00 : Sayap Milik Adista dan Devara [END]

8.3K 733 153
                                    

"Papa denger kemarin Deva abis upacara kelulusan, ya?"

Dista mengangguk. "Papa mau ketemu? Nanti Dista mau ketemu dia."

Hakim menggeleng. "Nggak, deh. Titip ucapan selamat aja ya buat dia."

Setelah salim pada kedua orang tuanya, Dista menyambar tas kuliah dan berkas kontrak novelnya. Rencananya, sepulang kuliah nanti dia akan langsung ke kantor penerbit untuk menyerahkan surat kontrak. Cewek itu tak menyangka berhasil menyelesaikan novel keduanya setelah kesulitan hampir setahun lebih. Dia juga tak mengira waktu akan berjalan begitu cepat. Masuk perguruan tinggi, bisa menerbitkan dua novel, dua tahun belakangan ini benar-benar menyenangkan.

Tapi sepertinya, tidak untuk Riana. Sepulang Dista bertemu editor, Riana menelpon dengan suara sengau. Kentara sekali kalau gadis itu tengah menangis.

"Move on dong, Ri! Jangan nangis terus, ah."

Isak tangis Riana masih terdengar di seberang sambungan telepon. "Lukas tadi hubungin lagi. Padahal udah sebulan lebih, gue hampir berhasil baik-baik aja. Tapi dia lagi-lagi minta maaf atas segala yang udah dia perbuat ke gue. Gimana gue nggak keinget lagi, coba?!"

"Udah, jangan baper. Dia hubungin karena merasa bersalah, bukan pengin balikan. Inget, dia udah nggak ada rasa sama lo sejak lama."

"Padahal gue udah digantungin hampir setengah tahun, udah sabar nunggu perasaan dia balik lagi karena dia masih mau coba," Riana terisak lagi. "Tega banget deh dia kayak gitu."

Dista menghirup napasnya dalam-dalam. "Hati manusia, Ri. Kita nggak bisa maksa kalau bahagia dia bukan sama kita. Lepasin dia. Lo pasti bisa dapetin yang lebih baik. Jangan berharap sama seseorang yang udah nggak menghargai elo. Jangan bertahan sama seseorang yang nggak mau memperjuangkan elo."

Ada jeda, dan Dista yang tengah menunggu di halte hanya bisa mendengarkan tangis serta curahan hati Riana tentang Lukas. Hubungan mereka berdua tidak berujung baik. Setengah tahun terakhir, Lukas mulai hilang kabar. Awalnya hanya sehari, dua hari, lalu tiga hari. Ketika mereka bertemu, Riana bertanya bagaimana perasaan Lukas. Sayangnya, cowok itu menjawab sudah tidak tahu, tapi tidak ingin putus. Timbullah insecure dalam diri Riana. Riana mencari pengakuan dari Lukas, mencari perhatian. Tapi semua perilaku itu malah menyebabkan Lukas semakin hilang rasa. Akhirnya Lukas memutuskan Riana sebulan lalu.

Dengan Riana yang masih mencintainya lebih dari seratus persen.

"Lain kali jangan kasih seluruh hati lo ke seseorang, ya. Cintai dia sewajarnya aja."

Dista merapalkan kata itu berulang-ulang, agar dirinya ingat bahwa hanya kepada Sang Pencipta lah seseorang dapat menitipkan seluruh hatinya.

Ekor mata Dista mendapati mobil Deva yang mendekat lalu menepi tepat di hadapannya. Di balik kemudi, cowok itu tersenyum lebar saat pandangan mereka bertemu. Entah kenapa mendengar kisah Riana mengingatkannya akan hubungan Deva dan Shira. Dista tak tahu bagaimana kabar Shira saat ini, semoga dia baik-baik saja dan bisa bahagia.

"Halo! Mau makan di mana nih kita?" sapa Deva begitu mobil melaju.

"Pengin sate. Ada nggak ya jam segini?"

"Yah lo sih nyarinya yang susah. Jam segini mah tukang sate belum pada buka. Masa iya mau keliling Jakarta di jam sibuk gini? Tua di jalan, Dis." Deva berceloteh, tampak jelas kalau dia tengah dalam mood yang bagus.

"Ada panggilan interview?" tanya Dista tanpa basa basi.

Deva tertawa, tapi terdengar seperti dengusan. "Susah, Dis. Mungkin jaman bokap lo dulu masih dibutuhkan banget sampe dapet beasiswa, atau tahun-tahun lalu masih banyak lulusan pilot yang langsung disalurkan ke maskapai-maskapai. Tapi sekarang beda, Dis. Kemarin aja pas gue tes ada beratus-ratus pelamar."

DisvawingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang