⏳ 1 2 P M : 0 2 ⏳

325 37 27
                                    


Ten membuka pesan yang terakhir kali dikirimkan oleh Myu.

Myu

Aku tadinya mau pamit langsung sama kamu sebelum ke Palembang, tapi ternyata kamu masih marah ya sampai kamu enggak datang. Penerbanganku jam dua nanti. Semoga hubungan kita akan membaik sekembalinya aku. Jaga diri baik-baik, see you.

    Segera saja Ten bangkit dari kasur, mengenakan seadanya pakaian yang setidaknya  layak digunakan untuk bepergian ke luar rumah. Memacu motornya dengan kecepatan tinggi  ke tempat yang Myu janjikan. Akan tetapi setibanya di sana, Ten hanya mendapati tempat kosong tanpa adaya sosok yang mengajaknya bertemu. Wajar saja, karena sekarang sudah jam satu lewat dua puluh tiga menit dan mungkin saja Myu telah tiba di bandara. Pesan Myu tadi, entah mengapa mengingatkan Ten akan mimpinya tadi. Pada akhirnya, Ten kembali ke rumah tanpa sempat bertemu dengan Myu, bahkan sekalipun ia menyusul ke bandara maka ia juga akan menuai hal yang sia-sia.  Jarak dari tepian sungai Heinze—tempat Myu mengadakan janjian sangat jauh, bisa menghabiskan waktu satu jam ke bandara Halim.

    Di rumah Ten memutuskan untuk mandi dan setelahnya makan. Sedari pagi ia baru keluar dari sarang—kamarnya. Klena--mamanya Ten hanya bisa mengusap dada melihat kelakuan anaknya, apalagi saat mengetahui anaknya di skors karena ketahuan merokok Klena lagi-lagi harus  bersabar. Klena pun paham tetang bagaimana perasaan anaknya yang mungkin saja masih kecewa ketika Yundar—suaminya meninggalkan mereka tanpa kabar tiga tahun lalu. Namun Klena tentu saja tetap menasehati Ten agar tidak melakukan hal yang sama lagi, agar anaknya tidak dicap sebagai sampah masyarakat.

    Klena yang lebih memilih menonton acara berita ketimbang sinetron tertegun ketika melihat sebuah berita pesawat yang terjauh di gunung Salak Jawa Barat. Sebuah pesawat tujuan domestik dengan rute Halim Perdana Kusuma--Sultan Mahmud Badaruddin II. “Ten, coba sini dulu, Nak. Ada yang mau mama kasih lihat!”  

     Ten yang sudah menghabiskan makanannya segera menemui klena. “Ada apa, Ma?” tanyanya.

    Tanpa mengalihkan atensinya pada layar televisi, klena menunjuk berita yang yang saksikan,

    " .... saat ini tim SAR tengah berusaha mencari titik di mana pesawat tersebut jatuh. Dugaan sementara, sangat sedikit kemungkinan akan ada penumpang pesawat yang selamat. Mengingat bagaimana pesawat menghantam gunung dengan sangat keras …. ”

    “Itu pesawatnya dari Jakarta ke Palembang, Ten. Mama jadi mikir yang enggak-enggak, Myu kan berangkat ke sana siang tadi. Semoga Myu enggak naik pesawat itu.” Klena menyuarakan apa yang membuat ia memanggil Ten kemari, perasaannya ketika mendengar berita itu benar-benar sangat buruk.

     Ten menatap Klena horor namun tidak dapat pemuda itu pungkiri bahwa ia berdetak tak nyaman. Samar-samar telinganya menangkap deringan dari ponselnya yang ia tinggalkan tadi di meja makan. Ia berpamitan pada Klena untuk mengambil ponselnya dahulu. “Ten ke belakang dulu, Ma. Ambil ponsel.”

    Ada dua panggilan tak terjawab dari Noal, ketua kelasnya saat ini dan juga merupakan kawannya sejak SMP. Tidak ada niatan Ten untuk menghubungi balik sampai panggilan ketiga kembali masuk dan segera saja Ten menyahutinya. “Kenapa?” Ten mengernyit mendengar Noal yang sepertinya sedang dilanda kepanikan. “Ada apa sih, kenapa elo panik gitu?”

    “Elo nonton berita tadi?”

    Ten mengernyit dan bukanya menjawab ia malah balik bertanya. “Ada apa sama berita?” tanyanya heran. Tapi Ten lebih heran lagi ketika detakan tak nyaman dari dadanya kembali datang dan semakin menjadi-jadi. 

    “Gue juga sebenarnya enggak ngerti, Ten. Tapi anak-anak bilang ada kecelakaan pesawat di gunung, te-terus—“ Noal terdengar kesusahan untuk melanjutkan perkataannya. 

    “Elo ngomong yang jelas dong! Jangan kayak anak perawan gitu. Tadi gue emang ada denger ada kecelakaan pesawat di gunung Salak.”

    “Ten, mereka bilang, Myu ada di pesawat itu.” Perkataan telak yang berhasil membuat pemuda itu membeku. 

    “Ngaco elo! Enggak mungkin!” sergah Ten.

    “Gue juga mikirnya gitu, Ten. Tapi pihak keluarga Myu sudah dikonfirmasi sekolah, dan benar Myu ada di sana. Keluarga Myu enggak ada yang hubungi elo?” Noal sebenarnya tidak tega menyampaikan kabar itu pada Ten, akan tetapi akan lebih menyakitkan lagi bisa pemuda itu terlambat mengetahui kabar ini. 

    Ten langsung mematikan sambungan telepon dan melihat ada banyak notifikasi chat masuk di WhatsApp miliknya. Kenapa Ten jadi gemetar seperti ini? Tak sanggup lagi berdiri, Ten mendudukkan bokong di kursi meja makan dan membuka pesan-pesan yang masuk. Terutama grup angkatannya yang kebanjiran pesan. 

    Sepertinya malaikat telah mencabut nyawanya, Ten diam membeku. Semuanya pasti salah. Myu tidak ada di pesawat yang baru saja ia saksikan kabarnya, bahwa pesawat itu menghantam gunung dan tidak ada yang selamat. Myu tidak ada di sana!

<12PM>

HM.. bersambung.

17 Mei 2010

12 PM [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang