⏳ 1 2 P M : 0 1 ⏳

342 44 55
                                    

    Tak pernah ada yang suka menangis, apalagi menangis karena rasa sedih. Dan Myu pun tak ingin menangis sebab akan membuat matanya bengkak dan kepalanya sakit. Dan hal itu tentu akan berimbas pada konsentrasinya dalam belajar padahal lusa ia akan ke Palembang untuk mengikuti olimpiade kimia tingkat nasional. Tapi permasalahannya dengan Ten sukses membuatnya menangis sepanjang hari. Terutama mengingat pertengkaran mereka tadi siang di sekolah. Dan bila Myu ingat-ingat, akhir-akhir ini ia dan Ten memang kerap kali bertengkar bahkan karena hal sepele sekalipun dan puncaknya adalah hari ini. 

    Myu hanya tidak ingin Ten salah jalan dan salah pergaulan. Bahkan meskipun Ten bukan pacarnya, ia akan melarang siapapun untuk merokok. Sesuatu yang hanya memberikan kenikmatan sesaat dan akan memberikan efek kerugian yang besar di masa depan nanti. Kenikmatan yang dirasakan ketika menghirup asap itu akan ia tukarkan dengan rusaknya organ-organ di dalam tubuhnya yang rusak. 

    Myu mengusap air matanya yang lagi-lagi mengalir tanpa ia pinta. Ini sudah malam dan tidak ada pesan yang masuk dari Ten. Apakah ini akan menjadi akhir dari kisah mereka? 

    Enggak!

    Myu menggelengkan kepalanya mengusir pemikiran mengenai akhir dari hubungan mereka yang sudah dekat. Myu sangat menyayangi Ten meski sudah beberapa kali pemuda itu menyakitinya. Myu tidak bodoh, ia hanya tak berkutik akan perasaannya yang begitu mendamba Ten. Selama setahun pacaran mereka memang kerap bertengkar tapi akan kembali akur lagi. Sebab tidak ada hubungan yang selamanya aman dan tentram. Tapi biasanya Ten yang akan mengirimi pesan permintaan maaf dan sesekali Myu melakukan hal yang sama. Akan tetapi, sekarang terasa berbeda. Jarum jam sudah menunjuk pukul sembilan malam, dan tidak ada kabar dari Ten.

    Sedangkan di rumah lain; di dalam kamarnya, Ten duduk termangu dengan rokok lagi yang jadi kawannya. Sesekali matanya mengawasi aktifitas dari ponselnya yang tidak ia bisukan nada deringnya. Ia sedang memikirkan tentang pertengkarannya dengan Myu tadi siang di sekolah. Ten hanya tidak menyukai sikap Myu yang sok mengaturnya padahal status gadis itu tak lebih dari sekadar pacar. Cewek memang begitu, mentang-mentang merasa memiliki status dengan cowok maka ia menganggap dirinya ratu yang semua ucapannya harus diikuti. Bagaimana bisa Ten bertahan selama setahun ini dengan Myu yang tukang atur. Dan bagaimana bisa Ten mengharapkan ada pesan dari Myu setelah pemikiran buruknya terhadap Myu. 

<12 PM>

    Rabu telah berlalu dan Kamis pun tak terasa ikut berlalu mengikuti Rabu. Tiga hari sudah, Ten dan Myu tidak saling berhubungan, tidak saling tegur sapa, dan tidak saling menukar kabar. Myu yang berharap bisa bertemu dengan Ten di sekolah nyatanya harus menelan kekecewaaan sebab pemuda itu di skors hingga Jumat. Sedangkan Myu harus terbang ke Palembang Jumat siang mengingat olimpiade itu akan di laksanakan esok hari. 

    Pukul sebelas siang, Myu dengan mengendarai sepeda, tiba di sebuah pinggiran sungai yang telah disulap menjadi sebuah taman minimalis dengan beberapa gardu di sepanjang pinggiran sungai. Myu memilih sebuah gardu yang berada di dekat tanaman bunga Bougenville. Meski tak sekencang angin laut, nyatanya tiupan angin di pinggiran sungai ini mampu mengganggu tatanan rambut Myu, menerbangkannya ke sana ke mari. 

    Myu sedang menunggu kedatangan Ten meski nyatanya belum ada konfirmasi dari  pemuda itu akan datang menemuinya atau justru memilih mendatangi tempat lain. Sembari menunggu, Myu membuka buku-buku dan mempelajari kembali materi-materi mengenai olimpiade besok. Tak lupa ia kembali mengirim pesan untuk Ten.

Myu

Ten, aku sudah di gardu tempat kita biasa. Kamu udah di mana?

Myu

Ten?

Myu

Aku tunggu loh.

    Tapi nyatanya meski telah menunggu lebih dari satu jam, Ten tidak muncul dan bahkan pesan yang Myu kirimkan tidak ada balasannya sama sekali.

<12PM>

    “Kalau aku pergi dari dunia ini, janji ya, kamu bakal berhenti merokok dan sekolah dengan serius.” Ten yang awalnya fokus pada gawainya—membidik sasaran sepontan menoleh ke arah Myu yang duduk di sampingnya dengan memangku sebungkus tortilla chips. Meski mengatakan hal demikian, mata Myu terfokus pada televisi yang menampilkan drama korea jaman dulu—49 days di mana salah satu pemeran utama wanita pada akhirnya meninggal.

    “Kamu baper lagi nonton drama itu makanya ngomong ngawur? Mending kamu stop deh nontonnya, Myu. Enggak baik untuk kesehatan mental kamu,” ujar Ten dengan bergidik ngeri membayangkan Myu kembali baper dengan drama yang ditontonnya. Bisa gawat! Myu akan bertingkah aneh, terbawa suasana drama yang ia tonton.

    Bahu Myu merosot dan mengalihkan matanya ke Ten kemudian menatap pacarnya malas. “Aku serius, loh. Umur tuh enggak ada yang tahu, kamu itu kalau enggak aku kontrol bakal balik lagi ke kebiasaan kamu dulu yang suka bolos, lompat tembok, datang telat, merokok. Kalau-kalau besok aku malah tiba-tiba dipanggil Tuhan, bagaimana?” papar Myu pada Ten yang sudah meletakkan ponselnya di atas meja.

    Ten menarik kunciran Myu dengan lembut dan menempelkan telapak tangannya di kening gadis itu. “Setan mana yang merasuki Stera Myuzlin? Keluar elo dasar setan!” Ten kemudian meniup-niup ubun-ubun Myu—menirukan bagaimana cara orang yang ia tonton di tv mengeluarkan makhluk halus yang merasuki tubuh seseorang.

    Myu mencubit tangan Ten membuat pemuda itu mengaduh tapi tidak membuat pemuda itu melepaskan tangannya dari kepala Myu. Myu menatap Ten tajam. “Ini tangan kamu enak banget nongkrong di kepala aku.” Myu mencoba untuk menyingkirkan tangan Ten namun gagal. Gadis itu menghela napasnya begitu dalam dan mengubah tatapannya kepada Ten—tatapan yang menjadi lebih lembut. “Aku serius, loh, Ten. Kalau aku sudah benar-benar pergi nanti, kamu harus jadi akan menjadi anak yang baik, jangan nakal, jangan bikin mama kamu susah, stop rokok, dan jangan terlalu sering ingat aku. Yah, janji?”

    Ten tertegun melihat bagaiman Myu mengucapkan itu dengan tatapan yang bersungguh-sungguh seolah-oleh kekasihnya itu akan segera pergi. “Elo ngomong ap—“

    “Aku enggak bisa lama, aku pergi dulu.” 

    Keterkejutan Ten tidak bisa di tutupi ketika Myu tiba-tiba sudah tidak ada di hadapannya lagi, gadis itu berada pada ujung cahaya di depan sana. Dan mereka sudah tidak berada di ruang keluarga di rumah Ten, melainkan sebuah ruang tanpa ujung dengan diselimuti kabut putih. “Myu, ngapain di situ?”

    “Aku harus segera pergi, Ten. Jaga diri baik-baik, ya. Selamat tinggal.”

    Cahaya yang sangat besar menelan tubuh Myu tanpa tersisa, dan Ten yang menyaksikan itu tak mampu mengatakan apa-apa. Mulut yang seharusnya mencegah gadis itu pergi malah  terkunci, dan tubuh yang seharusnya bergerak menarik gadis itu agar tidak tertelan oleh cahaya malah terpaku di tempat.

    Tempat tak berujung dan diselimuti kabut itu menghilang, di gantikan langit-langit kamarnya yang putih polos. Ten mencoba mengatur napasnya yang terasa sesak karena mimpi tadi. Mimpi apa itu? Deringan dari ponselnya membuat Ten menoleh ke arah nakas. Tangannya menyambar ponsel yang menampilkan pesan dari seseorang yang ia mimpikan tadi.

23 pesan dari Myu 

15 panggilan tak terjawab dari Myu 


<12PM>

Err! Akhirnya update ih mamak! Komen dulu, awas aja klo ada anak cw yg enggak vote dan komen! Lihat aja mamak enggak kasih ampun di YMY.

AHAHAHAHA!!!!!

Sabtu, 16 Mei 2020

Salam sayang dari mamak untuk dia ....

12 PM [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang