Aldrian langsung menjatuhkan dirinya di sofa saat sampai di rumah Alfani. Di ruang tamu sudah ada Alfani dan Davino yang menunggu mereka. Mereka berdua bingung melihat Aldrian.
"Gue akan buatin minum dulu," kata Alfani sambil tersenyum.
"Nahh gitu dong daritadi, giliran Aldrian udah dateng aja peka banget lo buatin kita minum, daritadi pas gue dateng ngapain aja?" Canda Davino. Aldrian menatap Davino. Ia sedang tidak ingin bercanda saat ini. Alfani langsung pergi ke dapur setelah Aldrian menatap Davino.
"Lo kenapa sih? Ada masalah lagi sama Dea?" Kata Davino yang langsung berpindah sofa dan duduk di samping Aldrian. Aldrian menghela napasnya sambil memegangi dahinya yang menghadap ke langit rumah.
"Gue bingung,"
"Bingung kenapa?" Aldrian membenarkan posisi duduknya begitupula Davino.
"Lo tau Tian kan? Pacarnya Dea dulu?" Tanya Aldrian. Davino mengangguk.
"Dea masih suka inget dia dan kayaknya perasaannya masih ada untuk dia, yaa gue bisa maklum itu, itu emang butuh waktu buat ngelupain itu," Jelas Aldrian. Dahi Davino mengkerut berusaha mencerna perkataan Aldrian.
"Terus apa masalahnya?"
"Dea suka sama gue karena gue mirip sama Tian, gue cuma mikir aja kalau gue gak mirip sama Tian, apa dia bakal suka sama gue juga? Apa dia bakal kayak gini?"
"Jadi lo ragu sama perasaannya Dea?" Tanya Davino. Aldrian hanya mengangkat bahunya. Davino memegang kedua bahu Aldrian dan mengarahkan badanya untuk menghadap Davino.
"Al, kenapa lo harus ragu? Inget, Tian itu udah meninggal, dan Dea nemuin lagi Tian dalam diri lo, jadi kalau menurut gue lo jangan ambil kesimpulan kayak gini dulu," kata Davino sambil sesekali menepuk bahu Aldrian.
"Al, gue yakin seiring waktu Dea akan ngelupain Tian dan dia akan punya perasaan yang tulus ke lo, dia hanya perlu waktu, dan itu tugas lo buat perasaan Dea jadi tulus ke lo," lanjut Davino.
"Dan bisa aja perasaanya udah tulus sekarang, kalau emang bener gitu lo udah buat kesalahan ke dia, kalo lo aja ngadepin ini udah kayak gini gimana dia Al kalau misalkan perasaanya udah tulus, dia itu cewe al, inget! Kalau lo pacaran ama cowok mungkin gak perlu dikhawatirin," kata Davino. Perkataan Davino ada benarnya. Dea juga sempat bilang kalau perasaannya itu hanya diawal, bisa saja ia suda tulus saat ini. Kalau begitu ia melakukan kesalahan besar.
Aldrian beranjak dari duduknya tetapi di cegah Davino.
"Lo mau kemana? Ke rumah Dea? Udah malem,"
"Gue harus minta maaf ke dia, Dav!"
"Bisa besok, al! Ini udah malem gak enak sama orang tuanya juga, Dea juga butuh istirahat juga kan?" Kaya Davino.
"Lho al? Lo mau kemana?" Tanya Alfani yang baru selesai membuat minuman. Aldrian menggeleng dan kembali duduk.
"Sorry ya lama tadi gue sekalian nyiapin cemilan di ruang tengah, kita pindah kesana yuk sekalian nonton film,"
"Ohh yaa sebelumnya thanks yaa udah mau nemenin gue malam ini, sorry kalau ganggu waktu kalian,"
"Gakk kok gakk, gakpapa, kita juga gabut di rumah," kata Davino. Alfani tersenyum dan kemudian pindah ke ruang tengah.
Aldrian tiduran di sofa sambil mengahadap ke Layar tv. Tapi, fokusnya hanya ke hpnya. Sedari tadi ia berusaha menghubungi Dea tapi tidak bisa. Apa benar dia marah?
"Al udah besok aja kan bisa, mungkin dianya udah tidur," kata Davino. Alfani hanya diam. Ia tidak ingin mencampuri urusan mereka. Aldrian tidak menggubris Davino.
KAMU SEDANG MEMBACA
Substitute
Teen FictionSejak kematian Tian, Dea mulai menutup dirinya ke semua cowok. Namun, hal itu berubah saat ia menemukan cowok di sekolah barunya bernama Aldrian yang sifatnya hampir mirip dengan Tian serta sekilas mirip dengan Tian. apakah ini sebuah keajaiban yang...