12. Murid Baru

5.4K 386 6
                                    

Tatapan memuja langsung keluar dari para perempuan yang sedang berkumpul di koridor. Ada yang curi-curi pandang, dan ada yang secara terang-terangan.

Sedangkan laki-laki yang menjadi pusat perhatian itu tersenyum. Mata nya cokelat terang, tinggi, wajah nya seperti mempunyai darah bule, juga kacamata yang nangkring di hidung mancung itu membuat kesan manis nya bertambah.

"Anak baru ya?"

"Kok gue ga pernah liat si?"

"Yakali cowok secakep dia ga pernah keliatan selama ini."

"Anak baru pasti!"

Suara itu terdengar saling menyahut, ada yang kencang dan berbisik. Seperti biasa, laki-laki itu tetap tersenyum hingga sosok nya hilang di belokan arah ke ruang guru.

----

"Nama saya Ardian Hartas, baru pindah dari Singapura. Silahkan panggil aja Ardian."

Reflek, kepala Sarah terangkat setelah mendengar suara yang sangat familiar di telinga nya, apalagi ketika laki-laki itu menyebutkan nama nya.

"Sialan," gumam Sarah pelan ketika mata nya bertemu tepat dengan mata Ardian yang kemudian memberikan senyum terbaik nya.

"Eh buset ganteng banget, Sar." Alya berucap kagum. Sarah hampir mendecih, hampir. Coba Alya tahu kalau laki-laki itu pernah menyakiti sahabat nya, sudah di pastikan kalau Alya juga akan ikut membenci.

"Ardian, silahkan duduk di samping Defri." Ardian lantas duduk di kursi pojok kanan ketiga bersama seseorang yang tadi di panggil Bu Ida adalah Defri. Sebelum Ardian benar-benar mengeluarkan buku nya, ia terlebih dulu melihat ke arah Sarah, gadis yang duduk di pojok kiri bagian ke empat.

Pelajaran Ekonomi kembali di mulai, Sarah tidak dapat berkonsentrasi sedikit pun, padahal pelajaran itu adalah kesukaan nya.

Waktu dua jam terasa sangat lama bagi Sarah, seperti dua abad. Setelah dua abad itu, bel istirahat kedua berbunyi. Sarah menghela napas berat lalu mengajak Alya pergi ke kantin, ia tidak akan kuat berada dalam satu ruangan bersama Ardian.

Belum sampai keluar dari kelas, pergelangan tangan Sarah di cekal dari belakang. "Gue boleh ikut ke kantin, kan?"

Ah, permainan macam apalagi ini? Ardian bersikap layak nya ia tidak pernah menjalin hubungan apa-apa dengan Sarah. Ia tidak memperkenalkan Sarah sebagai sahabat nya.

Alya mengangguk, membuat Ardian melepaskan pegangan nya lalu beralih berjalan di samping Sarah.

"Kalian udah temenan berapa lama?" Suara itu berasal dari Ardian lagi.

"Baru pas MOS." Alya menjawab dengan senang hati.

Ardian hampir menanyakan semua tentang Sarah melalui alibi berbagai hal. Seperti tadi contoh nya.

----

Revan bersama Leo dan Rafi berjalan beriringan menuju kantin. Beberapa kali terdengar suara gelak tawa dari ketiga nya. Tidak ada percakapan penting terjadi.

Hanya membicarakan tentang teka-teki receh yang di kutik dari suri tauladan mereka, Cak Lontong.

"Mau di mana nih?" Rafi berhenti di pintu kantin, menanyakan pendapat kedua teman nya. Masih ada sedikit kursi tersisa, contoh nya yang ada di samping Sarah. "Yang samping Sarah aja."

"Woy cepet juga!" Ujar Leo sambil tertawa.

Ada hal lain yang membuat Revan ingin duduk di samping kursi Sarah, yaitu ada laki-laki tersebut yang duduk di samping Sarah sambil bercakap-cakap dengan Alya, Sarah hanya sesekali menimpali.

Walaupun Sarah diam, tidak ada yang bisa membohongi mata nya. Mata itu masih menampakan kebahagiaan yang mendalam saat berada dengan laki-laki itu, dan Revan sangat benci itu.

----

Sarah mengheningkan cipta saat berada dalam mobil Ardian. Berkat paksaan dari Alya, Sarah akhirnya berada disini. Ardian memang sengaja mengajak Sarah pulang bersama.

"Kamu seneng, kan?" Ardian tersenyum manis, kedua tangan nya masih berada di stir. "Aku udah bilang kemarin kalo aku mau masuk sekolah ini juga."

Sebenarnya Ardian bukan laki-laki menyebalkan atau konyol, nilai pelajaran nya yang selalu di atas delapan puluh lima, juga tidak berbakat dalam bidang olahraga apapun membuat laki-laki itu lebih di kategorikan sebagai anak pintar di SMP nya dulu, jauh sekali dengam ciri-ciri bad boy yang memiliki kehumorisan tinggi juga berbakat dalam bidang non-akademik.

"Ar, aku kan udah pernah bilang kalo kamu harus berhenti!"

"Kenapa aku harus berhenti?"

"Karena aku masih sayang sama kamu! You know that, tapi aku gamau terus-terusan di sakitin gini, hidup itu bertumbuh kan Ar? So, jalanin hidup kita masing-masing. Kamu itu cuma masa lalu aku, Ar."

"Kamu salah Sar, kamu bukan masa lalu ku, kamu masa depan yang sedang aku perjuangkan."

"Tapi aku gamau lagi sama kamu!"

"Look at your own eyes." Ardian berkata sambil tersenyum miris. Sarah selalu saja begitu, membohongi perasaan nya sendiri. "Biarin aku berjuang dari nol lagi, Sar."

****

Revan, silahkan kamu berjuang. wkwkwk.

EvanescetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang