"Sebelum kehilangan kalian, aku tidak tahu duniaku akan begitu sepi..." -Jiyeon Midford.
Eirene 12
Myungsoo terpaku setelah dirinya tanpa sadar mengucapkan nama itu dengan tatapan yang tertuju pada gadis bermata hazel di depannya. "Kau," bisik Myungsoo tercekat lalu bangkit berdiri "... Eirene." Setelah satu nama terucap di bibir pucatnya, matanya meneliti seluruh garis wajah gadis itu. Dadanya bergemuruh hanya dengan menggumamkan nama gadis itu dalam hatinya. Sekarang, semua yang ada pada dirinya tertuju pada gadis itu.
Semua pasang mata menatap Jiyeon, menunggu reaksi gadis itu. Woohyun membelalakkan matanya mendengar ucapan sang Putera Mahkota. Tiba-tiba tubuhnya gemetar hanya dengan mendengar nama itu. Nama yang sangat lama sudah tidak didengarnya, membuat jiwa seolah melayang dari raganya. Berkali-kali dirinya menyangka ia salah mendengar apa yang telah diucapkan oleh Putera Mahkota. Tapi, suara sang Putera Mahkota terus terngiang di kepalanya seolah melarang Woohyun menyangkal semua penolakan yang dia lakukan dalam pikirannya.
"Apa- apa yang anda katakan tadi, Yang Mulia?" Sebisa mungkin Jiyeon berbicara dengan ringan dan membuat raut muka yang ramah. Ia gelisah- sangat. Tapi ia tidak boleh memperlihatkannya pada Myungsoo. Kedua tangannya mengepal erat di buket bunga yang dibawanya.
Myungsoo tidak mengindahkan pertanyaan Jiyeon, ia melangkah. Semua rasa sakit yang dirasakannya ia abaikan. Tidak- ia sudah tidak merasakan hal itu lagi. Semua rasa sakit itu menguap entah kemana, berganti dengan rasa lega dan haru yang luar biasa. Ia mendekati gadis itu membuat Yunho bergerak menghalanginya. Setengah tubuh Yunho menghalangi Jiyeon dengan waspada. Melihat hal itu, Myungsoo menyinggungkan senyum kecil. "Aku tidak akan menyakitinya, Jung Yunho."
Terkekeh, Yunho menyeringai. "Terakhir kali saya mendengarnya, Nona terluka karena anda, Yang Mulia Putera Mahkota," desis Yunho. "Kalau bukan karena Nona yang memerintahkan saya untuk melepaskan anda, saya bisa memastikan anda sudah tidak akan pernah muncul di hadapan kami lagi." Lanjutnya lalu sedetik kemudian ia merasakan Jiyeon menyentuh lembut punggungnya, memperingatkannya.
"Jangan keluar batas lagi, Jung Yunho," bisik Jiyeon yang hanya dapat didengar oleh pengawalnya. Suara gadis itu sangat tenang namun peringatan tegas terdengar jelas bagi Yunho. "Ada yang ingin anda sampaikan, Yang Mulia?" Jiyeon bergerak ke samping Yunho lalu menatap Myungsoo dengan senyum kecilnya.
Myungsoo tertegun, ragu untuk kembali melangkah mendekati Jiyeon. Matanya menelusuri keadaan gadis itu yang nampaknya tidak sedang baik-baik saja. Sudut bibirnya yang pucat terluka dan punggung tangan gadis itu terlihat ada beberapa bekas merah memanjang yang samar terlihat. Lalu yang terakhir, sebuah perban membalut kakinya sampai mata kaki kanan Jiyeon. "Are you okay?" tanya Myungsoo pada akhirnya.
Sangat banyak pertanyaan yang ingin ia lontarkan, sesungguhnya. Tapi melihat keadaan gadis itu, ia tidak mampu memikirkan apapun. Keadaan gadis itu sangat penting saat ini baginya. Terakhir kali melihat gadis itu di pemakaman keluarga Ryu, gadis itu terlihat baik-baik saja. Tapi sekarang, apa yang membuat tubuhnya penuh luka seperti itu?
"Saya baik-baik saja, Yang Mulia."
Bohong. Batin Myungsoo berteriak di dalam kepalanya. "Syukurlah," balas Myungsoo tersenyum kecil. "Kau mau mengunjungi Orangtua-mu?" sejenak ia tertegun melihat buket mawar hitam yang dibawa Jiyeon. Tangannya bergerak menyentuh kelopak itu tanpa sadar lalu kembali menatap Jiyeon lekat hingga tatapan itu membuat mereka hanyut pada perasaan dimana detak jantung mereka berdetak lebih cepat.
Jiyeon seakan kehilangan kendali dirinya saat melihat cara Myungsoo menatap matanya. Tatapan hangat sekaligus penuh luka yang ditujukan padanya mambuat salah satu tangannya terangkat ketika melihat bulir air mata jatuh di pipi Myungsoo. Namun, ketika ujung jarinya akan menggapai laki-laki itu, ia tersadar dan menarik tangannya kambali.
KAMU SEDANG MEMBACA
EIRENE
FanfictionJiyeon tidak pernah menyalahkan Tuhan atas garis takdir yang mengelilinginya. Bahkan ketika setelah ia kehilangan kedua orang tuanya dan diperlakukan layaknya sampah oleh musuh keluarganya. Ia tidak menyesal dan menyalahkan Tuhan atas itu. Terkadang...