⏳ 1 2 P M : 0 9 ⏳

16 7 1
                                    

Belajar menjadi hal yang sudah barang tentu kita lakukan saat di sekolah. Bermain hanyalah sebuah selingan. Tapi bagi Ten, bermain adalah yang yang wajib dilakukan di sekolah. Jadi, bila ia harus mengintip Myu dari jendela bekalang kelas gadis itu bukanlah hal yang luar biasa. Apalagi bolos sudah menjadi pekerjaannya sejak mengenakan seragam putih biru.

Tadi beberapa menit sebelum bel masuk berbunyi, Myu memaksa--setengah menyeret Ten untuk kembali ke kelas guna mengikuti pelajaran. Ten yang tidak ingin jauh dari Myu tentu menolak ide tersebut. Inginnya justru menempeli dan tidak mengalihkan pandangan dari dara yang gemar kimia ini. Padahal Ten sangat membenci pelajaran tersebut.

Tidak ingin ribut dengan Myu, Ten memutuskan untuk berbohong. Mengatakan akan mengikuti kelas namun nyatanya malah duduk di pohon dekat jendela kelas Myu. Tidak akan ada yang menyadari, sebab tempat itu hanya Ten yang mengetahui. Terhitung tempat itu ia ciptakan untuk memantau Myu. Ya ... alasan terkonyol Ten bolos selama ini sebagian besar untuk menyaksikan Myu di kelas.

Menyaksikan bagaimana gadis itu sibuk berkutat dengan tugas. Bagaimana Myu begitu fokus memperhatikan penjelasan guru. Dan bagaimana gadis itu mengajarkan teman-teman kelasnya Mengani materi yang dipaparkan guru.

Meski kadang ada beberapa semut hitam halus kecil namun sangat gatal hasil gigitan di kulit Ten, seperti saat ini tidak membuat pemuda itu mundur. Ia sudah memutuskan, ke manapun Myu pergi ia akan menjadi bayangan dan melindungi gadis itu.

Ten melihat   jam di ponsel, mmendapati waktu istirahat akan tiba lima belas menit lagi ia segera turun dari pohon. Mengingat perkataan My sebelum ia dengan terpaksa menyeret kakinya kembali ke kelas padahal ia tidak membawa buku ataupun selembar kertas. 

<12PM>

Myu tidak bisa mendapatkan keteangannya selama belajar hingga ia selalu menatap jam hadiah dari Ten saat ia berhasil menjadi wakil ketua OSIS di tahun lalu. Masih lima menit lagi, sebentar lagi. dan tepat ketika jam istirahat berbunyi Myu segera melesat ke kelas Ten yang berseberangan dengannya. Pemuda itu memilih masuk jurusan IPS.

Pemuda itu ada di sana, menatapnya dengan mata yang berbinar. Myu dibuat terkesima selama sesaat dengan ekspresi pacar gendengnya itu. "Kamu tadi masuk kelas, kan?" tanyanya ketika ia duduk di kursi kosong di sebelah Ten.

"Masuk kok, ini buktinya," jawab Ten. Memang benar 'kan ia masuk kelas.

"Tapi kok aku enggak ada lihat tas kamu?"

"Ah, itu ... aku lupa bawa tas."

Myu ingin membenturkan kepalanya ke tembok mendengar pengakuan Ten. "Kamu niat sekolah enggak sih?" tanyanya diiringi dengan pukulan di lengan Ten. Dan bukannya mengasuh, Ten justru ingin dipukul lagi. Pukulan yang ia rindukan.

"Pukul lagi, Myu!" Ten meminta Myu kembali memukulnya. Pemuda itu ingin kembali menangis ketika bisa lagi merasakan pukulan Myu.

"Gila kamu!"

"Iyah, aku gila. Jangan pergi ya, Myu?"

"Kamu masih kepikiran mimpi itu?" Myu tidak percaya mimpi itu benar-benar mengganggu Ten. Membuat pacarnya seperti gadis baru pertama kali PMS, begitu gusar.

Myu hanya mendapati kediaman atas balasan pertanyaannya tadi. Yang terjadi malah Ten kembali mengamit sebelah tangannya, menautkan kelima jari-jari mereka sebelum kemudian diselimuti Ten dengan tangannya yang satu lagi. Sebenarnya ini sebuah tindakan manis, buktinya beberapa teman kelas Ten berbisik dan menatap mereka iri. Hanya saja ... ini sangat aneh sebab Ten tidak pernah semanis ini padanya!

"Kamu kenapa natap aku kayak gitu, lama-lama muka aku kamu makan saking setajam itu tatapan kamu!" Myu risih juga ditatap sedalam, setajam, se-se-se lah pokoknya. Jangan bilang matahari akan terbit dari Barat. Ini buktinya Ten sangat aneh.

"Aku sayang sama kamu, Myu. Sayang banget. Percaya deh, orang yang paling hancur ketika kamu pergi setelah kedua orang tuamu adalah aku. Bahkan hancurnya aku sama seperti hancurnya hati orang tua kamu."

Kan! Lagi-lagi! Itu mulut kok manis banget sih. Bikin Myu ingin terbang ke langit ketujuh. "Jadi kamu doain aku cepat mati?" Entah kenapa ... kata 'pergi' selalu di artikan kepada kematian.

"Jelas aja enggak! Karena itu, kamu enggak boleh mati. Kalau bisa kamu hidup selama seratus tahun lagi. Dan tentu saja ada aku di sisi kamu."

Duh, Myu sudah mau kesem-sem ini. Ia tidak dapat menahan senyumnya. Masih dengan senyum tersungging di bibir, ia kembali bertanya. "Kalau aku keriput, yakin masih kau sama aku?"

"Entah itu saat kamu keriput, rambut sudah memutih semua, atau bahkan sudah tidak sanggup lagi berjalan. Aku akan jadi teman hidupku yang paling setia." Ten sebenarnya merasa heran, dari mana ia dapatkan kata-kata ini. Tapi sepertinya Ten tidak masalah mengeluarkan kata itu, sebab ia merasa seperti mewakili perasaannya. Genggaman Ten menguat.

"Tapi, Ten ... Takdir yang tidak dapat kita ketahui dan tentukan adalah kematian. Sebab kematian adalah hal yang tetap, hanya saja bagaimana kita menempuh kematian itu yang banyak jalan."

Myu kembali membuat Ten tertegun. Apakah benar seperti itu. Apakah ia akan kehilangan Myu, dan hanya bagaimana ia kehilangan yang dapat berubah?


<12PM>

12 PM [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang