18

555 61 10
                                    

Pagi harinya, Cerry dan Yuki sepakat bertemu di kafetaria sebelum jam pertama mata kuliah mulai.

Mereka duduk di pojok kafetaria, setelah mengambil makanan.

"Jadi, ada apa?" tanya Yuki, ingin langsung pada intinya.

"Aku mau berbicara banyak hal, soal Chella. Kau tahu, aku sangat menyayangi dia. Lebih dari apapun itu. Aku juga mau meminta maaf padamu, kurasa kau tidak benar-benar salah. Tapi aku ingin tahu, mengapa kau membiarkan Chella meninggal?" kata Cerry.
"Gue juga nggak tahu gimana, Cerry. Tubuh gue cuma terpaku, seakan nggak bisa gerak melihat Dena yang mendorong Chella. Gue nggak mengerti mengapa gue diem juga, pas polisi nanyain banyak hal dan gue justru ngikutin perkataan Dena, gue disuruh bilang ke polisi kalau Chella mati bunuh diri"

Kembali, Yuki teringat kejadian mengerikan itu. Dimana ia melihat dengan mata kepalanya sendiri, kematian Chella.

Flashback on!

"Chella kok lo pelit amat sih, Chel? Gue cuma minta jawaban doang tuh! Tapi apa? Eh Chel, kalau lo ngasih gue jawaban itu, gue nggak bakal tuh remedial kayak tadi. Dan memalukannya, cuma gue yang remedial. Ini semua karena lo"

Saat itu, Yuki, Dena, Chella serta Caca dan Rann --teman segeng Dena-- berada di lantai paling atas gedung sekolah. Tidak ada orang lain disana, hanya ada mereka.

Caca dan Rann, hanya diam melihat Dena yang perlahan-lahan menarik rambut kepang Chella. Chella menunduk dan menangis, pasrah akan perlakuan Chella. Chella juga agak menyesal, karena tidak memberi tahukan jawabannya ketika ulangan berlangsung. Tapi disatu sisi Chella juga lega, setidaknya ia melindungi jawabannya sebab ia lelah belajar dan tidak ingin orang lain seenaknya saja mendapatkan jawabannya.

"Kenapa lo diam aja, hah? Lo harus minta maaf sama gue, Chella! Dan lo harus janji untuk sering ngikutin perintah gue, kalau lo mau selamat! Paham lo, hah?!" kata Dena.

Chella menggeleng. Kali ini tidak. Dia nggak mau terus seperti ini, tidak mau diperlakukan seenaknya. Ia mendongak dan menatap Dena dengan berani. Kali ini, dia merasa harus memperjuangkan haknya. Dia akan melapor nantinya, jika saja ia terluka.

"Aku nggak mau! Terus kamu mau apa? Aku punya hak ya untuk nolak kemauan kamu. Semua manusia juga punya hak asasi manusia dan kamu--"

"Jadi lo mau sok pinter lagi, hah?!" Dena menyentuh pundak Chella dan mencengkramnya, membuat Chella meringis kesakitan. "Lo mau mati?"

"Kalau Tuhan berkehendak. Apapun itu, aku nggak mau lagi nurutin kemauan kamu" kata Chella.

Dena terlihat geram, Chella membuatnya merasa marah dan tidak terima. Dena merasa semua kemauannya harus terpenuhi, tapi Chella menentangnya dan dia tidak menyukainya.

"Dena, jangan nyari masalah, Den. Kalau lo sampai bikin Chella makin parah, maka lo akan nanggung akibat yang besar" kata Yuki, yang berada dibelakang Dena bersama Caca dan Rann.

Rann menyikut lengan Yuki. "Nggak usah ikut campur deh, Kuy. Lagian emang si nerd itu pantes dapetin perlakuan kasar dari Dena. Kalau nurut juga nggak bakal gitu"

Yuki jadi terdiam, tidak berani lagi mengatakan apapun. Dia menatap nanar pada Chella yang nampak sangat ketakutan. Yuki benar-benar kasihan sama cewek itu, tapi entah mengapa ia tidak bisa melawan.

"Sekali lagi, Chella! Gue muak tau nggak sih sama lo yang sok pinter?! Harusnya lo sadar posisi lo dan nggak membantah gue! Sekarang gue ngasih kesempatan, janji ikuti kemauan gue atau--"

"Aku juga muak, Dena!" Chella memotong ucapan Dena. "Kamu bukan Tuhan, Dena, bukan. Tapi kenapa kamu sok sekali seakan-akan kamu itu Tuhan? Dena, kebahagiaan kamu nggak akan berlangsung lama, hiks! Kamu akan tau akibat--"

"Shut up, nerd!"

Tiba-tiba saja, Dena mendorong Chella hingga...

0%+%+%+%&/

Chella terjatuh, karena disana tidak ada pembatas. Chella jatuh begitu saja, dari lantai 4 itu ke Taman sekolah.

Semua yang berada di Taman sekolah pun, mengerumuni Chella.

Yuki menutup mulutnya, begitupun Rann dan Caca. Dena sendiri nampak syok, dia membelalak dan menggeleng-gelengkan kepalanya. Ini benar-benar tidak berada dalam kendalinya. Ia tadi, dikuasai oleh amarah. Dan kini..

Oh, tidak! Dena tidak mau dituduh, tidak mau dipersalahkan. Dena tiba-tiba bersimpuh disana dan menangis.

"Den" Rann mendekati Dena, ia menepuk pundak Dena pelan. "Ini bisa ngerusak nama baik lo, Dena. Sekarang kita harus gima--"

"Gue tau, hiks.."

Dena berdiri, berbalik dan menatap ketiga teman segengnya itu.

"P-please.. Ka-kalo kalian diintrogasi.. Please, bi-bilang kalau.. Kalau... Chella cuma.. Bunuh diri"

Rann tidak perlu berpikir panjang, ia langsung mengangguk. Rann sebenarnya banyak dibantu oleh Dena, jadilah ia mau-mau saja. Buatnya, Dena itu adalah sahabatnya.

"Ca, Kuy, please kalian juga mau ya.."

Setelah dibujuk oleh Rann dan Dena, akhirnya Caca dan Yuki mengangguk --dengan terpaksa. Meski begitu, mereka berdua was-was akan insiden ini.

Flashback off!

Yuki bahkan sampai menitihkan airmatanya saat menceritakan kejadian itu. Ia sangat menyesal, memilih mengikuti Dena yang benar-benar jahat dan gila kekuasaan.

"Sumpah, gue kurang tau yang mana yang bener dan yang salah waktu itu. Gue terlalu kemakan dengan kata 'pertemanan' yang nyatanya bikin gue menyesal setengah mati" kata Yuki.

"Aku paham sekarang, Yuki. Kurasa aku salah, telah menyalahkanmu dan berminat membalaskan dendam. Yuki, Chella adalah gadis yang sangat baik, aku menyadari hal itu semenjak Natasha menasehatiku meski dengan kasar. Tapi kenapa, dia harus pergi di usia yang muda?" Cerry menghela napas frustasi, ia bahkan sampai mengacak-acak rambutnya sendiri. "Chella punya impian, dia ingin menjadi guru, supaya bisa mengajarkan sesuatu yang baik. Tapi dia tidak bisa mewujudkannya, ini benar-benar membuatku frustasi"

"Gue mengerti benar, Cerry. Gue merasa sangat bersalah, andai gue bisa mengulang waktu maka--"

"Yuki, kau harus memberitahu yang sebenarnya pada pihak kepolisian!"

"Ma-maksudmu?" tanya Yuki, ia mengernyit heran.

"Tentang Dena! Aku berbohong padamu saat itu. Dena belum meninggal, Yuki. Dia berhasil memperdayaku hingga aku percaya bahwa kau yang membunuh adikku. Dia gadis yang kejam, dia pantas mendapatkan akibatnya!" kata Cerry dengan menggebu-gebu.

"Uh, santai sajalah. Yang lo ucapin ntar kedengeran semua orang, tau" Nata tiba-tiba datang dengan nampan ditangannya.

Sebenarnya, tanpa sengaja lagi, Nata mendengar semuanya. Sungguh, dia nggak sengaja awalnya tapi dia memutuskan lanjut menguping.

Nata duduk disamping Yuki dab menyimpan nampannya dimeja.

"Sorry, gue dengar semuanya" kata Nata.

"Nat-Nata.." kata Cerry dengan gelagapan, takut pada Nata.

Ya Cerry takut, lah, karena ia pernah menculik Verrel yang jelas-jelas suaminya Nata.

"Santai, Cerry. Gue nggak akan bunuh lo, kok" kata Nata menyadari ekspresi ketakutan Cerry. "Gue punya rencana yang bagus, untuk bikin Dena menyesal bahkan mengakui semuanya dengan sendirinya"
"Rencana apa?" Yuki dan Cerry bertanya dengan serempak.

"Santai. Gue makan dulu. Ntar gue Kasih tau deh, ya" kata Nata, kemudian memakan burgernya dengan lahap.

***

Halo! Please, buat siapapun yg baca ini, jangan sekali-kali membully orang. Rasanya itu menyakitkan, bukan cuma fisik tpi jga batin. Aku jga bikin tokohnya si Chella mati bukan brarti untuk mencontohkan ke kalian kalau yg membela dirinya akan mendapatkan kesakitan luar biasa, bukan gitu. Ya, semoga kalian bisa dapet pesan yg mau aku tunjukan deh ya.

Vote dan comment jangan lupa yaa.

Exchange 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang