12. Slow but Sure

30.1K 3.9K 530
                                    

Haloowwww epribodeh!!! Akhirnya bisa update juga. Wkwk.

Kali ini author note di atas biar pada baca. Soalnya kayaknya aku kemarin bikin kericuhan deh gara-gara postingan status di ig dan wattpad. Banyak yang salah ngira kalau aku bakalan unpublish ceritanya dan ga lanjutin lagi. Wkwkwk. Bukan begitu ya, teman-temanku tercintah. Maksud aku tuh, aku updatenya bakalan lama. Mungkin tiga minggu atau sebulan sekali. Gicuh loh. Ga kayak jaman My Lady dulu yang tiap minggu. Apalagi pas Black Pearl yang tamat cuma dalam 3 minggu (rekor yang tidak bisa saya pecahkan hingga sekarang). Jadi, calm down ya teman-teman. Aku pasti tamatin ini cerita kok. Meskipun butuh 100 tahun (eaaaa).

Dan, untuk teman-teman yang komen di Ig dan Wattpad, yang menyemangati aku, aku ucapkan terima kasih. Aku nggak balas komen kalian satu-satu karena aku pikir, daripada bilang "Makasih" doang karena udah dimaklumi kemalasannya, mending aku usaha buat update. Dengan begini aku bisa nunjukin ke kalian betapa besar rasa terima kasihku untuk kalian yang selalu sabar.

GOMAWOOOO YEOROBUUUUNNNN *kiss *kiss

Bhaique, tanpa basa-basi lagi, selamat membaca!


===


"Ravi sakit. Dia nyuruh aku nemenin kamu."

"Nggak. Mending gue sendiri aja!"

Khiya berjalan cepat melalui Kavin tanpa mau melihat lelaki itu lagi. Dengan berbekal kenekatan, Khiya berdiri di pinggir jalan di depan hotelnya, menunggu angkot yang lewat. Dia tidak peduli angkot itu akan membawanya ke mana. Yang penting, dia harus segera menghilang dari hadapan lelaki itu. Nanti di perjalanan, dia baru akan pikirkan tujuannya.

Sekitar lima menit kemudian, sebuah angkot berwarna hijau terlihat melaju ke arahnya. Di kaca depannya, tertulis jurusan angkot tersebut yaitu Kalapa – Dago. Khiya melambaikan tangannya, mencoba menghentikannya. Angkot itu pun berhenti di hadapannya. Namun, saat Khiya akan menaikinya, pergelangan tangan kanannya di tarik sehingga tubuhnya limbung ke belakang.

"Nggak jadi, A', salah angkot," ucap lelaki yang berdiri di sebelah kanannya. Angkot itu pun kembali melaju meninggalkan mereka.

Khiya sudah akan protes dan menghempaskan cengkeraman itu, tetapi Kavin mendahuluinya dengan melepaskan tangan Khiya sambil berkata,

"Itu arah Kalapa. Kalau mau ke Lembang, naik yang ke arah Dago," ucapnya sambil menatap Khiya tanpa ekspresi.

"Yang bilang gue mau ke Lembang siapa? Nggak usah sok tahu lo!" ketus Khiya emosi.

"Kamu nggak akan menemukan Surabi, Ubi Cilembu, dan Tahu Susu di Kalapa." Kavin tidak terpancing sedikitpun dengan emosi Khiya. Dia tetap tenang menghadapi gadis itu.

"Gue bisa sendiri." Khiya berbalik badan dan kembali berjalan menjauh.

Saat melihat jalanan di depannya sudah kosong, gadis itu pun berjalan menyebranginya. Kalau tadi arah Kalapa, berarti Khiya hanya perlu menyebrang untuk menuju Dago kan?

Sesampainya di seberang, Khiya mencoba melihat ke tempat sebelumnya, mencari keberadaan lelaki itu. Namun, dia tidak lagi di sana. Khiya pun mengembuskan napasnya.

Lega? Atau kecewa?

"Mencariku?" sapaan dari belakangnya, membuat Khiya terlonjak kaget.

Khiya berbalik badan melihat Kavin yang menatapnya sambil tersenyum geli.

"Ngapain sih lo ngikutin gue?!"

"Aku juga mau naik angkot."

"Ngapain? Lo kan punya mobil?!" seru Khiya semakin jengkel.

Been ThroughTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang