14

712 77 20
                                    

"Gue udah tahu bahwa.."

"Bahwa apa, Nona? Saya ngerasa nggak--"

Yuki berdiri, ia menarik tangan Chika, membuat Chika berdiri dengan terpaksa.

"Katakan, dimana makam Chella!" kata Yuki.

"A-apa?"

"Lo nggak usah pura-pura kebingungan lagi karena gue yakin, lo itu sahabatnya Chella. Iya, kan?" kata Yuki.

Chika menenggak ludahnya dengan susah payah. Yuki sudah tahu, lalu dia harus bagaimana?

"Chika Ariska!" Yuki memanggil nama panjang Chika, ditatapnya Chika dengan alis yang terangkat sebelah. "Lo dipecat tapi gue akan bantu nyariin lo tempat kerja yang lebih baik. Gue cuman mau lo ngasih tahu gue, dimana makam Chella. Gue mau minta maaf.."

"Nona--"

"Gak usah pura-pura lagi, Chika! Gue tahu, gue cuman biarin pembullyan itu terjadi sama lo dan gue pengen--"

"Aku mengerti!" kata Chika, ia menggaruk-garuk kepalanya. "Maaf, Yuki, aku nggak bisa. Tapi aku yakin, Chella udah memaafkanmu. Chella adalah gadis yang pemaaf"

"Kena--"

"Aku mohon, biarkan aku tetap bekerja disini!" Chika langsung berjongkok dihadapan Yuki, ia menautkan kedua tangannya dihadapan dada dan menatap Yuki dengan tatapan memelas. "Hanya itu yang bisa kamu lakukan, jika kau ingin aku memaafkanmu"

Yuki mengernyit, kenapa Chika masih mau bekerja sebagai pembantu?

"Chika, lo itu cewek yang pintar kan? Harusnya lo udah dapet pekerjaan yang lebih--"

"Tapi aku tidak bisa! Tolong mengerti dan biarkan aku bekerja disini! Aku akan menjadi pembantu yang baik dan soal masalalu itu, aku akan melupakannya" kata Chika.

Melihat tatapan memelas Chika, akhirnya Yuki mengangguk. Setelah itu, Yuki membantu Chika berdiri kembali dengan memegang kedua pundak Chika.

"Baiklah. Tapi jika lo mau, gue bisa bantu lo kapanpun dapetin kerjaan yang lebih baik" kata Yuki.

"Ya, terimakasih" kata Chika sembari tersenyum penuh terimakasih.

***

"Ki, lo kenapa sih?" tanya Stefan, saat berada di ruang makan.

Yuki yang baru saja mau menyuapkan makanannya pun menatap Stefan yang duduk dihadapannya. Ia jadi menyimpan sendok makannya itu, tidak jadi menyuapnya.

"Kenapa apa?" Yuki bertanya balik, bukannya menjawab.

"Semalem lo mengingau terus berteriak-teriak nggak jelas. Gue bingung. Apalagi lo nyebut-nyebut nama gue terus memeluk gue dengan erat" kata Stefan.

Yuki memang belakangan ini sering mendapatkan mimpi buruk, yang entah kenapa berhubungan dengan Stefan.

"Lo nggak suka dipeluk, ya?" kata Yuki, dengan alis terangkat sebelah.

"Nggak, bukannya gitu. Tapi kan, lo meluknya terlalu erat, bikin gue susah napas. Ntar gue mati lagi" kata Stefan.

"Hmm, sorry, Stef. Gue mimpi buruk, gak tau kenapa" kata Yuki, ekspresinya datar-datar saja.

"Tentang gue?" kata Stefan.

Yuki mengangguk membenarkan. Stefan menduga, Yuki pasti sedang badmood kali ini, buktinya Yuki terlihat tidak seperti biasanya. Dan Stefan pun menduga, ini pasti disebabkan mimpi buruk Yuki.

"Lo keliatan bad mood. Eh tapi.." Stefan memicingkan matanya, menatap Yuki dengan curiga. "Apa lo udah mulai suka sama gue, ya? Ya, nggak diragukan lagi sih! Gue kan emang ganteng jadi gampang disukai oleh cewe--"

"Ck! Kepedean!" kata Yuki, menatap Stefan dengan kesal.

"Akui saja! Lagian, gue juga udah mulai--"

"Ya, nggak heran sih, gue kan cakep plus famous jadi gue gampang dicintai cowok kayak lo" kata Yuki dengan senyum bangganya.

Stefan tersenyum simpul, merasa sedikit berhasil mengembalikan mood Yuki.

"Bangga amat. Eh, kita emang cocok sih. Lo cantik dan gue ganteng" kata Stefan sambil mengedipkan sebelah matanya.

"Gue.. Cantik?" Yuki terlihat tersipu malu.

"Yup. Bukannya lo udah biasa dipuji, ya? Eh, kan yang muji gue. Pasti lo ngerasa lebih bangga dua kali lipat" kata Stefan.

"Sikap kepedean lo itu, ya, harus dikurangin!" kata Yuki, ia tersenyum lagi, tapi sejurus kemudian senyumnya memudar.

Ekspresi Yuki berubah datar lagi, Yuki mengingat mimpi buruknya lagi.

Stefan bingung, dia mengerti bahwa Yuki tengah mengingat mimpi buruknya.

"Lo bad mood karena mimpi lo itu, kan?" kata Stefan.

"Eh, gue nggak bad mood, kok" kata Yuki.

"Oh ya?" Stefan mengangkat sebelah alisnya. "Gue sebagai suami yang baik, bakalan bikin mood lo balik lagi"

Yuki tidak tersenyum mendengar ucapan Stefan yang penuh kebanggaan. Yuki justru merasa takut... Tidak bisa mendengar ucapan penuh kebanggaan dari Stefan lagi. Yuki punya.. Firasat buruk.

"Eh, mood lo belum baik juga ya? Udahlah, gue ngerti kalau lo mimpi buruk tentang gue. Gue nggak ngerti sih, kenapa mimpi begitu mempengaruhi lo pagi ini. Padahal itu cuman mimpi kok" kata Stefan.

"Masalahnya gue takut aja, sesuatu yang buruk dari mimpi gue justru terjadi beneran" kata Yuki.

"Mimpi itu nggak bakal jadi kenyataan, kalau lo nggak mikirin terus. Udah, deh, gak usah lebay-lebay amat mikirin mimpi itu!" kata Stefan.

"Tapi kan.."

"Udahlah, cepet habisin makan lo. Ini kan, udah mau jam pertama kuliah lo" kata Stefan.

"Lo tau jadwal gue?" tanya Yuki.

Stefan mengangguk, "gue mau mempelajari semua tentang lo"

"Hmm, yaudah deh" Yuki berdiri.

Sebelum Yuki melangkah pergi, Stefan mengucapkan, "Gue akan bantu lo nggak mikirin mimpi omong kosong itu! Gimana kalau sore ini kita jalan?"

Yuki yang berdiri memunggungi Stefan diam-diam tersenyum. Jalan bareng, sepertinya itu akan menyenangkan.

"Ah, iya! Gue mau!" kata Yuki, kemudian ia melangkah pergi.

Stefan menatap kepergian Yuki dengan tersenyum. Lalu Stefan memakan makanannya, yang sedaritadi hanya didiamkannya.

***

"Nat"

"Hmm"

Verrel dan Nata, sedang duduk berdua di sofa ruang santai.

"Kamu mau jalan, nggak? Ya selama ini, aku selalu mendiamkan kamu. Aku yakin kamu nggak nyaman dengan keadaan itu. Sejujurnya, aku merindukan Yuki entah mengapa. Tapi semenjak kamu menolongku.. Aku merasa, perasaanku padamu mulai kembali. Sejak saat itu pun, aku jadi mengingat saat-saat dimana kita dekat, sebelum aku pacaran dengan Yuki" jelas Verrel.

Natasha tersenyum tipis, mendengar ucapan Verrel.

"Ya, kurasa kita harus memulai semuanya lagi, dari awal. Yuki juga kayaknya udah mulai nyaman dengan Stefan" kata Nata.

"Ah, gimana kalau kita memulai momen Indah bersama? Hmm, kita jalan ke Taman sore ini. Gimana?"

Nata mengangguk, "ya, aku setuju"

Verrel tersenyum, kemudian ia mengusap kepala Nata.

Deg! Deg! Deg!

Nata merasa jantungnya berdegup kencang

***

Maaf ya part kali ini pendek. Di part depan diusahakan lebih panjang lagi, soalnya aku lagi mikirin moment yang Bagus buat mereka. Vote dan komen jangan lupa ya.

Exchange 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang