If I could fall into the sky
Do you think time would pass me by?
'Cause you know I'd walk a thousand miles
If I could just see you tonight
A Thousand Miles by Vanessa Carlton
.
Deva merenggangkan tubuhnya tepat ketika tiba di kamar. UNBK telah usai dan sekarang saatnya dia bersantai—untuk sementara waktu. Cowok itu menatap tabungan yang didaftarkan atas nama ibunya. Nominalnya tak banyak. Deva sadar dia tak bisa membiayai dirinya sendiri untuk pendidikan pilot.
Tiba-tiba, ia teringat belum menghubungi Shira sejak dua hari lalu.
Dia membuka ponsel dan langsung mengirim selfie dengan wajah tersenyum lebar. Shira paling suka jika Deva mengirimkan foto kegiatannya—terutama selfie.
Lashira Ratu : Ya ampun baru ngabarin!
Lashira Ratu : Ke mana aja kamuuu?
Devara Ramaditya : Abis ujian, hehe. Puyeng nih kepalaku.
Lashira Ratu : Pantes fotomu lehernya miring-miring gitu.
Lashira Ratu : Ah, aku abis ujian biasa aja kok.
Devara Ramaditya : Ngeledek, yaaaa.
Devara Ramaditya : Awas kamu, kalau ketemu kucubit-cubit.
Lashira Ratu : Ah, kapan juga? Kamu kan sibuk, susah diketemuin.
Deva tersenyum kecil. Shira terasa berbeda dari biasanya.
Devara Ramaditya : Minggu ini deh, mau?
Lashira Ratu : Nggak butuh janji, butuhnya pembuktian!
Deva tertawa membaca balasan itu. Setelahnya, Shira langsung menelepon. Dari gayanya bicara, tampaknya gadis itu baik-baik saja. Mungkin Shira sudah tak semanja dulu. Mungkin Shira akhirnya paham kalau Deva ingin gadis itu menjadi pribadi yang lebih baik.
. . .
Sabtu pagi, Deva sudah tiba di Cilegon. Dia berangkat dini hari. Berhubung orang tuanya tak ada di rumah, jadi Deva bisa bebas berangkat jam berapa saja. Saat tiba di belokan rumah Shira, cowok itu melihat seseorang yang asing di ingatannya. Seorang cowok jangkung berpakaian olahraga tengah berbicara dengan Shira di halaman rumahnya.
Ekspresi Shira tampak tak suka ketika laki-laki itu berbicara—lebih pada menggoda. Apalagi ketika tangan cowok itu terjulur dan mengacak rambut Shira. Wajah cerahnya ingin Deva tonjok. Tapi, cowok itu sudah keburu pergi ketika Deva tiba di hadapan Shira. Sedangkan Shira, dengan wajah jengkel kembali menyiram tanaman.
"Shira, hei," panggilan Deva menghentikan pergerakan Shira.
Gadis itu membeku, mendongak terkejut.
"Senyumnya mana?" Deva meraih wajah Shira dan mencubit pelan kedua pipinya.
Halaman rumah Shira yang tak berpagar membuat Deva bisa melihat penampilan Shira dari atas sampai bawah. "Pagi-pagi belum mandi. Tapi rajin sih, udah nyiram tanaman. Calon istri yang baik, ya?" sambung Deva karena Shira hanya bengong.
Setelah berkedip tiga kali, Shira tersadar dan mundur beberapa langkah sambil menutupi wajah. Rambut gadis itu dicepol asal, dia juga hanya memakai piyama dan sweater belel ternyaman. Sandal kebesaran yang dipakai ini punya ayahnya. Shira malu dan Deva menikmati wajah merona pacarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Disvawings
Teen Fiction"Kilau sayap kita yang berbeda ditakdirkan untuk mengepak bersama, menjangkau mimpi yang hampir padam ditelan keputusasaan." Dista gemar menulis, ngeri berada di tempat tinggi. Deva senang ketinggian, paling sulit berdiam diri untuk membaca. M...