09 : Keputusan

6.8K 741 24
                                    

 Girl you know I want your love

Your love was handmade for somebody like me

Come on now follow my lead

I may be crazy don't mind me

Say boy let's not talk too much 

Grab on my waist and put that body on me

Come on now follow my lead

Come come on now follow my lead

-Shape of You by Ed Sheeran

.   .   .  

Dista menggoyangkan kakinya yang menggantung di kursi kayu di teras rumahnya. Usai membersihkan diri, ia turun menunggu kedatangan Shira dan Deva. Ketika mendengar deru motor Deva, Dista berlari kecil dan mengintip lewat tembok pembatas rumahnya dan Bagas. Memperhatikan air muka mereka yang tak terlihat baik. Jantung Dista berdegup kencang, ngeri mendengar kata 'putus' dari bibir mereka.

Sesaat setelah pintu gerbang rumah Bagas tertutup rapat, Dista masih sibuk bersembunyi. Dia akan kabur tepat setelah mendengar mesin motor Deva. Namun, hanya kesunyian yang menyapa Dista hingga bermenit-menit ke depan. Membuat Dista menggeser langkah hingga mengintip ke arah rumah Bagas untuk memastikan keberadaan dua orang itu. Sialnya, ia tertangkap basah oleh Deva yang menatap dengan wajah datar.

"Oh-hei," Dista mengangkat sebelah tangannya. Gugup, tapi berusaha senatural mungkin. "Duh, Mama mana ya, belum pulang-pulang nih." Mata Dista mendadak sibuk mencari ibunya.

Deva tersenyum melihat Dista yang kikuk, namun mengabaikan aksi bohong tersebut dan langsung berkata, "Dis, gue minta maaf untuk sikap Shira yang tadi."

Pandangan Dista tepat lurus pada Deva. "Gue nggak apa-apa, serius. Gue yakin kok Kak Shira nggak sengaja nyenggol."

Tetapi, Deva menggeleng. "Dia selalu kayak gitu kalau ketemu sama orang yang nggak dia suka. Entah disenggol, minumannya ditumpahin, topi sekolah diumpetin lah pas mau upacara, dan semacamnya. Paling parah sih narik rambut cewek sampe botak sedikit."

"Eh, kejam," Dista kaget mendengarnya.

Deva terkekeh melihat ekspresi Dista. "Makanya gue nggak kepengen dia berbuat lebih jauh dari itu," dalam jedanya, senyum geli Deva berubah menjadi pedih, "Gue khawatir sama masa depan dia."

"Yaaa, lo bisa bantu dia agar lebih baik."

Hanya sorot tak dimengerti Dista yang menyambut kalimatnya. Tak lama kemudian, Deva berpamitan pada Dista dan segera mengendari motornya. Dista berdecak sembari memperhatikan punggung Deva hingga hilang di penghujung jalan. "Ternyata mempertahankan suatu hubungan itu lebih sulit dari memulainya."

"Eh, Dista. Ngapain?"

Bagas tiba-tiba muncul, mengagetkan Dista. "Elo Kak yang ngapain? Astaga."

"Abis beli telur gulung. Mau?" Bagas menyodorkan sekantung plastik berisi 10 tusuk telur gulung yang asapnya masih mengepul. Ada bercak lada dan saus di sekitar camilan tersebut.

"Nggak deh, buat Kak Bagas aja," Dista akhirnya membuka gerbang untuk menghampiri Bagas yang duduk di tembok kecil setinggi betis dekat gerbang rumah mereka. "Kak Shira pulang kapan Kak, sama keluarganya?"

"Tadi sih pas gue keluar orang tuanya lagi mindahin tas ke dalam bagasi. Shira udah balik belum, yah?" Bagas memutar tubuh menghadap rumahnya berharap mendapat jawaban.

DisvawingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang