsoo mendahului Jiyeon lalu berbalik menghadap gadis kecil itu dengan senyum lebar. Myungsoo merentangkan kedua tangannya diantara jajaran kursi kosong di gereja megah yang ada di Istana. "Selamat ulang tahun, Jiyeon Vience Midford."

"Ya?" Jiyeon tertegun sejenak kemudian tersenyum. "Anda tidak perlu repot mengingat tanggal ulangtahun saya, Yang Mulia. Terima kasih."

Kedua tangan Myungsoo jatuh di sisi tubuhnya lalu berjalan mendekati Jiyeon. "Mengingat ulang tahunmu bukanlah hal yang merepotkan kok," aku-nya. "Lagi pula ini tidak pantas disebut kejutan ulang tahun." Raut wajahnya terlihat sedih saat mengatakannya dan ia tak membiarkan Jiyeon melihatnya dengan membalikkan badannya menghadap salib besar yang terpampang di dinding gereja. "Hah... seharusnya kita pergi ke taman bermain."

Seakan usaha Myungsoo sia-sia, Jiyeon tersenyum kecil lalu melenggang duduk di kursi panjang paling dekat dengannya. "Saya menyukainya."

Kepala Myungsoo dengan cepat menoleh ke belakang lalu menatap hazel itu yang menatap salib di depan mereka dengan tatapan kagum. "Apa?"

"Saya menyukai kejutan anda, Yang Mulia. Terima kasih banyak." sahut Jiyeon lalu menepuk tempat kosong di sebelahnya. "Mau bergabung?"

Sebelah alis Myungsoo terangkat. "Ya."

Setelah itu keheningan menyelimuti mereka. Lama mereka terdiam, hanya mengamati salib emas itu dengan dalam diam sampai akhirnya Myungsoo membuka suara.

"Aku ada sesuatu untuk kuceritakan padamu, Jiyeon-ah. Maukah kau mendengarkannya?"

Jiyeon menoleh dan menemukan Myungsoo yang sedang menatapnya dalam. "Tentu saja, Yang Mulia."

"Baiklah," gumamnya lalu kembali mengarahkan pandangannya ke depan. "Ayah bilang, aku punya banyak dosa, ibu, paman Han, kepala pelayan Seo, dan terutama dirinya." Suaranya terdengar begitu lirih. Jiyeon hanya bisa menatapnya dengan alis bertaut samar.

"Katanya kami setiap hari melakukan banyak perbuatan yang penuh dosa. Selalu ada yang mati kelaparan karena mereka miskin tiap harinya. Sedangkan aku bisa makan dan bermain seenaknya. Semua orang tunduk kepada kami, sedangkan kami belum tentu menatap setiap orang dari mereka yang telah menghormati kami. Salah satu pengawalku pernah hampir mati karena harus mencicipi makanan yang dihidangkan untukku pada suatu hari. Menurutmu... apakah dosaku akan dimaafkan?"

Jiyeon tertegun mendengar pengakuan Myungsoo yang terdengar begitu... memilukan. Ia kembali mengalihkan pendangannya ke depan menatap salib itu dengan tatapan kosong. Sedangkan Myungsoo beralih menatap Jiyeon dalam diam, menunggu gadis itu bersuara.

EIRENETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang