"Sejak kecil, darah yang diturunkan ibunya dan marga ayahnya sudah menjadi beban yang dipikulnya sejak dia lahir di dunia ini." –Mr. Oh
**
"Aku sungguh tidak mengenalmu, Park Jiyeon, atau mungkin harus kupanggil Midford?" Myungsoo mulai berucap dengan dingin lalu berhenti tepat di depan gadis itu hingga hampir meniadakan jarak di antara mereka. Ia mengulurkan tangannya, mencengkeram lengan atas Jiyeon karena tidak bisa menahan luapan emosinya. "Kau datang dengan tiba-tiba, duduk di kursi kepala keluarga, kau tidak pernah bersikap normal seperti remaja lain pada umumnya, pelayan yang terlalu loyal padamu sampai tidak peduli bahwa aku adalah seorang Putera Mahkota, kau mengenal Shin Wonho dan entah kenapa menginginkannya menjadi informanmu, setiap bertemu denganku kau selalu membungkukkan badan dan selalu mengucapkan kata-kata formal sialan itu padaku, tidak ada emosi apa pun yang terpancar di sana," ucap Myungsoo seiring cengkeramannya yang semakin erat.
"Apakah..." Myungsoo menjeda dan menatap kedua bola mata Jiyeon yang menatapnya dengan datar. "Keluarga terdahulumu pernah terlibat Pembantaian pada tahun 1895?"
Jiyeon menatap lekat pada Myungsoo lalu menyinggungkan senyum kecil. "Apa yang membuat anda berpikir kalau saya tahu tentang hal itu?"
"Jiyeon Midford!" panggil Myungsoo dengan penekanan di setiap intonasinya. "Are you friends or enemy?"
EIRENE part 7
Seakan kata-kata Myungsoo menggema di kepala Jiyeon, mereka terdiam cukup lama membiarkan kesunyian menyelimuti mereka. Mata Myungsoo tak lepas memandang Jiyeon dengan lekat, berusaha mencari celah dari gadis di hadapannya.
"I am," Jiyeon mulai menjawab, "...just one of your classmate."
Bahu Myungsoo merosot kecewa dan marah dengan ucapan Jiyeon. Untuk beberapa saat, Myungsoo memejamkan mata, berusaha mengontrol emosinya dan bibirnya mengeras, membentuk garis lurus. Myungsoo mengambil napas dalam-dalam lalu menghembuskannya dengan perlahan. "Jangan bercanda, Jiyeon!" desisnya tajam. "Baiklah. Selain teman sekelasku, 'siapa kau' di luar sana?"
Senyum kecil terlukis di bibir Jiyeon, matanya memancarkan pandangan kosong menatap Myungsoo. "Saya sudah pernah mengatakannya kepada anda, Yang Mulia. Anda bisa mengaggap saya seperti yang anda inginkan," balas Jiyeon dengan begitu tenang.
Mendengarnya, Myungsoo merasa kepalanya berdenyut dan rahangnya semakin mengeras. Ia menarik tubuh Jiyeon mendekat ke arahnya dan mendekatkan wajahnya dan gadis itu hingga ia bisa merasakan napas Jiyeon yang mulai normal. "Kau tahu? Aku bisa saja melakukan hal di luar nalar kalau aku belum bisa mendapatkan jawaban yang kuinginkan," gumam Myungsoo sirat kemarahan pada suara dan matanya. "Kalau kau salah satu dari seorang temanku, maka kau seharusnya tidak merencanakan sesuatu di belakangku," lanjutnya lalu pergi ke ruang ganti pria.
"Kalau begitu, Yang Mulia," cegah Jiyeon membuat Myungsoo berhenti di ambang pintu. "Berhati-hatilah pada teman-teman anda yang lain. Karena mungkin saja mereka sedang merencanakan sesuatu di belakang anda. Bahkan seseorang yang sangat dekat dengan anda sekali pun."
Dengan sekali sentakan Myungsoo berbalik lalu menunjuk wajah Jiyeon dengan kasar. "Stop talking about that bullsh*t, Midford! I'll make sure that I will know about you and your plans with Shin Wonho!" setelah mengatakannya dengan sergahan keras, Myungsoo segera membanting pintu ruang ganti pria dengan keras.
BRAK
Jiyeon menolak menatap pintu ruang ganti yang baru saja dibanting Myungsoo dan tetap memandang ke ujung lorong, menuju lapangan olah raga. "You such have a bad memory, Prince. If you remember, I never tell a lie," Jiyeon melirih hampir tidak terdengar bahkan oleh telinganya sendiri, ia mendengar suaranya hanyalah sebuah bisikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
EIRENE
Fiksi PenggemarJiyeon tidak pernah menyalahkan Tuhan atas garis takdir yang mengelilinginya. Bahkan ketika setelah ia kehilangan kedua orang tuanya dan diperlakukan layaknya sampah oleh musuh keluarganya. Ia tidak menyesal dan menyalahkan Tuhan atas itu. Terkadang...