Don't Make Me Let You Go - Chapter One

96.4K 1.6K 73
                                    

Don't Make Me Let You Go - Chapter One

Aku berhenti menyendok supku saat melihat Conrad yang sedang duduk bersama dengan teman-teman satu tim futbolnya. Mereka semua sedang membicarakan sesuatu yang tak bisa kudengar dengan jelas, meski begitu aku tidak begitu peduli karena semua perhatianku tertuju pada Conrad. Ia terlihat sedang berbicara dengan Liam yang duduk di sebelahnya dan tertawa entah kerena apa. Aku tersenyum kecil saat memandang wajah Conrad yang sekarang sedang tersenyum.

Sejak dulu sampai sekarang, senyumnya memang selalu menular.

Aku kembali menyendokkan supku, diam-diam masih memperhatikan Conrad. Rambut hitamnya yang sudah hampir mencapai bahu membuatku yakin kalau lagi-lagi ia lupa untuk memotongnya. Kemeja biru tua yang dikenakannya sama persis seperti dua hari yang lalu, pasti ia memilih baju bersih yang diletakkan di tumpukan paling atas. Conrad memang bukan termasuk orang yang memikirkan penampilannya dan selalu tampil apa adanya, namun ia selalu mampu untuk membaur dengan siapa pun. Pria itu tidak menyadarinya, tapi kharisma alami yang ia miliki benar-benar mengerikan. Hanya dengan kehadirannya, udara yang pengap bisa berubah begitu saja menjadi lenggang.

Aku hampir-hampir menjatuhkan sendok supku saat mendadak Conrad tersenyum ke arah mejaku yang berada tak jauh dari tempat ia duduk. Dadaku langsung berdegup kencang meski tahu senyum yang bisa membuatku kehabisan napas itu bukan untukku.

Tersenyum muram, aku menoleh untuk menatap Belle yang duduk di sebelahku. Dengan kaos ketat dan celana jins yang melekat sempurna di kaki panjangnya, hari ini Belle terlihat sempurna seperti biasa.

Ya. Aku mendesah pelan. Faktanya senyuman lembut itu milik Arabelle yang sedang meniupkan ciuman untuk Conrad.

Belle baru pindah ke sekolah ini, St. Peter high, tiga bulan yang lalu. Dengan rambut pirang berkilau dan sepasang mata biru jernih yang mengagumkan, ditambah dengan tubuh yang mampu membuat semua pria normal melotot dengan mulut terbuka, Belle langsung menjadi salah satu gadis paling populer di sekolah ini. Aku tidak terlalu terkejut, mengingat sejak kecil Belle memang sudah terlalu cantik.

Arabelle adalah sepupu jauhku yang sejak dulu tinggal di London karena pekerjaan orang tuanya. Dan tidak seperti di film atau novel yang menceritakan setiap gadis cantik pasti bersifat bitchy, Belle sangat baik padaku. Sebagai perempuan aku bahkan menganggap senyum Belle sangat menawan, pembawaannya anggun dan juga menyejukkan.

Tidak sepertiku yang suram.

Jika Belle adalah surga, maka mungkin dalam kasusku aku berada dalam perbatasan antara surga dan neraka. Hades. Tinggiku hanya lima kaki satu inci—terakhir kali aku mengukur. Dari almarhumah ayahku yang orang Meksiko, aku mewarisi rambut gelap, alis mata tebal, dan mulut yang ukurannya dua kali lebih besar dari yang seharusnya. Mataku jauh dari biru; warna mataku coklat gelap dan terlalu besar hingga aku terpaksa memakai kacamata untuk menyembunyikan mataku yang terlihat seperti orang melotot. Bentuk tubuhku sangat kurus meski aku sudah makan lebih banyak dari orang kebanyakan, benar-benar berharap akan ada sedikit lekukan di tubuhku.

Aku tidak pernah kelihatan mencolok di tengah keramaian dan aku tidak menyukai tempat yang terlalu ramai. Aku lebih suka berada di pojok. Aku merasa paling bahagia ketika aku sedang membaca sendirian. Sikap seperti itu serta nilai bagus yang kuperoleh di sekolah menghancurkan kesempatanku untuk menjadi populer di tengah-tengah teman sebayaku.

Singkatnya, aku adalah gadis rata-rata.

Oke, mungkin aku terlalu melebih-lebihkan. Mengingat dulu aku selalu diejek jelek oleh teman-teman sekolahku.

“Cat, maaf, Conrad menyuruhku datang ke mejanya,” ujar Belle sambil berdiri dengan membawa baki makanannya. Ia tersenyum sambil memberikan pandangan meminta maaf padaku.

Don't Make Me Let You GoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang