CHAPTER 16

11 1 0
                                    

Aku dan Jaeyoon oppa telah sampai di rumah tepat pada pukul 3 sore. Dokyeom rupanya juga sudah menyelesaikan urusannya, jadi selain ada aku dan Jaeyoon oppa, di rumah ada eomma, Dokyeom dan Lee Ahjumma. Mereka sangat terkejut dengan kehadiran Jaeyoon yang mendadak, setelah Appa, Paman Seokmin, Bibi Nara, dan Paman Seojin kembali pergi ke New York untuk meneruskan pekerjaan mereka, rumah ini hanya ditinggali oleh 5 orang saja yang tidak termasuk dengan Jaeyoon oppa. Bibi Lee yang sangat merindukan Jaeyoon oppa langsung memeluknya erat ketika ia masuk dan mengejutkan ibunya itu. Aku senang melihat mereka berdua kembali dekat, apalagi Dokyeom yang selama sebulan ini harus berpisah dari keluarga terdekatnya ini. Mereka seolah-olah baru saja bertemu dengan anggota keluarga yang sudah selama bertahun-tahun terpisah, ada air mata haru di dalamnya, sampai aku sendiri tak bisa melukiskannya dalam kata-kata, sama seperti ketika aku merindukan Appaku di New York.

Sebenarnya aku masih tak mau memberitahu siapapun mengenai masalahku dengan Zuho oppa, namun sepertinya Dokyeom mengetahui apa yang sedang terjadi padaku. Ia menatap mukaku lamat dan menyusulku yang saat itu langsung pergi menuju kamarku. Awalnya ia hanya duduk dan diam, tetapi aku yang tiba-tiba menangis seakan membuat perasaannya peka untuk mencoba membuatku tenang dengan memberiku kehangatan melalui pelukannya. Pelukan yang berbeda yang tak pernah kurasakan dari siapapun. Aku tengah mengalami patah hati hari ini. Mungkin itu tadi adalah balasan dari kejahatanku terhadap Zuho oppa yang selama ini selalu kusembunyikan. Aku juga tidak pernah memberitahu dan justru membiarkan Seokwoo oppa penasaran mengenai siapa pengirim surat cintanya. Ini semua benar-benar membuatku pusing, aku menyukai seseorang yang menyukai sahabatku sendiri sementara aku sudah memiliki kekasih, dan seseorang itu menyukai sahabatku yang justru menyukai sepupuku sendiri.

Sepertinya aku memang ditakdirkan untuk tidak memercayai apa itu cinta. Aku memeluk erat tubuh Dokyeom, merasakan kelembutan dalam dirinya yang selama ini diam ketika aku benar-benar tak bisa menerima keadaan, kemudian memberiku semangat saat aku terpuruk. Kali ini, aku merasakan debaran yang kuat dalam dada Dokyeom selagi aku menangis. Debaran yang tak asing yang selalu kurasakan saat ia membawaku dalam dekapannya. Aku tak tahu mengapa jantungnya selalu berdetak keras, dan aku bahkan hampir tak pernah peduli mengenai apa yang Dokyeom rasakan. Ia sepertinya menyukai seseorang, tetapi ia tak pernah kuberi kesempatan untuk menceritakan apa yang disembunyikannya jika aku sudah bercerita, semuanya justru kuambil alih karena aku merasa benar-benar membutuhkan teman bicara seperti Dokyeom. Seokwoo oppa saat ini sedang sangat sibuk dengan urusan ujiannya, jadi aku takkan berani mengganggunya.

Isakanku masih terdengar sangat keras ketika Dokyeom mulai bicara padaku, "Ceritakan apa yang membuatmu bersedih begini, Yuju-ya... aku tidak suka kau menangis karena orang lain...." bisiknya.

Sambil sesegukan aku mulai menceritakan masalahku, "Aku terlalu jahat, kan Dokyeomie? Zuho oppa mengetahui apa yang kusembunyikan selama ini, bahwa aku sama sekali tak pernah mencintainya.... Aku telah mengingkari janjiku bahwa aku akan mencoba membalas perasaannya. Sumpah demi Tuhan aku telah berusaha keras membalasnya, tapi pikiranku malah terus tertuju pada kakakmu.... Hari ini aku mengalami dua kejadian yang menurutku memang sudah ditakdirkan untukku, Jaeyoon oppa menyukai Eunha, sahabatku......" tangisku tak bisa berhenti bahkan semakin keras saat aku mengakhiri ceritaku.

Dokyeom tampak sangat terkejut, mungkin ia mengerti bagaimana perasaanku sekarang, aku yang tak bisa menjadi gadis yang kuat, yang setiap hari rapuh karena terbayang akan kesalahan yang telah kuperbuat selama ini. Aku yang selalu menyembunyikan kesedihanku di hadapan sahabat dan kekasihku, apalagi sepupuku, tetapi tidak dengan Dokyeom. Ia adalah pendengar yang sangat baik. Ia mau menerima segala keluh kesahku, dan mau memberiku jawaban mengenai rasa penasaranku terhadap kakak kandungnya. Aku beruntung memiliki Dokyeom. Sangat.

Lelaki berhidung mancung itu menghela napasnya panjang, tapi ia tak mau menatap mataku, "Yuju, ada aku di sini.... bersandarlah padaku.."

Sekali lagi aku memeluk Dokyeom dan menumpahkan segala kekesalanku di dalamnya, aku menangis sejadi-jadinya. Apa aku tak akan bisa merasakan cinta yang tulus di hatiku? Sama sekali tak bisa? Apakah aku terlalu menyakiti seseorang yang menyayangiku? Apa aku terlalu naif untuk berpura-pura tidak peduli dengan perasaan seseorang yang kusuka terhadap orang terdekatku? Aku lelah berusaha untuk selalu tersenyum di hadapan orang lain, dan kali ini aku benar-benar rapuh. Hanya karena masalah sepele yang terlalu kubesarkan, aku bisa menjadi rapuh? Aku adalah orang terbodoh di sini. Akulah yang mengawali semua kekacauan ini. Dan aku pula yang akan mengakhirinya. Aku berjanji.


**********************************************************************************************


Pagi ini, keluarga kami kembali melakukan kebiasaan kami setiap hari, yaitu sarapan bersama-sama. Karena Jaeyoon oppa juga sudah kembali, ia sekalian saja ikut makan bersama kami. Aku tak pernah bisa lagi menatap wajah Jaeyoon oppa setelah mengetahui fakta yang semalam terbongkar, aku tak mau lagi membiarkan perasaanku terus berkembang menjadi lebih besar terhadap seseorang yang sama sekali tak melihatku. Aku diam. Hanya sesekali tersenyum dan mengangguk jika orang lain berinteraksi olehku. Kecuali Dokyeom. Ia juga memilih untuk diam daripada harus kembali merusak suasana hatiku. Bisa kurasakan tatapannya yang dalam untukku, berusaha untuk memberikan pertanyaan Apa aku sudah lebih baik? menggunakan matanya. Jawabanku hanya berupa anggukan. Untuk pertama kalinya, sarapan pagi di sini benar-benar terasa canggung. Seokwoo oppa terus mencandaiku yang hanya kubalas dengan tatapan tak suka. Mungkin ia berpikir bahwa aku sedang dalam masa penting perempuan, jadi ia kembali diam daripada harus mendapatkan semprotan emosi dariku.

Jaeyoon oppa tersenyum kecil padaku tanpa bicara apapun. Tatapannya yang hangat sedikit demi sedikit berubah menjadi tatapan iba. Entahlah, mungkin ia sudah tahu bahwa aku menyukainya. Aku tidak peduli karena aku memutuskan untuk tidak lagi percaya adanya cinta. Itu lebih baik daripada aku harus berbohong pada diriku sendiri mengenai semua yang kurasakan dan bersembunyi di balik topeng bahagia yang kumiliki.

Selesai makan, aku langsung mengambil tasku dan meminta izin untuk berangkat lebih dulu menuju ke sekolah. "Kenapa tidak sekalian saja? Bersama kita bertiga?" tanya Jaeyoon oppa. Aku menggeleng sambil tersenyum kecil, kebetulan ini adalah hari Selasa, hari di mana aku ada jadwal untuk piket, "Anni oppa, aku ada piket hari ini." Aku menjawab dengan suara sehalus mungkin dan ekspresi yang tetap tenang meski aku merasa hancur. Setelah itu aku memberi salam kepada semua orang di rumah dan berangkat dengan berjalan kaki menuju ke halte bus.

Aku memikirkan semuanya saat aku berada di jalanan, mencoba mencari pembenaran mengenai apa yang seharusnya kulakukan selanjutnya. Tetapi di tengah pemikiranku, suara klakson mobil tiba -tiba membuatku terkejut. Aku menoleh dan mendapati Eunha yang berada di dalamnya. Ia tersenyum ramah padaku kemudian menyuruhku masuk ke dalamnya, "Masuklah Yuju-ya."

Aku mengangguk menyetujui tawaran Eunha.

"Kenapa kau berangkat sendiri? Kenapa tidak bersama Zuho oppa?" tanyanya.

Aku menghela napas panjang kemudian menggeleng.

Eunha tampak terkejut, "Dan kenapa mukamu sangat murung begini? Apa ada masalah?"

"Aku dan Zuho oppa sudah berakhir." jawabku berterus terang.

Eunha membuka mulutnya refleks, matanya mencoba mencari keterangan lebih lanjut dariku, namun aku hanya menjawabnya dengan kata-kata yang membuatnya mengerti, "Aku akan menceritakannya nanti. Kau sendiri tampak sangat bahagia, kenapa?" di akhir pertanyaan, aku mencoba tersenyum dan bahagia ketika sahabatku sendiri merasa senang.

Eunha tampaknya sedikit enggan uuuntuk menyatakannya ketika kondisiku sedang tidak baik, tapi aku menggeleng dan mengatakan bahwa aku akan baik-baik saja, akhirnya ia mengungkapkan apa penyebabnya bisa sangat bahagia hari ini.  "Yuju-ya, hari ini aku akan menemui Rowoon oppa dan menyatakannya. Di taman sekolah, nanti kau harus ikut aku ya?"

Aku terkejut. Sangat terkejut. "Ne, aku akan ikut."

Aku lebih terkejut lagi dengan jawabanku sendiri. Itu artinya aku 100% mendukung Eunha untuk bersama dengan Seokwoo oppa sementara aku juga membiarkan Jaeyoon oppa. Eunha yang tersenyum senang membuat perasaanku lebih tenang, aku ingin membuatnya bahagia meskipun tanpa sadar aku juga sedang mengalami patah hati  yang begitu menyiksa. Aku memilih diam saat perjalanan menuju sekolah. Menatap keluar kaca mobil sambil mendengarkan Eunha mendendangkan lagu-lagu yang diputar dalam mobilnya. Aku tersenyum kecil merasakan murung di hatiku yang tak kunjung mereda.

Jangan sesali apa yang terjadi, Yuju....

Waiting ~ Don't Ever Regret What HappenedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang