Chapter 13 - Accident

11 3 0
                                    

Seperti biasa sepulang sekolah Dinda pulang bersama Hanif. Tetapi mereka tak lagi menaiki angkutan umum seperti biasanya lantaran motor Hanif yang sebelumnya masih di Bogor sudah dikirim ke rumahnya.

Motor yang dikemudikan oleh Hanif sudah berhenti tepat di depan rumah Dinda. Dengan perlahan ia turun dari motor ninja berwarna hitam dan menyerahkan helm kepada sang pemilik motor.

"Makasih ya tumpangannya. Maaf jadi ngerepotin lo tiap hari," ujar Dinda tidak enak.

"Iya sama-sama. Yaelah kaya sama siapa aja sih lo. Malahan gue seneng kalo punya temen pulang pergi. Yaudah gue pamit, ya," Hanif memakai helmnya kembali.

Dinda mengangguk, "Iya hati-hati, ya." Hanif hanya mengangguk seraya mengacungkan jempol tangannya.

Sesudah motor Hanif lenyap di tikungan, Dinda memasuki rumahnya. Seperti biasa rumahnya sepi, hanya ada Pak Jajang, Pak Dadang, dan tentu saja Mbok Jum. Ia langsung menuju dapur untuk mengambil salah satu minuman softdrink.

"Eh, Non Dinda udah pulang. Mau langsung Mbok siapin makan siang, Non?" tanya Mbok Jum yang sedang mengelap beberapa piring yang habis dicuci.

"Nggak usah, Mbok. Dinda belum lapar, kok. Yaudah Dinda ke kamar dulu, ya," Dinda menutup pintu kulkas dengan tangannya yang memegang satu kaleng minuman soda.

Sesudah ia sampai di kamarnya, ia langsung mengganti seragamnya dengan pakaian biasa. Sehabis itu ia mengambil ponsel miliknya lalu membuka instagram miliknya sambil menegukkan minuman soda itu ke mulutnya. Berbagai foto maupun video yang diunggah oleh teman-temannya sudah ia lihat. Karena merasa bosan, ia menutup aplikasi tersebut dan melempar ponselnya ke ranjang.

"Boseeennn...." teriaknya seraya menutup wajahnya dengan menggunakan bantal.

"Ke mana, ya?" tanyanya pada dirinya sendiri.

Semenit kemudian ia langsung beranjak dari ranjangnya dan langsung mengambil kamera dan slingbag miliknya. Ia memasukkan ponsel dan dompetnya ke dalam tasnya. Setelah dirasa cukup ia keluar dari kamarnya sambil mengalungkan kamera ke lehernya. Ia mengambil ponselnya lalu menghubungi sahabatnya, Nindya.

"Halo, Din. Kenapa?" Terdengar suara bising di seberang sana.

"Lo lagi sibuk nggak? Temenin gue jalan, dong."

"Yahh gue lagi nganterin nyokap belanja, nih. Maaf, ya. Ntar malem kalo gue udah pulang gue ke rumah lo, deh."

"Ohh yaudah iyaa gapapa, kok. Yaudah gue tutup, ya," ujar Dinda dengan nada sedikit kecewa.

"Iya sekali lagi maaf, ya."

Terpaksa kali ini ia harus pergi sendiri. Inilah yang ia tak sukai sejak kepergian sang kakak ke Inggris. Ia tak punya teman jalan ketika sahabatnya sedang tak bisa menemaninya. Sebenarnya bisa saja ia menelepon Hanif dan meminta lelaki itu menemaninya pergi, tetapi Dinda tak mau merepotkan lelaki itu. Sudah cukup Dinda merepotkan Hanif ketika lelaki itu mengantar dirinya ke sekolah dan mengantarnya ke rumah.

"Mbok, Dinda pergi dulu, ya..."

Tak ada sahutan dari Mbok Jum. Ah, mungkin sedang istirahat, pikirnya. Setelah memakai sepatu converse-nya ia menghampiri Pak Dadang yang sedang meminum kopi bersama Pak Jajang di pos satpam rumahnya.

"Pak Dadang, anterin Dinda ke taman kota, yuk!"

Pak Dadang menoleh ke arah Dinda, "Oke, Non. Bapak siapin mobil dulu, ya."

Dinda hanya mengangguk. Sembari menunggu Pak Dadang mengambil mobil, ia duduk di bangku yang tadi diduduki oleh Pak Dadang.

"Pak, nanti kalo Mbok Jum nanyain Dinda, bilang Dinda ke taman kota, ya. Tadi Dinda udah pamit tapi Mbok nggak nyahut. Lagi istirahat mungkin," Dinda mengedikkan bahunya.

Photograph (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang