Divorce

94 1 0
                                    

Kirana dengan langkah goyah memasuki rumah sakit Wajahnya terlihat pucat. Dia melangkah menuju resepsionis, wajahnya sangat sendu.

"Saya mencari anak saya, namanya Abree..., bisa tolong beritahu saya dia di rawat di mana?" tanya Kirana dengan sekuat tenaga menahan isak yang hampir keluar.

Resepsionis menatap Kirana dengan haru kemudian tersenyum lembut.

"Sebentar ya, Bu,"  jawab resepsionis sambil melihat layar monitor di depannya.

Dari jauh Rania melihat Kirana yang berdiri di depan resepsionis, Rania berdecak sebal kemudian mendekati Kirana.

"Untuk apa kamu ke sini mbak?" tanya Rania sinis

Kirana menatap wajah Rania dengan penuh harap.

"Rania..., di mana anakku di rawat, Ran?" tanya Kirana antusias

Rania menatap sinis pada Kirana kemudian menghela napasnya.

"Mbak ibunya kan? Harusnya mbak lebih tau di mana anak mbak di rawat" ucap Rania dengan ketus.

Kirana menatap Rania dengan frustasi dia mengusap wajahnya dengan kasar, Rania masih pada pendiriannya, menatap wanita di depannya dengan tatapan mematikan.

"Rania, aku mohon antarkan aku pada anakku, aku mohon, rania."

"Mbak sayang sama anak mbak kan?" tanya Rania dan dengan cepat Kirana menganggukkan kepalanya "seorang ibu itu harus selalu ada buat anaknya mbak, bagaimana mbak bisa jadi ibu yang baik jika anak sakit saja MBAK RANA TIDAK ADA DISAMPINGNYA" emosi Rania memuncak.

Banyak pasien, suster maupun perawat yang menatap obrolan mereka berdua. Kirana terisak mendengar ucapan Rania.

Dewa berlari menuju dua wanita yang tengah beradu argumen, dengan segera Dewa merangkul bahu Kirana, Rania sinis menatap ke arah Dewa.

"Apa-apaan kalian, ini rumah sakit, dan juga dokter..., Anda tidak berhak berkata seperti itu terhadap istri saya" ucap Dewa membela Kirana

Kirana dan Rania bersamaan menatap Dewa.

"Apapun yang terjadi dalam rumah tangga kami itu urusan kami, bukan kewajiban Anda menegurnya seperti ini," lanjut Dewa.

Rania menggelengkan kepalanya menatap Dewa dengan sebal.

"Saya punya hak untuk menegurnya, bukan sebagai dokter, tapi sebagai seorang wanita yang calon suaminya telah dia rebut." ucap Rania mantap kemudian berlalu dari hadapan Kirana dan Dewa.

Kirana menatap kepergian Rania dengan perasaan bersalah kemudian Dewa menuntunnya menuju ruangan Abree di rawat.

Kirana terluka melihat putranya tertidur dengan lengan yang tertusuk jarum infus, Kirana mendekati Abree dan menangis sejadi-jadinya, Dewa menepuk lembut bahu Kirana.

"Abree terkena radang usus, beruntung masih belum parah sehingga tidak harus dioperasi" jelas Dewa.

Kirana semakin terisak mendengar penuturan Dewa, Kirana menggenggam erat tangan mungil Abree yang tidak di infus.

"Maafin saya mas, saya tidak pernah merawat Abree, saya bukan ibu yang baik buat Abree, saya merasa..., saya merasa gagal menjadi seorang ibu mas"

Kirana terisak sambil menatap wajah lelap putra kecilnya yang pucat, dia kecup lembut tangan mungil itu. Dewa meneteskan air mata melihatnya. Kirana memutar tubuhnya menatap Dewa, menatap lekat ke dalam dua manik kelam suaminya.

"Aku tau ini bukan saat yang tepat untukku mengatakan ini mas, tapi aku rasa aku juga tidak bisa menyembunyikannya lagi," ucap Kirana.
Dewa was-was mendengar ucapannya, "aku telah mengkhianatimu mas, aku sering bersama dengan Jefrey akhir-akhir ini, aku rasa aku sudah tidak termaafkan lagi, jadi...,"

Forbidden LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang