"Lohh?? Dinda??" ujar lelaki tersebut tak kalah kagetnya.
Dinda langsung berdiri dan menggarukkan kepalanya yang tak gatal. Ia gugup. Ia juga malu. Ia tak tahu harus bagaimana menghadapi orang di depannya ini.
"E-eh Kak Azhar. Maaf ya kak tadi gue nggak sengaja. Emang salah gue sih jalannya nggak pake mata. Sekali lagi maaf, ya," ucap Dinda pelan.
Ternyata orang yang ia tabrak adalah Azhar. Sekali lagi, A-Z-H-A-R. Doinya. Orang yang ia sukai. Orang yang ia harap tak melihatnya jatuh seperti tadi. Entah mungkin takdir yang memang sengaja memertemukan mereka dengan cara seperti ini.
"Iya nggak papa, kok. Lo baru dateng apa gimana?"
"Iya baru dateng. Tadi habis dari taman kota," jawab Dinda. Ia menautkan jari-jarinya. Sungguh demi apapun jantungnya terus berdegup dengan kencang.
"Yaudah bareng gue aja, yuk. Gue sendiri juga kok di sini," ajak Azhar. Dinda yang mendengar itu sontak kaget.
"Hah? Gue?" Dinda menunjuk dirinya sendiri.
"Iya. Udah ayo buruan," Azhar menarik tangan Dinda menuju mejanya. Dinda yang ditarik hanya bisa pasrah. Diam-diam ia menarik senyum tipisnya.
"Lo mau pesen apa?" tanya Azhar ketika mereka sudah sampai di mejanya. Di depan mereka, pesanan Azhar sudah datang.
"Hm.. spaghetti bolognese sama lemon tea aja, deh," jawab Dinda.
Azhar mengangguk lalu memanggil salah satu pramuniaga.
"Mba, spaghetti bolognese 1 sama lemon tea 1, ya."
"Oke, Mas. Silakan ditunggu, ya."
Sepeninggal pramuniaga, tak ada yang memulai percakapan. Azhar yang masih setia dengan melihat penampilan penyanyi kafe yang sedang bernyanyi lalu Dinda yang masih setia menundukkan kepala sambil menautkan jari-jarinya.
"Din"
"Kak"
Mereka berdua terkekeh pelan.
"Lo duluan," ujar Azhar.
"Lo sering ke sini?" tanya Dinda.
"Yaa nggak sering-sering banget, sih. Tapi seminggu dua kali ada kali," jawab Azhar. "Kalo lo?"
"Baru pertama kali. Ini juga karena kebetulan aja gue lagi ada di taman kota."
"Lo ngapain di taman kota? Sendirian?" Azhar menyedot minumannya.
"Cuma hunting foto doang. Iya sendiri," Dinda menaruh kameranya di meja. "Eh, makan duluan aja, Kak. Ntar kalo udah adem nggak enak."
"Nggak papa. Masa iya gue enak-enakan makan sedangkan pesenan lo belum dateng," sahut Azhar sambil tersenyum manis.
Dinda yang mendengar hal tersebut merasa tersentuh. Masih ada laki-laki gentle seperti laki-laki di depannya ini. Menurutnya, sudah jarang ada laki-laki yang memerlakukan perempuan seperti ini. Laki-laki ini tidak mementingkan dirinya sendiri, melainkan orang lain juga. Dinda berpikir betapa beruntungnya wanita yang akan menjadi istri dari sosok lelaki di hadapannya ini.
"Lo suka fotografi, ya?" Azhar memasukkan ponselnya kembali ke dalam saku setelah ia mengecek notifikasi.
Dinda mengangguk, "Iya."
Setelah itu tak ada lagi percakapan di antara mereka karena pesanan Dinda sudah datang. Mereka makan diiringi penyanyi yang menyanyikan lagu milik Tulus yang berjudul 1000 Tahun Lamanya.
📷📷📷
"Makasih ya udah traktir gue lagi. Jadi dua kali deh gue ditraktir sama lo," ujar Dinda ketika makanan dan minuman mereka sudah habis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Photograph (On Going)
Teen FictionMenceritakan seorang gadis SMA yang menyukai kakak kelasnya. Lalu, apakah sang kakak kelas akan menyukainya balik? Ataukah sebaliknya? Lalu mengapa hubungan sang gadis dengan kakak perempuannya merenggang? Apakah ada masalah diantara keduanya? Masa...