⏳1 2 P M : 1 3⏳

13 6 0
                                    

"Besok aku sudah mulai libur, Jumat siang baru take off." Ten langsung menoleh ke arah Myu yang duduk tepat di sampingnya. Ia kembali berada di rumah Myu tak perduli saat gadis itu usir. Berada sepanjang hari bahkan sampai larut malam. Hanya saja ia sudah tidak menunggu dari ujung gang. Ia akan berada di rumah Myu hingga jam sepuluh malam lalu menjelang tengah malam baru kembali ke rumah. Bangun pagi-pagi buta saat langit masih agak gelap, mandi dan langsung kembali ke rumah Myu.

"Enggak bisa di undur aja keberangkatan kamu?" tanya Ten hati-hati takut membuat Myu marah.

"Ya enggak bisa lah!" Tuh kan, sewot sekali Myu.

"Hm, Myu. Sebenarnya aku mau minta tolong sama kamu ...." Ten sudah memikirkan berbagai cara agar dapat menghentikan Myu dan berujung dengan mereka kembali bertengkar. Dan Ten akan mati-matian membuat gadis itu mau berbicara dengannya.

"Minta tolong apa?"

Ten mengambil ponsel, membuka room chat dengan seseorang tadi malam. Awalnya ia enggan menggubris seseorang yang mungkin saja bisa memberikan ia informasi mengenai keberadaan suami mamanya. Ia seperti sudah enggan untuk mengetahui kabar papanya. Terserahlah. Namun sepertinya hal itu jadi alternatif juga untuk Ten. Ini akan ia gunakan sebagai cara terakhir untuk menghentikan Myu terbang lusa siang. Bila memang ia di takdirkan untuk berpisah dengan Myu. Maka ia akan coba merelakan. Hanya saja, ia ingin setidaknya kepergian Myu tidak semengerikan itu.

"Kamu ... mau aku temani menemui orang itu?" tanya Myu usai ia membaca pesan antara Ten dengan orang itu.

"Iyah, tapi om Liken cuma bisa Jumat siang. Setelah itu beliau harus balik ke Sidney lagi karena aslinya kerja di sana. Cuma beliau satu-satunya yang mungkin tahu dia sekarang masih hidup atau enggak. Tapi, aku enggak yakin sanggup dengar kabar dia. Makanya aku mau kamu ikut." Ten sengaja memelankan suaranya dan ia buat separau mungkin.  Ia ingin menarik simpati Myu hingga gadis itu luluh.

Myu diam menatap Ten ibah. Myu tahu meski membenci papanya, Ten selama ini berusaha keras untuk mencari. Terutama status yang tidak jelas di antara mama dan papa Ten. Bila ia tidak menemani Ten, maka Myu bisa pastikan bila ia tidak akan bisa berpikir tenang. Tapi ia harus segera berangkat siang itu juga.

"Aku coba bilang ke Ibu Bify ya siapa tahu penerbangan aku bisa di undur," ucap Myu yang membuat Ten senang. Semoga guru pembimbing Myu itu mau bekerja sama.

Lama Ten menunggu hingga Myu menatapnya dengan mata berbinar.

"Apa kata guru kamu?"

"Kata ibu Bify 'bisa! Bisa banget! Apa sih yang enggak buat anak ibu!', itu katanya." Beruntung Myu merupakan anak kesayangan semua guru di sekolah. Berbeda dengan Ten yang merupakan murid yang paling sering membuat semua guru pusing dengan tingkahnya. Guru BK saja pusing degan catatan keterlambatan Ten.

"Syukurlah! Terus penerbangan kamu jadi berapa?"

"Katanya ada penerbangan lagi jam 6 sore. Kamu ikut nganter, ya!"

"Iyah."

***

"Om tahu, ini mungkin bukan kabar yang menggembirakan. Tapi kamu dan mamamu pasti juga butuh kepastian. Dari rekan bisnis Om yang ada di Korea, om tahu kalau papamu di sana dan sudah hampir dua tahun di sana. Dan ... papamu sudah menikah dan memiliki satu orang putri. Wanita yang sekarang menjadi istrinya adalah putri dari pemilik perusahaan di mana papamu sempat menjadi perwakilan kantor saat ada kerja sama dengan perusahaan wanita itu. Entah bagaimana, tapi rumor mengatakan bahwa papamu memilih wanita itu karena putri satu-satunya dari pemilik perusahaan yang cukup disegani itu. Ini adalah alamat kantor dan rumah papamu di Korea."


Ten masih diam bahkan ketika tiba di rumah Myu. Ia kembali mengingat informasi yang ia dapatkan dari teman lama papanya itu. Meski Ten sudah menyiapkan hati, tapi rasanya tetap sesakit itu. Namun setidaknya Ten tahu bahwa dia, sosok yang ia sebut papa masih hidup. Ia menyandarkan kepalanya di bahu Myu kemudian teringat. Hatinya mungkin saja akan kembali mengalami serangan hari ini. Akankah Ten bisa bertahan. Mengapa ia selalu di tinggal oleh orang-orang yang ia sayangi.

Tuhan, kalau memang Tuhan ada tolong dengar doa gue. Jangan renggut gadis ini dari pelukan gue.

"Tunggu bentar, ya. Aku ke kamar dulu, ada yang mau aku ambil." Myu melepaskan pelukannya pada Ten.

"Ambil apa? Aku temani." Ten sudah akan menyusul tapi di larang.

Ten duduk dengan gusar di atas sofa. Perasaan itu, serangan itu, rasa tidak nyaman di dadanya sama seperti saat ia berada di masa depan. Saat ia berada di tanggal yang sama dengan hari ini. Dan ia makin gusar saat Myu tak kunjung turun.

Tergesa, Ten menaiki anak tangga dan mengetuk pintu kamar Myu. "Myu?" Tidak ada jawaban hingga Ten langsung membuka kamar Myu. Ia mengedarkan pandangannya ke seisi kamar Dan tidak menemukan keberadaan Myu.

"Myu, kamu di toilet?" Ten mengetuk pintu toilet. Berkali-kali memanggil tidak dapat jawaban. Ten menelan ludahnya gusar. Rasa sesak itu. Dan coba menggerakkan handle pintu kamar mandi dan tidak di kunci.

"Myu--" ucapan Ten sekadar menggantung di udara. Apa yang ia temukan benar-benar sukses membuat jantung berhenti berdetak.

"Myu! Bangun!" ucap Ten yang sudah memangku kepala Myu. "Astaga, Myu!" jerit Ten hampir histeris ketika mendapati noda merah di tangannya. "Myu, sayang, bangun ... aku mohon ...." Air mata Ten sudah mengalir tanpa bisa ia cegah. Tidak mungkin bukan! Ia hanya sedang berhalusinasi, kan?

E N D

Sudah ya, ini tamat. Epilog menyusul. Mamak gak sanggup buat ini panjang2, soalnya lagi galau nanti tambah galau. Hiks. Mungkin nanti pas revisi mamak buat scene Myu mati panjaaaaaaaaaaang bangeeeettttttt.

Bubay.

Ahad, 7 Juni 2020.

12 PM [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang