6. Be Friend

32.4K 4K 257
                                    

Khiya sedang mengunyah makan siangnya di dalam kelas saat tepukan kencang mendarat di bahunya. Khiya pun langsung terbatuk karena itu. Setelah berhasil mengendalikan dirinya, Khiya memberikan tatapan mautnya pada lelaki yang sudah duduk di sebelahnya saat ini.

"Lo mau gue binasahkan ya, Dip?" seru Khiya marah. "Kalau tadi gue mati gimana?"

"Ya, tinggal dikubur. Susah amat," jawaban Adipa itu pun mendapatkan tabokan kencang dari Khiya. "Lo kenapa sama si Pak Ketu?" tanya Adipa sambil menunjuk dengan dagunya Kavin yang duduk di depan, sedang membaca buku entah apa. "Gue perhatiin dari dua minggu lalu kalian nggak saling sapa. Pecah kongsi?"

"Lo pikir partai!" Khiya melirik sekilas punggung Kavin lalu mengendikkan bahunya. "Biasa aja kok."

Adipa menatap Khiya tidak percaya. "Nggak usah bokis lo. Jelas-jelas kalian jaga jarak gitu. Kenapa? Pertengkaran suami istri ya? Udah ngalah ajalah. Cewek di mana-mana itu selalu benar."

"Lah, terus kenapa gue yang ngalah?"

"Loh? Kan istrinya si Pak Ketu yang bawelnya nyaingin emak di rumah," jawab Adipa sambil terbahak.

Khiya langsung menoyor kepala Adipa karena suaranya yang keras itu. "Berisik lo!"

"Bukannya jadian malah berantem, gimana sih kalian?" Adipa menatap Khiya sambil menggelengkan kepala. "Kan, lumayan pacaran sama anak pintar gitu. Mana tahu lo dikasih contekan UN nanti."

"Yang ada gue diceramahin tujuh hari tujuh malam sama dia, Dip."

Adipa kembali tergelak. "Iya juga. Dia kan pelit."

Khiya kembali mengunyah makan siangnya. Namun, matanya terus tertuju pada punggung lebar Kavin. Menatap dari kejauhan pemuda yang sejak dua minggu lalu menjaga jarak dengannya setelah penolakan Khiya. Kavin masih menjadi tutor Khiya, tetapi selain membahas pelajaran, Kavin tidak pernah lagi mengajaknya ngobrol seperti sebelumnya. Dan, di luar jam tutor, Kavin tidak lagi menghampirinya.

Dan, Khiya sangat merindukan sosok bawel itu.

"Kenapa lo tolak dah kalau emang suka?" tanya Adipa lagi.

Khiya menoleh menatap Adipa bingung. "Sotoy lo!"

"Halah, nggak usah ngelak. Gue tahu kok kalian saling suka. Satu kelas juga tahu," ucap Adipa sambil memutar bola matanya. "Dan, cuma satu alasan kenapa tiba-tiba dia jauhin lo, dia nembak tapi lo tolak. Iya, kan?"

Adipa mungkin kelihatan bodoh dan urakan, tapi sebenarnya lelaki itu adalah pengamat situasi yang handal. Dia selalu bisa membaca kondisi di sekitarnya. Apalagi kalau itu teman dekatnya.

"Menurut lo, apa kelebihan gue, Dip?" tanya Khiya tiba-tiba.

"Jangan tanya gue lah. Tanya Amri tuh yang sampai sekarang masih naksir lo meskipun ditolak berkali-kali." Adipa terkekeh.

Khiya pun menoyor kepala Adipa, geram. "Nggak usah dibahas, Kampret. Bikin gue keingat lagi."

"Dulu lo tolak Amri, gue bisa sedikit paham lah. Dia begajulan kayak gue, nilainya pun di bawah lo yang jelas-jelas nggak pinter juga, dan kehidupannya pun dipenuhi balapan liar dan alkohol. Tapi, Pak Ketu kebalikan dari semua itu. Apalagi yang bikin lo ragu? Lo ngarep pangeran Kelantan yang nembak lo?" cibir Adipa.

"Dia terlalu baik buat gue," lirih Khiya.

"HALAH!" seru Adipa kencang yang membuat murid-murid yang berada di dalam kelas menatapnya selama beberapa saat.

"Bacot lo!" umpat Khiya kesal, karena Kavin juga jadi menatap keduanya saat ini.

"Serba salah ya sama lo. Cowok bandel, lo kagak mau. Cowok baik, lo juga kagak mau. Gue cekek ajalah lo. Biar mati sekalian. Ribet banget jadi orang," ketus Adipa terlihat emosi.

Been ThroughTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang