4. Hotheaded Boy

51.2K 4.2K 328
                                    

Sepuluh tahun yang lalu ....

"Semua tugas dikumpulin ke gue. Yang masih nyalin kerjaan temannya, mendingan dipercepat, karena lima menit tugas nggak ada di tangan gue, nama kalian akan gue catat dan gue kasih ke Pak Heri. Empat menit lagi." Ucapan pemuda di depan kelas itu pun membuat satu kelas langsung heboh. Beberapa murid yang masih menyalin pekerjaan temannya, langsung mempercepat gerakan tangannya. Sedangkan, murid lain yang sudah selesai, hanya melihati teman mereka yang lain sambil tertawa.

Tugas matematika hari ini sangatlah penting. Karena akan mempengaruhi nilai akhir mereka nantinya. Karena itu, semua murid berusaha keras menyelesaikannya.

"Tiga menit lagi."

"Bangsat banget emang si Pak Ketu!" umpat Adipa sambil melirik sekilas ke pemuda di depan, yang merupakan ketua kelas mereka. "Galaknya nyaingin Pak Heri. Gue sumpahin nikah sama nenek lampir dia nanti."

"Daripada lo ngedumel, mending lo cepetan nyalin, Dip!" tegur Amri yang juga sedang menyalin di sebelahnya. "Ky, lo udah kelar? Bacain lah, biar cepet."

"Gue juga belum kelar, Amirudin!" sahut Khiya yang tidak kalah paniknya. "Duh, kan, gue salah nulis. Angka tiga jadi delapan."

"Dua menit lagi!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Dua menit lagi!"

"Argh!!!" teriak hampir separuh isi kelas.

"Fuck. Fuck. Fuck. Fuck," umpat Adipa masih sambil menyalin. "Bangsaaattt, ayo tangan cepet jalannya."

"Bernanah kuping gue tiap dengerin lo ngomong, Dip!" seru Khiya.

"Satu menit lagi!"

"Sabar woy elah!!!!" seru Adipa dengan lantang.

"Kagak ngaruh lo teriakin. Ndablek gitu dia," seru Amri. "Done!!!!" teriak Amri dengan penuh kemenangan. "Ayo, rakyat miskinku, bergerak cepatlah kalian."

"Bangsat, bantuin gue!"

"Sorry, Bro. You're on your own!" ledek Amri.

"Kumpulkan sekarang! Saya hitung sampai tiga. Satu ...."

"Anjing beneran si Pak Ketu. Gue gamparin dia abis ini!" maki Adipa sebelum akhirnya menyerah dan segera beranjak dari kursi. "Khiya, mana buku lo?" pinta Adipa pada Khiya yang masih berusaha menulis. "Udah, percuma! Lo mau si Pak Ketu nyoret tugas lo?"

Khiya mengerang pelan, sebelum memberikan bukunya ke Adipa. "Gue belum tiga soal lagi."

"Gue masih lima lagi, Jir. Udahlah. Pasrah aja."

Adipa kemudian maju ke depan dan memberikan bukunya, Amri, dan Khiya ke Ketua Kelas yang sudah menunggu.

"Makanya kerjakan dari tadi, jangan ngobrol aja," ucap Ketua Kelas sambil menyeringai sinis pada Adipa.

"Bacot lo, Jing!" maki Adipa sebelum berbalik badan.

Saat mendudukkan dirinya lagi di sebelah Amri, Adipa masih menyorotkan tatapan tajamnya ke Ketua Kelas yang sedang mengumpulkan semua buku murid-murid.

Been ThroughTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang