21

532 73 3
                                    

Dena, cewek licik itu tidak menyangka bahwa ia bisa melihat Yuki berada di restoran yang ia kunjungi. Begitu kedatangan Yuki, ia cepat-cepat berusaha sok sedih dan memanggil-manggil Yuki ketika Yuki sudah duduk. Sayangnya, sampai saat ini, saat makanannya sudah tiba, Yuki tetap tidak menoleh.

"Yuki, kenapa lo nggak mau noleh ke temen--"

"Gue nggak punya temen" Yuki cepat-cepat memotong ucapan Stefan. "Mana ada, teman yang menyesatkan temannya? Nggak ada, kan?"

Stefan mengernyit, namun membenarkan ucapan Yuki dalam hatinya. Stefan jadi penasaran, tentang masalalu Yuki. Tapi sepertinya, saat ini bukan saat yang tepat untuk bertanya.

"Gue yakin lo penasaran" Yuki buka suara lagi, ketika sudah makan.

"Nggak usah ngasih tau, kalau lo nggak siap"

Yuki tersenyum miring. "Gue siap, kok. Mau gue mulai?"

Stefan mengangguk.

Jadilah, Yuki menceritakannya dengan suara yang sengaja ia besarkan, agar Dena dengar. Baru saja Yuki menceritakan sampai aksi bully Dena, Dena langsung datang dan menggebrak meja Yuki.

"Yuki, bukannya lo keterlaluan ya?" tanya Dena.

Jujur saja, Dena takut kalau kejadian yang lama itu terungkap, saat Dena, dari rooftop mendorong Cerry. Dengan buru-buru Dena menghampiri meja Yuki. Tidak, Dena tidak akan membiarkan Yuki menceritakan tentang apapun aksinya dulu.

"Lo siapa?" Yuki mendongak dan menatap Dena heran, ralat, pura-pura heran. "Mau tanda tangan?"

"Yuki, gue nggak nyangka lo udah sombong kayak gini. Lo lupa ya, persahabatan kita dulu? Inget, Kuy, gue banyak bantuin lo" kata Dena.

"Lo ngerasa nggak sih, lo itu kayak gatau malu" kata Stefan, menatap tajam pada Dena.

Saat melihat Dena yang bergaya seksi dengan dandanan tebal dan aksinya yang tiba-tiba begini, Stefan sudah bisa menilai bahwa Dena bukanlah orang yang baik. Dan entah keyakinan darimana, Stefan merasa Dena memporak-porandakan hidup Yuki, apalagi setelah mendengar sedikit cerita Yuki.
"Gue butuh bicara sama Yuki, jadi lo diem aja" kata Dena dengan sewotnya.

"Lah elo siapa? Gue suaminya, lho! Lo bahkan bukan siapa-siapa!" kata Stefan dengan penuh penekanan.

"Dan gue sahabat--"

"Yuki nggak kenal sama lo" potong Stefan, ia berdiri dari duduknya.

"Udahlah, ya" Yuki menghela napas. "Gue bakal bicara sama Dena, tapi nanti, saat kehancuran datang"

"Maksudnya?" tanya Dena.

"Bacot!" Stefan berjalan hingga berada disisi kursi Yuki, tanpa basa-basi lagi, Stefan menarik tangan Yuki, membawa Yuki pergi menjauh darisana hingga sampai di pintu keluar.

"Maaf, saya beneran nggak nyaman disini deh. Anda lihat nggak tadi, orang itu.." Stefan menunjuk Dena. "Dia menggebrak meja, gangguin kencan saya. Jadi, saya nggak perlu bayar kan?"

Penjaga gerbang itu mengangguk dan tersenyum ramah. "Maaf atas itu, anda tidak perlu bayar"

*

"Stef maaf ya, hari ini justru hancur" kata Yuki, ia membuka pembicaraan setelah lama canggung diatas motor dengan Stefan.

"Nggak apa-apa, kok. Kita bisa bicara dirumah, kan? Gue yang masak deh" kata Stefan.

"Mana bisa lo masak?" tanya Yuki, terdengar sangat meremehkan.

"Bisa. Lo lihat aja deh entar"

"Oke. Btw kok tadi lo bisa gratis gitu sih? Maksud gue, mana ada restoran yang mau gratisin pelanggannya. Aneh" kata Yuki.

Exchange 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang