9. Tanpa Sadar

6.4K 460 14
                                    

Cinta memang selalu bisa membuat rusak beberapa ikatan. Contoh nya teman. Saat memilih berpacaran dengan Ardian, Sarah perlahan kehilangan Farah--teman sebangku nya saat SMP--karena perempuan itu tahu hubungan Sarah setelah hal itu terjadi. Dan sekarang, Sarah turut kehilangan Ardian. Laki-laki yang ia kenal dari bangku empat sekolah dasar, saat Ardian yang memakai kacamata terjatuh akibat tersandung tali sepatu nya sendiri, dan Sarah lah yang membantu laki-laki itu. Sederhana memang, tapi tidak ada yang menyangka kalau hubungan mereka akan berlanjut hingga seperti sekarang.

Mati rasa? Perasaan itu mungkin dapat mewakili Sarah saat mengetahui kalau Ardian meninggalkan nya. Tanpa pemberitahuan, tanpa salam perpisahan. Tidak jelas. Sarah hanya bisa menangis di kamar nya setelah tau kabar itu dari teman sebangku Ardian yang mengatakan kalau laki-laki itu akan melanjutkan SMA di Singapura.

Bukan cuma itu, Sarah sempat meminum susu yang ia campur dengan sedikit obat nyamuk kemasan yang seperti body lotion itu. Kejadian nya singkat, hari ke-tujuh puluh Ardian pergi tetapi laki-laki itu tetap mengabaikan pesan Sarah. Baik via pesan, telfon, whatsapp, line, path, twitter, instagram, bahkan email sekalipun. Sarah yang seperti kehilangan akal itu kemudian mengambil obat nyamuk yang ada di sudut ruangan kamar nya dan mencampur beberapa nya ke dalam susu putih yang ia buat.

Aneh memang. Sedikit berlebihan. Tapi itu kenyataan nya. Ia juga sempat berpikir apakah hal itu yang membuat diri nya menjadi rada gesrek seperti sekarang? Mungkin saja. Masih untung ia tidak meninggal.

Kejadian Ardian kemarin tentu ber-efek besar bagi Sarah pagi ini di sekolah. Perempuan itu kelihatan lebih malas dari biasa nya. Hanya duduk di tempat nya saat jam istirahat tiba, apalagi saat guru masuk, ia hanya tidur. Ke-bacotan nya juga berkurang 80%.

"Bete nilai mtk lo jelek?" Sarah menoleh, kemudian memutar kedua bola mata nya malas.

"Sejak kapan si Al pelajaran di sekolah bisa buat gue kayak gini?"

"Terus karena apa? Ga di kasih duit jajan gara-gara ngatain club bola bapak lo?" Tebak Alya lagi. Sumpah, ia kepo setengah mati. Melihat Sarah yang diam saja tanpa ada angin topan adalah hal yang luar biasa tidak pernah terjadi.

Sarah berdecak pelan lagi. "Kan gue sama club nya kayak bapak gue."

Alya reflek menepuk dahi nya pelan. "Oiya lupa," Alya dan Sarah baru kenal saat masuk SMA, wajar saja bila ia sama sekali tidak mengetahui apapun tentang Ardian. Ya walaupun Alya adalah orang yang dapat di percaya namun Sarah masih enggan memberi tahu.

----

"Eh buku gue kemana ya!"

"Kemana kek yang enak, udah gede." Revan menyeletuk asal setelah muak mendengar teriakan Rafi yang sibuk mencari buku tulis ekonomi nya yang hilang.

Rafi lantas tertawa sebentar, kemudian kembali berteriak sampai-sampai hampir satu kelas meneriaki nama nya untuk segera diam. "Woy Van buku gue kemana?!!!"

"Kejedot." Rafi langsung menoyor kepala teman sebangku nya itu. "Lo gatau betapa berharga nya buku tulis itu!"

"Paling tiga ribu, terus kalo pake sampul paling goceng. Nah berhuhung buku tulis lo ga ada sampul, jadi cuma tiga ribu."

"Tau aja tukang fotocopy," balas Rafi tidak kalah jail. Membuat raut wajah Revan jadi masam. Senjata makan tuan itu nama nya. "Yaudah entar fotocopy buku tulis aja, kalo mau yang lengkap minta catetan Bu Leli sekalian."

Revan memang tidak dalam keadaan mood yang baik, makanya ia sekarang memilih keluar kelas meninggalkan Rafi yang sedang bacot itu.

Sekarang ia lebih memilih mengambil bola basket yang tersedia di ruang olahraga kemudian bermain sendirian di lapangan. Mungkin memang hanya kelas nya saja yang sedang free class.

Revan beberapa kali melakukan gerakan shoot dari jarak tiga poin. Dari percobaan yang di lakukan, semua nyaris masuk.

Saat mata nya tidak sengaja menangkap Sarah yang sedang berjalan dari arah kantin, laki-laki itu langsung melempar bola basket tersebut ke depan Sarah yang sukses membuat perempuan itu marah-marah.

"Ini si anjing ngajak ribut mulu," ujar nya kesal lalu memilih melempar kembali bola basket itu ke arah Revan yang di tangkap sigap oleh laki-laki itu.

Sarah tidak melanjutkan perdebatan nya, ia terus berjalan setelah tiba-tiba tubuh nya di tarik menuju lapangan dari belakang. "Revan gue lagi males berantem ya."

"Gue ga ngajak lo berantem, gue ngajak lo main basket."

"Gue benci basket. Jangan bikin gue tambah benci," ujar Sarah tegas. Tidak ada teriakan, suara nya datar. Seakan mengisyaratkan Revan untuk berhenti bermain-main lagi.

Dan saat Sarah lengah, Revan mengambil ponsel putih dari tangan perempuan itu. "Pegang bola basket nya terus shoot kalo mau hp lo balik."

"Apaan si Van!" Sarah berteriak marah, tubuh nya menjinjit agar bisa mengambil ponsel nya yang ada di tangan Revan yang sengaja di lambaikan ke atas. "Van balikin! Gue marah nih!"

"Revan!" Sarah berkacak pinggang melihat Revan yang malah duduk di tribun pinggir lapangan, mata laki-laki itu menatap bola basket di bawah nya. Lalu dengan kasar Sarah mengambil nya dan berdiri sedikit dekat dari bawah ring basket.

Sarah memang benci permainan itu karena ia tidak mengerti apa-apa tentang peraturan permainan nya. Apalagi tubuh nya yang pendek tidak mendukung untuk menjadi atlet basket.

Dua detik kemudian Sarah men-shoot bola tersebut namun tidak masuk. "Gue udah nge shoot. Balikin hp gue!"

"Ga bisa, sebelum bola nya masuk!"

Sarah berdecak tapi menuruti apa yang Revan katakan.

Percobaan pertama.

Tidak masuk.

Percobaan kedua.

Tidak masuk.

Percobaan ketiga.

Masih tidak masuk.

Percobaan keempat.

Masih tidak masuk juga

Sarah merengang marah, sedikit tertantang untuk memasukan bola tersebut ke dalam ring basket.

Percobaan kelima.

"WOI MASUK!!!" Sarah lantas berteriak, lalu loncat-lomcat kegirangan. Ia tersenyum cerah--senyum pertama pada hari ini. "Liat nih gue bisa lagi!"

Sarah kembali mencoba. Revan tertawa dari tempat nya, padahal tadi Sarah sangat ingin mengambil handphone nya saat bola nya masuk, tapi saat ia berhasil melakukan nya, perempuan itu malah menginginkan nya lagi.

"VAN AJARIN GUE!" Revan baru beranjak setelah Sarah berteriak. Tubuh tinggi nya kemudian berdiri di samping Sarah dan mengambil alih bola oranye itu. Dengan sabar Revan mengajari beberapa gerakan dasar untuk melakukan shoot.

"Sini Van sini gue bisa!" Ujar Sarah antusias sambil mengadahkan tangan nya meminta bola tersebut dari Revan.

Revan memberi lalu mundur satu langkah, Sarah berhasil memasukan bola tersebut lalu berteriak lagi. Wajah nya sudah tidak terlihat murung.

Revan yang melihat Sarah loncat-loncat--menggemaskan-- tersebut memeluk perempuan itu tanpa permisi. Sarah ikut membalas--mungkin ia berpikir kalau itu hanya lah sebuah pelukan selebrasi. Tapi Revan buru-buru melepaskan ketika menyadari bahwa hal itu salah. Memeluk Sarah di tengah lapangan itu sama saja bunuh diri, ia jelas tidak ingin Sarah di labrak dengan kakak kelas lagi.

Sumpah, Revan benar-benar kelepasan.

Dan tanpa Sarah sadari, ia sudah bisa melupakan Ardian sekarang. Ia tersenyum sumringah tanpa ada beban lagi. Apakah semua itu karena Revan? Mungkin.

EvanescetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang