Chapter 8 - Duo D's Parent

68 7 1
                                    

Macet tak dapat dihindarkan lagi ketika ada sebuah kecelakaan antara mobil yang diserempet oleh sebuah motor. Ditambah lagi di jalan tersebut ada penyempitan jalan yang membuat kemacetan makin menjadi-jadi.

Setelah menempuh perjalanan hampir 2 jam lamanya--normalnya dapat ditempuh 45 menit--Dinda sampai di depan rumahnya. Setelah membayar argo ojek online ia langsung memasuki pagar rumahnya.

Saat melewati pos satpam, Dinda bertanya, "Mama sama papa udah nyampe ya, Pak?"

Satpam yang diketahui bernama Pak Jajang itupun menjawab, "Iya, Non. Sudah dari 1 jam yang lalu." Pak Jajang ini satpam baru di rumah Dinda. Sebelumnya, memang tidak ada pos satpam, tetapi karena orang tua Dinda khawatir dengan keamanan rumahnya, akhirnya mereka memilih membuat pos satpam.

"Yaudah makasih ya, Pak," Pak Jajang mengangguk sambil tersenyum kecil.

Dinda masuk dengan perasaan yang bahagia. Senyum sumringah tak lepas dari bibir indahnya. Betapa rindunya ia dengan kedua orang tuanya. Mereka hanya berkomunikasi dengan menggunakan media sosial. Walaupun hampir setiap hari berkomunikasi, tapi tetap rasa rindu itu akan terbayarkan ketika mereka sudah saling bertemu.

"Assalamualaikum. Maaa...Paaa... Dinda pulang..." teriak Dinda ketika memasuki rumahnya.

"Waalaikumsalam. Eh anak mama udah pulang. Abis dari mana sih anak mama yang satu ini?" Yunita menyambutnya dengan memberikan pelukan erat untuk putri bungsunya.

"Abis jalan sama Nindya, Ma. Tadi macet banget gara-gara ada kecelakaan. Harusnya tadi Dinda udah sampe dari jam 3." jelas Dinda membalas pelukan sang mama.

"Kamu nggak kangen sama papa, Nih?" suara Eddy membuat ibu dan anak yang sedang berpelukan terlepas. Dinda yang mendengar suara sang papa langsung menghambur ke pelukan sang papa.

"Pa, Dinda kangen sama kalian. Kalian pulangnya lama banget, sih." dumel Dinda.

"Papa sama mama juga kan kerja untuk kalian. Untuk biayain sekolah kalian dan masa depan kalian."

"Hmm..iya deh. Oh iya, papa bawa oleh-oleh nggak buat Dinda?" tanya Dinda antusias.

"Bawa, dong! Oleh-oleh spesial buat putri kecil papa!" Eddy merangkul putri bungsunya dengan sayang.

"Ihh aku bukan anak kecil lagi, Papa!" Dinda merajuk. Ya, seperti inilah Dinda. Dinda sangat manja kepada kedua orang tuanya, terlebih sang papa. Tetapi walaupun Dinda anak yang manja, Dinda juga termasuk anak yang mandiri.

"Dindaaa... sini bantuin mama di dapur. Biarin papa istirahat dulu," suara sang mama membuat Dinda melepaskan pelukan sang papa. Ia lalu bergegas menuju ke dapur dengan ogah-ogahan.

📷📷📷

Azhar keluar dari kamar mandi dengan rambut yang masih basah dan handuk yang hanya menutupi bagian perut ke bawah. Ia menggosok-gosokkan handuk kecil ke rambut basahnya. Selepas itu, ia memakai pakaian santainya. Ia menatap ponselnya lama. Menunggu balasan dari seseorang. Seseorang yang sudah ditunggunya sejak lama. Walaupun ia tahu, seberapa lama pun ia menatap ponselnya tetap tak ada balasan pesan dari orang tersebut.

Ia mencoba mengirimkan pesannya lagi. Entah sudah yang ke berapa ratus pesan yang sudah ia kirim.

Mir, gue nggak tau lagi harus bilang apa sama lo. Entah ini udah ke berapa ratus pesan yang udah gue kirim tapi nggak ada satupun balasan dari lo. Gue kecewa? Iya sangat. Gue nggak tahu apa salah gue sama lo sampe lo nggak mau hubungin gue lagi. Gue ke sekolah lo pun nggak pernah gue ketemu sama lo. Kalo gue boleh berharap, gue mau kita kaya dulu lagi. Ngobrol bareng, bercanda bareng, ngumpul bareng. Gue kangen sama lo, Mir. Gue janji ini pesan terakhir yang gue kirim ke lo. Jaga diri lo baik-baik. Kalo lo perlu apa2 jangan sungkan minta bantuan gue. Jangan pernah lupain gue karena gue akan tetap ada di hati lo. See you, teman.

Photograph (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang