24

532 65 4
                                    

Yuki dan Stefan akhirnya pulang. Mereka berdua duduk di sofa begitu sampai. Awalnya mereka berdua hanya terdiam, hingga akhirnya Yuki buka suara.

"Lo aneh gitu ya, Stef" kata Yuki.

"Aneh gimana?" tanya Stefan.

"Aneh pokoknya. Nggak nyangka aja tetiba lo bilang aku-kamu segala dihadapan Max"

Stefan tersenyum misterius. Tentu saja ia melakukan itu karena cemburu, lagipula tidak ada yang salah, Yuki memang istrinya. Stefan tidak asal mengaku-ngakui. Stefan menatap ke depan, ia bersandar di sandaran sofa, tak niat sedikitpun membalas ucapan Yuki. Yuki makin bingung saja, tentu. Ah, mungkin memang Stefan saja yang sedang gila saat ini.

"Lo nggak mau nanyain gitu apa, kenapa gue kerja? Atau nggak minat semangatin gue? Padahal niatnya ya gue mau gombal" kata Stefan, tatapannya masih mengarah ke depan.

"Dasar raja gombal!" Yuki menatap kesal pada Stefan yang bahkan tak melihat kearahnya. "Lagian lo kan kerja biar mandiri. Gue udah tahu itu, soalnya gue juga yang pernah minta"

"Seenggaknya lo berterimakasih dikit, kek" kata Stefan.

"Makasih, karena udah mau kerja" kata Yuki, terdengar tak ikhlas.

"Hmm" Stefan hanya membalas dengan gumaman.

Dan mereka diam lagi. Saat ini Stefan masih agak lelah, jadi malas untuk memulai pembicaraan yang berarti. Stefan menutup matanya hingga tanpa sadar ia tertidur di sofa itu. Yuki menatap Stefan yang tidur, lumayan ganteng juga, sih. Yuki bisa dibilang beruntung karena punya Stefan saat ini, mengingat banyak orang yang juga menyukai cowok itu. Padahal menurut Yuki, Stefan nggak terlalu istimewa, ah, istimewanya adalah tampangnya. Selain itu, Yuki belum bisa mengakui sepenuhnya bahwa Stefan istimewa meskipun Yuki sudah ada rasa.

"Gue harus ngapain, dong?" Yuki mendengus, ia bingung harus apa sekarang. Mau mandi, tapi Yuki sedang dalam fase malas gerak. Jadilah Yuki diam saja disitu, hingga kepala Stefan tiba-tiba bersandar di pundaknya.

Yuki mau menjauhkan kepala Stefan, tapi dia nggak tega. Jadi ya sudah, dia biarkan. Tapi jujur saja, jantungnya berdegup begitu kencang. Baiklah, Yuki sekarang mengakui bahwa Stefan ini istimewa, karena mampu membuat jantungnya berdegup kencang untuk kesekian kalinya. Anggap saja Yuki ini labil. Terlalu lama terdiam ditempat, akhirnya Yuki tertidur juga tanpa sadar. Mereka terus dalam posisi itu, hingga kepala Yuki bersandar tepat diatas kepala Stefan yang ada di pundaknya.

Sekisar sejam baru mereka terbangun. Ah, ralat. Yuki masih tidur, Stefan-lah yang terbangun. Stefan kaget merasakan kepala Yuki yang menyandar di kepalanya. Akhirnya dengan pelan, Stefan menepuk paha Yuki, membuat gadis itu terbangun dan segera menjauhkan diri dari Stefan.

"Bagaimana bisa gue tertidur disini?" tanya Yuki.

Stefan mengangkat bahu. Ia juga bingung. Dan, ya, kenapa juga Stefan merasa nyaman bersandar pada pundak Yuki yang bahkan terlihat kurus? Bahkan ia tertidur selama sejam. Ckckck, sepertinya Yuki sudah memberi pengaruh luar biasa bagi Stefan.

"Bisa, lah. Btw makasih ya, rasanya nyenyak tadi" kata Stefan, ia menyeringai pada Yuki.

Yuki berdecak dan menepuk jidatnya, lupa satu fakta. "Gue belum mandi lagi, haduh"

"Pantes bau" kata Stefan, kemudian terkekeh.

"Bohong. Kalau gue bau ya, lo nggak mungkinlah tidur nyenyak. Bilang aja kalau gue ini harum, makanya lo nyaman" kata Yuki dengan percaya dirinya.

"Tau aja deh, sayang gue ini!" Stefan dengan jahil mencolek pipi Yuki. Yuki tak tinggal diam, ia mencubit pinggang Stefan keras, membuat Stefan mengerang dan mengusap-ngusap pinggangnya.

Exchange 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang