PROLOG

69.3K 5.6K 140
                                    

Khiya melangkah dengan ragu ke dalam ruangan bosnya. Dari ambang pintu yang terbuka, dia dapat melihat lelaki berkulit kecokelatan itu sedang sibuk dibalik laptopnya. Kedua mata tajamnya, yang selalu membuat anak buahnya ketakutan, sepenuhnya terpusat pada layar di depannya. Bahkan, setelah mendengar Khiya mengetuk pintu ruangannya, perhatian lelaki itu tidak sekalipun beralih. Dia hanya bergumam pelan, mempersilahkan salah satu staf di departemennya itu untuk masuk.

"Sudah kamu cari penawaran harga barang yang waktu itu saya bilang?" tanya lelaki berekspresi datar itu bahkan sebelum Khiya mendudukkan dirinya dengan benar di bangku yang berada di hadapan sang atasan.

"Eumh, itu ... " ucapan Khiya terputus saat kedua mata setajam elang itu akhirnya tertuju padanya. "Saya masih mencari harga terbaik, Pak."

"Kenapa lama sekali? Saya menyuruh kamu minggu lalu, kan? Apa sesulit itu minta penawaran harga dari supplier?" tanyanya dengan dingin.

Diberi tatapan seperti itu, Khiya pun semakin gugup. Sudah jadi rahasia umum kalau bosnya itu sangat tegas dan tidak jarang kejam pada anak buah yang dianggapnya tidak becus bekerja. Dan, bukan kali ini saja Khiya menerima amukan dari lelaki itu. Bahkan, dalam satu minggu ini, ini sudah kali ketiga Khiya diomeli karena kinerjanya yang buruk.

"Sudah berapa lama kamu bekerja di sini?"

Khiya terdiam menatap wajah tampan, tetapi menakutkan bosnya. Seandainya lelaki itu mau sering tersenyum, dia pasti akan terlihat lebih tampan, batin Khiya.

"Ehm, tiga tahun ... eng ...."

"Tiga tahun empat bulan!" sela lelaki itu dengan suara tegas. Khiya meringis kecil, mendengar bosnya bahkan lebih tahu mengenai hal tersebut dibandingkan dirinya. "Dan, kamu tahu seperti apa performa kamu selama itu?"

Khiya terdiam sambil menundukkan kepalanya.

"Parah! Buruk sekali!" seru bosnya yang membuat Khiya semakin menautkan jari-jarinya dengan erat. "Kalau kamu seperti ini terus, maka maaf saja, lebih baik kamu mengundurkan diri. Karena saya tidak butuh bawahan yang bahkan tidak mengerti apa yang dia kerjakan."

Khiya menggigit bibir bawahnya. Ini bukan kali pertama bosnya itu menyuruhnya untuk mengundurkan diri. Namun, tetap saja, Khiya selalu merasa sakit hati mendengarnya. Meskipun pada kenyataannya, ucapan lelaki itu benar adanya. Khiya tidak seharusnya tetap di sana dengan pekerjaannya yang sangat mengecewakan.

"Sore ini, saya mau tiga penawaran harga yang berbeda sudah ada di meja saya."

"Baik, Pak."

"Sekalian kamu pikirkan lagi. Apa tujuanmu masih terus bertahan di tempat ini," ucap lelaki itu dengan tegas sebelum mengusir Khiya keluar dari ruangannya.

Saat Khiya menutup pintu ruangan lelaki itu, senyuman tipis tersungging di bibirnya bersamaan dengan bisikan pelan yang hanya mampu didengar oleh dirinya.

"Karena aku nggak bisa jauh dari kamu."


TBC

Been ThroughTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang