28. The End of Us?

4.5K 309 0
                                    

Sejak hari itu, kedekatan Revan dan Sarah mulai naik satu tingkat. Tidak lagi saling bertemu, mereka berdua hampir setiap waktu bertukar pesan. Mengetahui hal apa saja yang telah di lalui dalam sehari. Terkesan simple memang, namun kedua nya sangat butuh hal tersebut.

"Van, gimana?" Rio bertanya pelan, takut kalau adik nya akan tersinggung akan masalah ini.

Sementara yang di tanya hanya menggeleng-gelengkan kepala nya sambil tersenyum. "Gatau, secepat nya gue kasih tau. Sekarang lo jagain Mama bentar ya, gue mau jalan sama Sarah."

Laki-laki itu kemudian membuka kaos rumahan nya, lalu mengganti dengan kemeja berwarna putih panjang. Setelah menata rambut nya dengan gel dan menyemprotkan hampir satu botol parfum ke tubuh, Revan keluar dari kamar nya. Meninggalkan Rio yang sempat mengucapkan beberapa kata.

"Hati-hati, jangan lupain juga masalah ini. Keadaan Mama udah parah."

Revan mengangkat kedua ibu jari nya, tanda ia mengerti.

----

Malam ini bukan malam minggu, tapi karena libur semester sedang berlangsung, Revan dapat mengajak Sarah makan malam di suatu restoran. Pertemuan kali ini sengaja ia atur dengan formal, karena malam ini juga ia akan menyatakan perasaan nya kepada perempuan itu.

Revan optimis kalau Sarah juga merasakan apa yang ia rasakan, hingga laki-laki itu tidak dapat menghilangkan senyuman nya sejak turun dari mobil tadi. "Sarah ada, Tan?"

Naura yang awal nya tersenyum kini terlihat berpikir sebentar. "Ehm--engga ada, tadi barusan pergi sama Ardian."

"Hah?" Revan kaget, tentu. Sarah sudah janji tentang malam ini, dan ia juga berharap kalau malam ini adalah malam yang paling berharga. Tapi pikiran Revan salah, semua nya, tentang ia yang berpikir kalau Sarah akan menunggu nya di depan pintu, atau bahkan pikiran nya yang mengatakan kalau Sarah juga memiliki perasaan yang sama. Semua nya salah. "Oh yaudah Tan, makasih. Revan pulang dulu."

Bukan nya pulang, Revan sekarang malah ada di dalam sebuah club yang berada di tengah pusat kota. Beberapa kali ia menyipitkan mata nya saat alkohol tersebut masuk ke dalam tenggorokan--membuat sensasi pahit yang ia rasakan.

Ini pertama kali nya ia berkunjung ke tempat seperti ini, banyak orang-orang yang sudah kehilangan kesadaran di sudut ruangan. Ada yang sibuk menari di dancefloor, ada juga perempuan yang sibuk menggoda nya dari tadi. Walaupun suara perempuan ber-gaun merah seksi itu sangat menggoda, yang Revan dengar hanya lah suara Rio yang terus meminta nya memberi kepastian.

"Stress kenapa, say?" Revan tidak menanggapi suara tersebut, kesadaran nya masih 70 persen. Sedangkan tangan perempuan itu sudah bermain di tubuh Revan.

Awal nya Revan biasa saja, tapi akhirnya ia jengah juga dan memilih pindah tempat. Sudah hampir satu botol ia habiskan dan itu sukses membuat pandangan Revan kabur, sambil mengoceh beberapa hal, laki-laki itu memilih keluar club.

"Sarah!"

"Sarah!"

"Sarah lo ngeselin!" Revan berteriak sambil menunjuk-nunjuk tiang di hadapan nya. Ia sekarang sedang berjalan di trotoar, lupa kalau sebenarnya ia membawa mobil yang terpakir di depan club tadi.

"Gue ke Tokyo atau Sarah?"

"Alah udah ke Tokyo aja!" Revan tidak sedang berbicara dengan siapa-siapa. Ia sedang berbicara sendiri mengenai masalah nya tersebut.

EvanescetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang