Akhirnya Dea diterima di sekolah yang baru. Ia diterima di salah satu Sma negeri favorit di Jakarta, Sman 6 Jakarta. Ia cukup senang dapat diterima di sini. Namun, Dibalik kesenanganya itu ia sangat merindukan Tian di sini. Tian pasti diterima jika ikut mendaftar toh nilai mereka berdua sama.
Hari ini adalah hari pertamanya. Di jadwal, ia akan melaksanakan MPLS. Yaa semacam MOS. Setelah upacara pembukaan para murid yang masih membawa tasnya dipersilahkan masuk ke dalam kelasnya di dampingi para walikelas. X MIPA 5, itulah kelasnya sekarang. Ia memilih duduk di depan meja guru yang kebetulan berada di paling ujung.
"Hey, apakah ini kosong?" Tanya seseorang. Dea mendongak. Ia hanya mengangguk. Setelah itu diam. Ia membiarkan orang itu duduk di sebelahnya.
"Kenalin nama gue Alfani Oktavianti, dari smp 68, lo bisa panggil gue fani or Okta," katanya sambil mengangkat tanganya mengajak Dea untuk berjabat.
"Gue Dea Anastasya, dari smp 11, lo bisa panggil gue Dea," jawab Dea. Semenjak kematian Tian, Dea mulai mengubah gaya bicaranya. Setelah itu mereka hanya diam. Wali kelas mereka masuk memperkenalkan diri dan kemudian hanya beberapa pengarahan. Setelah itu kegiatanya adalah berkeliling sekolah. Dea sedikit terkejut sekolah ini tidak terlalu besar tetapi memiliki ruangan yang lengkap mulai dari laboratorium serta beberapa ruangan khusus untuk kegiatan pembelajaran. Selain itu banyak ruangan yang tersembunyi, hal itu yang menyebabkan sekolah ini memiliki banyak ruang.
Kali ini kelasnya berjalan menuju perpustakaan. Cukup besar memang. Selain kelasnya ada rombongan kelas lain juga yang sedang ada di perpustakaan.
"Hey Dea, apa kau lihat itu?" Katanya sambil menunjuk sebuah cowok yang sedang melihat-lihat buku.
"Iyaa lihat,"
"Lo tau gakk? Dia itu satu sekolah sama gue dulu, dia jadi primadona di sekolah, selain tampan dia juga pintar," katanya.
"Oh yaa? Memangnya berapa nemnya?" Kata Dea tidak percaya.
"37.7,"
"Apa?" Dea terkejut mendengar hal itu. Sangat terkejut.
"Iyaa kenapa memangnya? Oh yaa namanya Aldrian Adhlino Gavin, tapi sayangnya dia gak pernah berhubungan sama cewe, soalnya banyak cewe yang deketin dia, ditolak semua, sampai beredar rumor di sekolah kalau dia gay," katanya. Dea tampak terkejut dengan pernyataan itu. Tapi ia berusaha tenang
"Lo suka sama dia?" Tanya Dea lagi.
"Ahh tenang aja gue udah punya tapi dia diterima di sekolah tetangga," katanya. Dea hanya mengangguk. Ia sangat penasaran dengan cowok itu karena sepertinya mirip dengan Tian.
"Perhatian untuk kelas X MIPA 1, segera berkumpul kembali karena kita akan melanjutkan perjalanan," kata walikelas kelas tersebut. Ahh dengan itu Dea bisa tau kelasnya.
Setelah berkeliling sekolah, anak-anak peserta MPLS dipersilahkan istirahat. Karena pihak sekolah masih belum mengizinkan para peserta untuk ke kantin demi mempersingkat waktu di dalam jadwal yang padat, jadi pihak sekolah mengimbau untuk membawa bekal. Dea membawa bekalnya menuju Tasya dan Adlan yang juga diterima di sekolah ini. Adlan masuk di kelas X MIPA 4 sementara Tasya masuk di kelas X IPS 4. Mereka bertiga duduk di tangga.
"Bagaimana hari pertama kalian?" Tanya Adlan.
"Gue baik aja kok,"
"Gue juga, tapi tadi gue ngeliat cowok mirip sama Tian, trus nem kita juga sama," kata Dea.
"Gak mungkin Dea, itu hanya halusinasi lo aja kli, klo dari nem emang bisa aja sama kan," kata Adlan.
"Gak dlan, klo gak salah namanya Aldrian, ya Aldrian Adhlino Gavin, anak kelas X MIPA 1, coba tolong lo cari tau yaa dlan," kata Dea memohon.
KAMU SEDANG MEMBACA
Substitute
Teen FictionSejak kematian Tian, Dea mulai menutup dirinya ke semua cowok. Namun, hal itu berubah saat ia menemukan cowok di sekolah barunya bernama Aldrian yang sifatnya hampir mirip dengan Tian serta sekilas mirip dengan Tian. apakah ini sebuah keajaiban yang...