7. Numbers

183 42 4
                                        

Kini aku berada didalam kamar yang kemarin Yoongi membawaku kesini. Aku memperhatikan sekelilingku, tidak ada yang berbeda dari kemarin, maksudku bed cover ranjang ini tidak diganti, semua benda masih pada posisi semula.

Yoongi menutup pintu kamar dan berjalan menghampiriku, ia membenamkan kedua tangannya kedalam saku. "Kau mau mandi?" tanyanya.

Aku menggeleng pelan, "Nanti saja. Oh ada yang ingin aku tanyakan." aku menepuk-nepuk tempat disebelahku, "Duduklah dulu."

Yoongi mengangguk lalu memposisikan duduk disebelahku, ia memiringkan kepalanyaㅡ menatapku, "Kenapa?"

"Dimana kakak perempuanmu? Kamar ini kosong?" tanyaku menatapnya dengan serius.

Jujur aku sangat penasaran perihal dimana keberadaan kakaknya, kenapa Yoongi membawaku keluar masuk seenaknya ke kamar kakaknya sendiri.

Kudengar Yoongi tertawa renyah, jakunnya terlihat naik turun. "Kakakku sudah meninggal."

Aku terkejut, setengah mati. "Benarkah? Maaf aku tidak tahu."

Sudut bibirnya terangkat, "Tidak apa-apa." ucapnya pelan sembari mengusap tengkuknya sendiri, ia menunduk. "Lagipula itu sudah kejadian lama." imbuhnya.

"Kau pasti sangat sedih." aku benar-benar menyesal telah menanyakan pertanyaan itu padanya. Raut mukanya berubah menjadi sedih.

"Meskipun aku sedih, dia tidak akan pernah peduli denganku. Aku telah melakukan dosa besar." setelah kalimat itu terlontar, ia tertawa namun sedikit terdengar hambar di pendengaranku.

Aku mengerutkan kedua alisku, "Dosa besar? Apa maksudmu?"

Yoongi menghela nafasㅡ kedua tangannya disimpan dibelakang untuk menopang tubuhnya. Kepalanya kini menengadah sedikit miring, dia seperti berat untuk menceritakan sesuatu. "Dia meninggal karena bunuh diri."

Kedua mataku nyaris membulat sempurna mendengar penuturannya, "Bunuh diri? Apa hubungannya dengan dosa besar yang kau lakukan?" tanyaku.

Yoongi memejamkan kedua matanya sejenak, "Karena aku tidak ada disampingnya saat dia terpuruk."

"Apa kau ingin berbagi sedikit padaku?" tanyaku hati-hati takut ia tersinggung.

Yoongi menghembuskan nafasnya sedikit kasar "Tidak untuk sekarang, perlahan kau juga akan tahu."

Aku mengangguk-ngangguk, "Aku mengerti, tidak perlu diceritakan. Tapi jika kau ingin bercerita, aku siap mendengarkanmu." aku tersenyum dan Yoongi melihatku. Ia juga membalas senyumankuㅡ hanya satu garis namun itu terlihat manis.

Lalu Yoongi menegakkan tubuhnya, sedikit meregangkan ototnya. Ia menepuk pahanya singkatㅡ beranjak menghampiri lemari. "Sekarang kau pilih baju untuk besok. Aku tidak tahu seleramu bagaimana tapi semoga ada satu baju yang cocok untukmu."

Aku beranjak pula, berjalan menghampirinyaㅡlebih tepatnya menuju lemari yang kini dibukakan oleh Yoongi. Aku memandang takjub isi lemari tersebut, bau khas lemari seperti menguar memenuhi indera penciumanku.

Aku menyentuh satu persatu gaun yang tergantung disana, gaun ini seperti gaun zaman dulu namun terkesan elegan. Aku mengambil satu gaun yang berwarna biru tua, gaun ini bermotif bunga anggrek di sekitar ujung-ujung kainnya. Aku menunjukkan baju itu pada Yoongi, "Apa ini terlihat cocok untukku?" tanyaku.

Healer Night.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang