25

616 74 2
                                    

Verrel akhirnya mendekati Natasha, duduk dan bersandar seperti Natasha di kasur itu. Verrel melihat kearah laptop, wah, Nata baru menyelesaikan sebagian dari tugasnya. Padahal, kalau dilihat-lihat, itu lumayan gampang, meski Verrel tidak terlalu tahu soal jurusan Nata.
"Aku bingung harus nambahin apalagi. Huft" Nata mendesah frustasi. "Nyesel nggak ngerjain dari kemarin, deadlinenya besok lagi"

"Itu salahku, karena ngajak kamu jalan-jalan. Jadi, biar aku aja yang ngurus semuanya" kata Verrel, membuat Nata menatap Verrel dengan tatapan tak yakin.

"Udah, yakin aja sama aku" Verrel tersenyum meyakinkan, well, cukup membuat Nata yakin. Tanpa menunggu Nata membalas ucapannya, Verrel langsung mengambil laptop di paha Nata dan memindahkannya ke pahanya.

"Aku nggak enak, kalau kamu yang ngerjain"

"Udahlah. Aku yakin kamu lelah, jadi istirahatlah saja" kata Verrel, ia mengusap pipi Nata, beberapa detik. Hanya beberapa detik dan Verrel menatap ke laptopnya. Nata menatap kearah lain, pipinya benar-benar panas saat ini.

Well, hubungan Nata sama Verrel sesederhana itu, tapi entah kenapa Nata mulai suka sama hubungan ini. Sementara Verrel mengerjakan tugas Nata, Nata memilih memperhatikan Verrel. Verrel nampak sangat serius, bahkan tak sadar bahwa Nata memperhatikannya.

Dia ganteng banget, ya. Ah, gue harus belajar menjalani hubungan ini biar jadi lebih baik lagi. Batin Nata.

"Oh iya, mau aku ambilkan minuman? Siapa tahu kamu haus" tawar Nata.

"Iya, air putih aja" kata Verrel, tanpa menoleh pada Nata.

Nata mengangguk dan beranjak, ingin mengambilkan air buat Verrel.

*

"Gue ngerasa nyaman gitu dekat sama lo, Dena" kata Max saat ia dan Dena berjalan. Jadi, mereka lagi jalan-jalan di mall. Sementara jalan-jalan dan Dena melihat-lihat etalase, Max memilih memberikan gombalan mautnya. "Nggak tahu kenapa, sih"

Dena tak merespon, ia sibuk melihat-lihat etalase hingga ia berhenti dan terus menatap kearah sebuah gaun dibalik kaca etalase. Max tersenyum miring mengetahui Dena yang tertegun melihatnya. Sepertinya pun, Max harus mengeluarkan uang untuk cewek murahan ini, nggak mempan sama gombalan kayaknya, cuma sama hal-hal material.

"Na? Lo suka itu, ya?"

Dena tertegun dan menoleh pada Max. Ia memberikan senyuman sok manisnya, berharap Max peka kalau dia mau gaun itu.

"Iya, Max. Tapi ya, gitu, nggak bawa uang banyak. Mama nyita banyak fasilitas gue dan--"

"Gue ngerti kok, lo lucu deh!" Max mengusap-ngusap kepala Dena. "Gue akan beliin apapun yang lo mau, serius. Apapun dan berapapun"

Mata Dena seketika berbinar. Ia nampak begitu senang. Bagus juga, ia merasa beruntung jalan sama Max gini. Kalau begini terus ya, nggak masalah tiap hari juga. Sementara Max? Ia kesal sekali melihat muka sok polos Dena ini, cewek yang cuma pengen dekat dengan cowok yang mau membelanjakannya. Sangat murahan dan Max benci dengan cewek semacam Dena. Tapi lihat, ia harus berpura-pura menyukainya dan gemas padanya.

"Nggak apa-apa, nih?"

"Iyalah. Apa sih yang nggak buat cewek cantik kayak lo, hm?" Max mengedipkan matanya dan mencubit pelan pipi Dena, sok gemas dengan Dena. "Semuanya buatmu, sayang"

"Ah, Max! Makasiiihhh!" Dena tiba-tiba saja memeluk Max. "Lo emang temen gue yang terbaik!"

Dan sekarang Max tahu caranya untuk membuat Dena bisa terbuka padanya. Tidak perlu susah-susah memberikan banyak gombalan, cukup saja dengan membelanjakannya tiap hari. Itu mudah, karena tiap menjalankan misi pun, Nata memberikannya uang.

Exchange 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang