4. Keputusan

62 5 0
                                    

Tante Juliana sudah datang bersama Dokter Daniel. Dokter Daniel langsung memeriksa Aldrian. Sementara itu Dea sedang membuatkan minum untuk mereka. Tiba-tiba ibunya datang.

"Udah selesai belum?" Tanya Tante Okta. Dea mengangguk. Tante Okta mengambil alih nampan kemudian menuju kamar Dea.

"Mama kira tadi kamu diapain sama Aldrian sampe teriak kayak gitu,"

"Aduhh mama, jangan ingetin kejadian itu lagi deh, aku malu mahh, untung Dea gak khilaf, kalo sampe khilaf ilang first kiss aku," kata Dea.

"Pokonya first kiss kamu buat suami kamu! Mama gak mau tau!"

Dea hanya tersenyum. Akhirnya mereka sampai. Dea langsung menaruh nampan di meja kecil yang ada di kamar Dea.

"Apa dia terbentur lagi?" Tanya Dokter Daniel.

"Iyaa dok tadi saat menyetir mobil ia terbentur setir karena mengerem mendadak," jelas Dea. Tante Juliana makin cemas. Tapi sepertinya ia sudah siap untuk menghadapi apapun yang terjadi.

"Apakah anda sudah berkonsultasi kepada teman saya?" Tanya Dokter Daniel. Tante Juliana menggeleng.

"Sebaiknya cepat dikonsultasikan supaya kami bisa mengambil Tindakan," tante Juliana mengangguk. Dokter Daniel kemudian pamit untuk pergi.

Sudah pukul 10 malam tapi Aldrian belum juga sadar. Kata Dokter ia akan sadar dalam beberapa jam. Tapi ini sudah lebih dari 3 jam. Tante Juliana masih menunggu Aldrian ditemani oleh Tante Okta. Om Ardy tidak bisa datang karena ada pertemuan penting. Sebenarnya Ia akan datang tapi Tante Juliana melarangnya karena Aldrian sudah baik-baik saja. Tante Okta kemudian mengajak Tante Juliana untuk tidur di kamarnya karena Om Bian sedang ke luar kota. Tante Juliana bersikukuh untuk menjaga Aldrian. Tapi Dea meyakinkan kalau dia akan menjaga Aldrian dan memberitahunya jika Aldrian kenapa-kenapa. Akhirnya Tante Juliana Luluh. Tinggalah mereka berdua di kamar itu. Dea masih memikirkan kejadian tadi ia berpikir apakah jika tadi mereka berciuman apakah Aldrian akan sadar? Dea menggeleng kepalanya. Ia kemudian mengambil selimut di lemari dan tidur di sofa di kamar Dea. Ia pun tertidur tak lama setelah itu.

Aldrian membuka matanya. Kepalanya sedikit sakit tapi sudah tidak separah tadi. Ia bingung kenapa ia masih ada di kamar Dea bahkan tidur. Ia melirik jam dinding. Pukul 2 malam. Ia kemudian melihat Dea yang tidur di sofa. Aldrian membuka selimutnya dan berjalan ke arah Dea. Ia ingat kejadian sebelum pingsan kalau ia ingin pamit pulang tapi kepalanya sakit. Lalu apa yang terjadi setelah itu? Aldrian tidak ingat, ia hanya tau kalau mungkin jika pingsan ia akan menubruk Dea. Aldrian mengelus puncak kepala Dea. Ia merasa kalau Dea sangat cantik saat tidur. Aldrian kemudian melirik meja belajar Dea karena tertarik pada sebuah miniatur. Ia memegang sebentar kemudian menaruhnya lagi. Ia sebenarnya tertarik pada sebuah album tetapi ia tidak membukanya untuk menjaga perasaan Dea. Kemudian ia baru ingat kalau ibunya pasti khawatir. Tetapi ia melihat dari jendela mobil ibunya. Ia membatalkan niat untuk menelpon ibunya.

****

Pagi harinya Dea terbangun tetapi ia heran karena ia sudah ada di ranjangnya. Siapa yang memindahkanya? Kemana Aldrian? Ia duduk dan terkejut karena Aldrian tidur di sofa. Ia menghampiri Aldrian. Ia tersenyum sedikit kemudian mendekatkan wajahnya ke wajah Aldrian.

"Harusnya gue yang ngelakuin ini di ranjang lo!" Kata Aldrian yang membuat wajah Dea berhenti mendekat.

"Lo udah bangun?" Kata Dea gugup.

"Belum gue masih mau tidur, udah sana mandi habis itu sholat subuh! Nanti telat ke sekolah!" Kata Aldrian sambil memperbaiki posisinya.

"Lo sendiri udah sholat?"

"Udah yaa, lo masih molor gue udah sholat, dasar kebo!"

"Boong,"

"Udah sana sebelum gue khilaf cepet mandi makanya!" Kata Aldrian.

SubstituteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang