4. Rangkul

8.1K 500 12
                                    

Lagi, Revan menguap sambil mencoret-coret buku tulis bagian belakang nya. Mata nya tidak bisa di ajak berkompromi, apalagi suara Pak Dadi yang seperti mendongeng. Walaupun sebenarnya sedang menjelaskan teori Charles Darwin yang terkenal itu.

"Berapa lama lagi si ni abis?" Revan bertanya dengan tidak sabaran kepada teman sebangku nya.

"Satu jam lagi."

"Astaga...." ujar Revan lelah, lalu menelungkupkan wajah nya kepada lipatan tangan. Memilih memejamkan mata nya, dengan tas yang ia gunakan sebagai penutup kepala nya tersebut.

Lagi pula guru Sejarah ini tidak terlalu ribet, palingan cuma di catet doang nama nya terus ga di marahin, itu lebih bagus ketimbang harus mendengar omelan, menurut Revan.

---

Bertemu Revan adalah hal yang paling tidak Sarah ingin kan sekarang. Tapi seperti nya Tuhan tidak mengabulkan doa gadis itu, bukti nya saat jam istirahat pertama ini Revan justru masuk ke kelas nya--bersama Leo dan beberapa anak tim basket.

"Woi, Revan!" Sarah tidak berteriak kali ini, tetapi pukulan di meja nya sudah menandai kalau gadis itu marah. "Ngapain kesini? Pergi-pergi!"

"Dih? Siapa lo anjir?"

"Dih? Gue wakil ketua kelas nih! Lo yang bukan anak kelas ini jadi pindah aja," ujar Sarah. Kilatan mata nya memancarkan aura kemenangan. Tidak ada yang bisa mengelak kalau Sarah adalah wakil ketua kelas--walaupun tidak becus.

"Gamau! Ini kan ruangan umum." Revan masih kekeuh, dan malah memilih duduk di samping kursi Sarah yang kosong.

Sarah yang sedikit terkejut akan hal itu mendorong kursi yang Revan duduki dengan kedua kaki nya. "Jangan duduk di situ ih! Nanti ribet bersihin nya pake tanah tujuh kali!"

"HAHAHAHA." Leo tertawa puas, bersama kedua teman nya lain yang tidak Sarah kenal. Leo memang duduk di depan Alya dan Sarah, jadi wajar saja kalau teman-teman Leo dari kelas lain duduk di hadapan Sarah sekarang.

"Dasar tenyom." Revan mengumpat, tetapi tidak beranjak dari tempat nya.

"Van apaan si!" Sarah reflek kembali mendorong kursi Revan dengan kaki nya. Laki-laki itu kembali mendekat, karena tahu ia akan gagal, Revan bangun dari kursi nya.

Butuh tiga langkah agar dia tidak berjarak lagi dengan Sarah. Laki-laki itu merunduk, "temenin gue ke kantin." Bisik nya pelan, Sarah yakin kalau hanya diri nya yang dapat mendengar.

"Ogah!" Sentak Sarah, Revan reflek memundurkan tubuh nya. Kembali duduk sambil mengelus-ngelus telinga nya.

Sarah yang melihat hal itu tertawa. "Gede banget apa suara gue?"

"Engga. Kecil kok kayak orang lagi bisikin."

"HAHAHAHA TOLOL!" Ketawa Sarah yang kencang itu membuat Revan tersenyum tipis. Setiap orang memiliki ciri khas suara tawa, dan menurut Revan, Sarah mempunyai tawa yang unik. Dengan berat hati ia mengakui kalau ia menyukai suara tawa Sarah yang seakan menghipnotis orang lain untuk tertawa juga.

"Sar, lo di suruh ke ruang guru ngambil buku tulis Geografi." Suara Dara memang tidak menyeramkan, tetapi entah mengapa kali ini Sarah menatap perempuan berhijab itu dengan tatapan horor. "Harus banget gue?"

Dara mengangguk, kemudian kembali duduk di tempat nya--barisan pertama. "Pinjem gesper dong, Le!" Ujar Sarah. Hari selasa ini ia lupa membawa gesper, salah satu hal wajib yang harus di pakai bila ingin memasuki ruang guru atau kandang macan itu. "Gesper gue kan ilang, Sar."

Sarah menghela napas panjang, ia mencoba mencari seseorang yang kelihatan mau meminjamkan gesper kepada nya, tetapi seperti nya tidak ada. Hanya ada Dara, bersama satu teman nya. "Defri mana dah Le?"

"Lah kan nih bocah juga pada ngilang gara-gara pada remed Ekonomi di ruang guru," penjelasan dari Leo membuat Sarah memejamkan mata nya kesal, baru ingat juga ternyata Alya mengikuti remedial tersebut. "Pas ada mau nya baru nyariin Defri lo!"

Sarah terkekeh kecil, Defri adalah teman sekelas Sarah yang secara terang-terangan mengejar Sarah. Tidak jarang mengeluarkan kata-kata gombal saat berada di dalam kelas, membuat semua anak di sini tau kalau Defri mengejar Sarah. Sarah tidak terlalu menanggapi hal tersebut, walaupun Defri selalu mengirim nya pesan. Wajah Defri juga tidak jelek-jelek amat, malah ganteng. Tetapi Sarah tidak suka. Sarah hanya akan menanggapi laki-laki itu ketika ia sedang butuh saja.

"Gue punya gesper dua nih, tapi abis itu temenin gue ke kantin."

"Ga."

"Dar, boleh pinjem gesper ga bentar?"

"Yah ga bisa Sar, gue di suruh Bu Ida bantuin pindahin nilai. Makanya gue juga ga bisa bantuin lo bawa buku tulis itu. Maaf ya."

Sarah bangun dari tempat nya, menyuruh Revan untuk segera bangun juga. "Ah Khafi sialan!" Sarah lagi-lagi mengumpat, memarahi ketua kelas nya yang sekarang tidak masuk itu.

"Lah ngapain gue di suruh bangun Sar?"

"Ilihhhh," ujar Sarah, mulut nya mengatup kuat, kepala nya bergetar--menandakan kalau ia sedang gemas. "Lo mau ke kantin kan?"

"Oiya hehehe."

Revan dengan gerakan cepat menarik tangan Sarah, menuntun keluar kelas. Anak-anak yang sedang berada di lorong kelas bersiul-siul satu per satu, Sarah mendecak sebal tapi tidak bisa melakukan apa-apa. Ia lupa kalau Revan itu terkenal--ah akhirnya dia mengakui. Bahkan Sarah sudah yakin kalau besok ada Kakak Kelas yang melabrak nya, atau apapun itu yang membahayakan diri nya.

Setelah memasuki kelas Revan--IPS 2, Sarah mendahului laki-laki tersebut, tidak ingin Revan menarik nya lagi. Gadis itu juga sudah memberi tambahan satu hal yaitu Revan harus membantu nya membawa buku tulis sebanyak empat puluh satu itu.

---

"Ck. Biasa aja kali liatin nya," sindir Sarah kepada segerombol cewek alay yang duduk di samping meja mereka berdua. Sarah sebenarnya ingin menolak tawaran Revan untuk ke kantin, tetapi laki-laki itu menambah bonus yaitu dengan mentraktir.

Daritadi ada saja yang membuat Sarah kesal. Tatapan sinis kakak kelas, atau segerombolan tim basket senior yang datang hanya untuk menepuk bahu Revan memberi ucapan selamat akibat terpilih nya sebagai ketua basket yang baru. "Muka lo si ngeselin, jadi di liatin nya gitu."

"Ye si anjing!"

Revan menggeleng-gelengkan kepala nya. Satu hal yang baru ia tahu dari Sarah adalah kalau gadis itu tidak ingin menjadi pusat perhatian. Revan juga mengerti kalau diri nya tampan dan hal itu yang membuat kakak kelas perempuan nya iri kepada Sarah. "Maafin ketenaran gue ya Sar."

"Gue balik duluan. Udah kenyang."

"Eeehhh baper banget," ujar Revan sambil terkekeh kecil, tangan nya mencengkal pergelangan tangan Sarah yang sudah berdiri, berniat pergi.

"Kalo mau pacaran gausah disini kali." Kata kakak kelas tersebut akibat melihat tangan Revan yang menggenggam pergelangan tangan gadis itu. Sarah melotot tidak terima.

Revan yang jengah mendengar hal itu kemudian keluar dari kursi, menarik tangan Sarah lalu merangkul bahu perempuan itu erat. Berjalan keluar kantin dengan santai, meninggalkan keterjutan yang masih menempel di mata hampir seluruh perempuan yang ada di kantin. Berlebihan memang, tetapi itu lah ada nya.

EvanescetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang