10. I Just Can't Stop Thinking About You

34.6K 4K 794
                                    

"Kita putus aja."

Tubuh Kavin menegang. Pelukannya ditubuh Khiya semakin menguat.

"Nggak," bisik Kavin sambil memejamkan matanya. Kavin menenggelamkan wajahnya pada helaian rambut Khiya. "Aku nggak mau."

Khiya berusaha melepaskan diri dari Kavin sambil terisak. Namun, lelaki itu memeluknya begitu erat. Tidak mengizinkan Khiya menjauh satu centi pun dari dirinya.

"Maafin aku. Aku salah. Aku sadar aku berengsek karena udah ngehianati kamu, Ky. Tapi, sumpah demi Tuhan, yang aku cinta cuma kamu. Dia ... aku ngelihat dia nggak lebih dari pengganti kamu. Karena dia mirip kamu. Maaf karena aku tolol."

Khiya mendengus di antara isak tangisnya. "Kalau kamu memang cinta aku, kamu nggak akan ngehianati aku. Kamu tahu gimana takutnya aku dulu buat nerima kamu karena pernah dikhianati, kan? Sekarang, kamu malah ngelakuin hal yang paling aku benci. Apa kamu pikir aku masih mau maafin kamu?"

"Baby."

"Lepasin!" ucap Khiya seraya memberontak dari rengkuhan Kavin. "Lepasin gue, Kavin!!!" teriak Khiya kencang, terdengar begitu emosi.

Kavin akhirnya melepaskan pelukannya. Tidak menyia-nyiakan kesempatan, Khiya langsung bergerak menjauh. Dia membalikkan badan, menatap Kavin dengan masih beruraian air mata. Namun, kali ini tatapan sakit hatinya berubah menjadi tatapan benci. Tatapan penuh amarah Khiya terhadap Kavin.

"Gue bisa mentolerir sikap lo yang sering ngeselin. Gue juga bisa nerima hubungan kita yang berjarak jauh sehingga jarang bertemu. Gue bahkan masih bisa bersabar meskipun nyokap lo nggak pernah menyembunyikan keenggaksukaannya ke gue setiap kali kami bertemu. Tapi, pengkhianatan lo ... gue sama sekali nggak bisa terima."

Khiya menarik napas dalam seraya menghapus air yang mengalir di pipinya.

"Seharusnya lo sadar, di detik pertama lo mulai berkhianat, di saat itu pula lo udah kehilangan gue. Karena saat ini, udah nggak ada lagi cinta gue buat lo. Yang tersisa cuma rasa jijik dan benci." Khiya menatap Kavin tajam. "Gue harap, gue nggak akan pernah lagi ngelihat lo. Sampai gue mati nanti."

"Khiya," lirih Kavin berusaha berbicara, tapi Khiya langsung membuang mukanya.

"Ky?" Suara Sigra yang terdengar dari belakang Kavin, membuat Khiya kembali menoleh ke depan. Mata Khiya kembali basah melihat temannya itu. Saat ini, Khiya hanya ingin pergi menjauh dari Kavin dan melihat Sigra membuatnya lega.

Hanya Sigra yang Khiya kenal di kota ini. Khiya tidak tahu lagi kemana harus meminta bantuan.

"Gue mau pergi, Sig," ucap Khiya sambil menahan isakannya. "Sama lo."

Sigra melirik sekilas Kavin yang masih menatap Khiya sendu, sebelum beralih menatap wajah pias Khiya. Meskipun Sigra ingin mengamuk pada Kavin, tetapi Khiya lebih penting saat ini. Urusan Kavin, akan dia selesaikan belakangan.

"Ayo!" Sigra pun berjalan menghampiri Khiya tanpa menoleh pada Kavin.

Khiya kemudian berjalan mengikuti Sigra menuju mobil lelaki itu yang diparkir di depan gedung indekos. Meninggalkan Kavin yang hanya bisa terpaku di tempat. Tidak mampu melakukan atau berkata apa pun lagi.

Karena Kavin sadar, Khiya sudah sangat membencinya saat ini.

***

"Kak Kavin, kalau ini gimana caranya?" Pertanyaan dari anak lelaki di sebelahnya, membuyarkan lamunan Kavin sedari tadi. Kavin pun langsung melihat soal matematika yang ditunjuk oleh anak tersebut dan mulai memberikan penyelesaian yang mudah dimengerti. Anak lelaki itu memerhatikan dengan saksama ucapan Kavin.

Been ThroughTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang