CHAPTER 6

39 9 0
                                    


Kakakku membuka pintu untukku tanpa keluar dari mobilnya, lalu aku langsung duduk di sampingnya. Zuho-ssi sudah mendahului kami dengan motor sport-nya, padahal kukira ia bakal ikut ke rumah bersama kami. Aku menceritakan tentang hal yang membuatku bingung tadi pagi pada kakakku, tapi sayangnya tanggapannya tidak sesuai harapanku, karena rupanya ia juga tidak tahu. Berbeda denganku, ia justru sudah tahu tentang anak baru yang datang ke sekolah hari ini, katanya anak itu memang tampan sampai-sampai banyak sunbae yang menyukainya.

"Tingginya kira-kira sebatas telingaku, rambutnya hitam, dan.....ah! hidungnya sangat mancung kau tahu! Apa kau sudah bertemu dengannya?" kata Seokwoo oppa.

Mataku membesar, mungkinkah anak itu sama dengan yang diceritakan oleh Eunha?

Aku menggeleng pelan-pelan, "Anio, oppa, apa kau pernah berbincang dengannya?" jawabku lemah.

Kakakku menoleh, "Belum. Lagipula kami hanya bertemu sekali saat aku akan menuju ke kafetaria, karena dia tersenyum padaku, jadi aku membalasnya. Hanya itu saja. Ada apa?"

"Gwenchana, oppa... Apa matanya menyipit saat ia tersenyum?" tanyaku lagi.

Seokwoo tertawa, "Hei, kenapa kau bertanya seperti itu? Kau suka dengan laki-laki yang bermata sipit, ya?"

"Oppa! jawab saja, jangan mengejekku seperti itu!"

Kakakku berhenti tertawa, "Ne, mianhaeyo. Hm, yeah, kupikir ia memiliki eye smile yang sangat baik,"

Aku sangat terkejut dengan apa yang dikatakan kakakku, dan tak sengaja aku hampir berteriak jika ia tak menutup mulutku, "Eomeona! Jangan-jangan.....dia itu orang yang mencariku! Aigoo! Teka-teki macam apa ini?"

Seokwoo juga tampak kaget, "Benar juga. Tapi untuk apa dia mencarimu, Yuju-ah?"

Kuangkat nahuku pelan, "Nado molla, oppa. Eh, sudahlah, kita hampir sampai di rumah, jangan banyak mengobrol, atau nanti kita akan benar-bena terjebak di jalanan."

Seokwoo akhirnya tersenyum dan mengalah padaku.



Sesampainya kami di rumah, aku sempat merasa bingung ketika ada dua mobil yang terparkir di halaman. Aku tidak tahu apakah itu adalah mobil milik tamu kami yang datang hari ini, atau mungkin juga salah satu kerabat ibuku. Seokwoo bahkan mengatakan bahwa ia sama sekali tidak pernah melihat plat nomor dua mobil tersebut.

Kami berdua masuk ke dalam setelah melepas sepatu dan meletakkannya di rak yang ada di sudut teras.

"Eomma, kami pulang!" kataku.

Rupanya di ruang tamu ibuku sedang bercakap-cakap dengan empat orang asing yang belum kukenal, ayahku dan orangtua Seokwoo juga sudah datang, jadi kemungkinannya adalah mereka tamu kami.

"Nah, itu mereka!" Ayah Seokwoo oppa berkata cukup lantang ketika menoleh ke arah kami, saat itu juga semuanya menatap kami berdua.

Aku dan kakakku seketika membungkukkan diri untuk memberi hormat pada para tamu kami, "Annyeong haseyo, Seokwoo, Yuju imnida," kata kami bersamaan.

Keempat tamu kami tersenyum kemudian menghampiri kami dan membungkuk secara bergantian. Dari apa yang mereka ucapkan, mereka adalah kerabat lama orangtua Seokwoo oppa yang tinggal di Amerika. Tuan Lee Seo Jin adalah suami dari Bibi Lee Han Ra, yang merupakan pengusaha properti di New York. Dua orang lagi adalah namja yang sepertinya adalah putra dari mereka berdua, salah satunya memiliki lesung pipi yang cukup dalam dan sedikit lebih tinggi dibanding yang lain. Sementara seorang lagi memiliki hidung yang sangat mancung dan mata yang menyipit sempurna saat ia tersenyum.

"Annyeong haseyo, Lee Jae Yoon imnida!" kata laki-laki yang bertubuh lebih tinggi.

"Ne, Lee Seok Min imnida," ada jeda beberapa detik sebelum ia mengatakan sesuatu lagi, "He's my old brother!" katanya kemudian sambil merangkul lengan kakakknya.

Senyumnya tampak sangat menggemaskan.

"Ne, annyeong." aku dan Seokwoo oppa membungkuk untuk yang ke-dua kalinya.


Sejenak pikiranku mencoba mengingat kembali nama lelaki yang siang tadi mencariku, namanya Lee Seok Min? Ah! Apa lelaki itu berada tepat di hadapanku sekarang? Tapi ciri-cirinya memang sama. Lalu.....

"Yuju-ah, ini adalah siswa baru yang kuceritakan padamu ketika di mobil tadi," Seokwoo berbisik padaku saat kami sudah berada di tangga menuju kamar masing-masing.

Aku menoleh, "Ne, oppa. Aku juga berpikir begitu sebelumnya, tapi kenapa bisa kebetulan begini?" jawabku masih berbisik.

"Anio, ini bukan kebetulan, tetapi perjalanan awal dari sebuah kisah......"


Waiting ~ Don't Ever Regret What HappenedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang