Part 1. Reuni

1K 20 0
                                    


Deadline!
Satu kata yang sangat aku benci. Aku sedang sibuk menyusun proposal kerja yang akan kupresentasikan di rapat hari ini. Sesekali mataku melirik keluar, mencari Emi asistanku yang sangat  kuandalkan untuk membantu membuat layout.

Kulihat Emi tengah berjalan mendekatiku dengan sebuah amplop putih di tangan kanannya. Dia melangkah dengan anggun dengan kaki jenjang. Badannya sangat proposional bagi wanita berusia 30 tahun yang sudah memiliki 2 orang anak sepertinya.

Emi meletakkan amplop itu di mejaku, tepat di depanku. Aku menatapnya dengan kesal.

"Apa ini?" Kualihkan pandanganku kembali ke layar monitor di depanku, tanpa menoleh amplop yang dia berikan.

"Baca aja sendiri, siapa tau penting!" ucapnya ketus sambil berlalu dari hadapanku.

Tsk, dia benar-benar kurang ajar pada seniornya.

Emi adalah temanku semasa kuliah dulu dan kami bukanlah teman yang akur satu sama lain, lebih tepatnya kami ini seperti Tom and Gerry, jika bertemu selalu bermusuhan. Namun jika berjauhan kami kangen satu sama lain. Cuih,ogah mah aku kangen sama dia, tapi entahlah kenapa Tuhan malah mempertemukan kami lagi. Di sini, disatu divisi denganku.

Kulirik amplop putih itu kemudian kubuka perlahan dan membacanya.

REUNI SMAN 1 TUNAS BANGSA ANGKATAN 2007

Reuni?

Ini undangan dari mana?
Siapa yang kirim undangan ini kesini?
Dan siapa juga yang tahu kalau aku kerja di sini? seingatku aku sama sekali lost contack dengan teman-teman SMA-ku. Disaat aku bingung dengan berbagai macam pertanyaan di kepalaku, tiba-tiba ponselku bunyi dan memperlihatkan id caller yang tidak kukenal, segera kugeser tombol hijau.

"Halo," sapaku.

"Halo, apa benar ini nomornya Kirana Saputri?" tanya seorang wanita diseberang sana.

"Iya benar, ini siapa ya?" Aku balik tanya

"Ran! apa kabar?" Teriak wanita itu histeris, refleks aku langsung menjauhkan ponsel dari telinga.

"Baik, kamu siapa ya?" jawabku sambil melemparkan pertanyaanku tadi yang belum sempat wanita itu jawab.

"Gitu ya, sudah sukses jadi bini CEO, lupa deh sama temen-temennya," ucapnya menghakimiku.

Lah, ya bukan menghakimi gimana namanya kalau seperti itu. Hellow, Mbak, gimana aku bisa kenalin situ klo cuman lewat suara doang?  jengkel aku jadinya.

"Bukan gitu, cuman ...,"

"Iya, iya, aku tahu. Aku Rosa, ingat?" ucapnya menyela ucapanku.

Rosa?

"What Rossa? Rossalia?"

Saking semangatnya aku tidak sadar kalau suaraku tadi cukup keras, hingga membuat Emi beserta staf yang lain kaget sambil melotot ke arahku. Aku tersenyum geli dan segera berdiri dari kursiku kemudian berlari kecil meninggalkan ruangan kerjaku. Aku melangkah menuju pantry dan melanjutkan acara telepon-teleponan dengan sahabat lamaku di SMA dulu.

Kami lost contack sejak dia menikah dengan pria berkebangsaan Jerman 8 Tahun yang lalu dan memilih tinggal di sana.

"Gimana kabar kamu? Gila, nikah sama bule lupa sama aku, ya?" ucapku setengah menyindirnya.

"Bukannya situ yang ngilang neng? Aku tanya Alia, Mita, sama Jefrey semua pada nggak tahu kamu ada di mana, untung aja kemarun pas suamiku baca majalah bisnis, aku liat Foto kamu sama Dew disalahsatu kolom majalah itu. Aku agak ragu itu beneran kamu, nggak dan aku yakin setelah baca nama Kirana Saputri. Eh, Beneran kamu bininya Dewa Sanjaya? Pemilik perusahaan real estate terbesar ke-3  dinegri ini, Ran? Mimpi apa kamu kok bisa nikah sama dia?" Cerocos Rosa tanpa jeda membuatku tersenyum geli mendengarnya.

Forbidden LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang