•••Chapter 4•••

31 5 0
                                    

"Ternyata dia bukan matahari, dia cuman pelagi yang hadir dengan segala warnanya yang indah tapi hanya sejenak!"

~°•°~

"Ini kenapa hujan sih" ucap Arneta kesel.

Ia sedang berdiri di depan halte sambil mencari angkutan umum yang lewat. Namun nihil saja dari 1 jam lebih ia berdiri belum ada angkot yang lewat juga. Pasti kalian bertanya, kenapa gue gak pake mobil? Dan jawaban bensinya habis.

"Loh nunggu angkot yaa?" ucap seseorang.

Arneta yang mendengar seseorang berbicara, langsung menolehkan wajahnya dan melihat seorang cowok yang sangat ia tidak suka beberapa hari ini. Ia sangat tidak suka dengan pria ini karena apa?? Gue juga gak tau tapi yang jelas gue gak suka aja liat dia.

"Loh liat apa?" ucap Arneta yang selalu judes dengan pria itu.

"Ngamen" ucap Devon dingin dan datar.

"Whatt!! Gue gak salah dengar" ucap Arneta dengan menatap tajam Devon.

"Gak usah liat terus, entar ikut kerumah lagi" ucap Devon lagi-lagi santai namun padangannya kearah jalan.

"Najisin" ucap Arneta lalu kembali mencari angkot lewat.

Hening......

"Ngapain sih loh disini?" ucap Arneta membuka suara.

"Emang halte ini punya bonyok loh?" tanya Devon dingin.

Bukan juga sih!! Batin Arneta.

"Kalau iya, loh mau apa?" tanya balik Arneta dengan nada sinis.

"Gak pa-pa," ucap Devon dengan khasnya yang selalu dingin dan datar.

Jam sudah menunjukkan pukul 16:30, tetapi hujan tak hentinya meneteskan air dibumi, Arneta terus menerus berdiri dihalte. Begitu juga Devon ia masih berdiri disana!!

"Loh gak pulang?" tanya Devon santai.

"Gue juga mau pulang dari tadi bego,tapi angkotnya gak ada yang lewat" ucap Arneta seperti biasa.

"Oh" Devon hanya ber-oh lalu berjalan kearah motornya dan langsung menancap gas motornya.

Tawarin kek!! Batin Arneta.

Arneta mondar-mandir di depan halte sambil memeluk dirinya yang sudah kedingin akibat sudah lama menunggu angkot tapi nihil. Tiba-tiba sebuah motor berhenti di depannya. Dan sepertinya itu kutil dungong.

"Aduh loh ngapain lagi sih?" tanya Arneta.

Devon tidak merespon pertanyaan Arneta. Ia malah mengambil sebuah kotak yang terletak di bangku halte.

"Sini gue anter" ucap Devon dingin.

"Najisin banget gue mau dianter ama loh, gak bakal"

"Cepatan, sebelum gue berubah pikiran" ucap Devon seperti biasanya.

Apa coba, batin Arneta.

"Yaudah kalo gak mau," ucap Devon dengan menstater motor ninjanya.

"Oke" mau tidak mau Arneta harus menerima tawaran itu lagian langit semakin hari mulai menggelap.

"Katanya gak mau," ucap Devon sedikit pelan. Namun pendengaran Arneta sedikit tajam dan mendengar perkataan Devon barusan.

"Kalau gak ikhlas, ya gak usah" ucap Arneta sinis.

"Cepatan" lagi-lagi dingin dan datar.

Malamnya Arneta tidak henti-hentinya bersin, akibat kehujanan tadi siang dan pada akhirnya dianter kutil dungong pulang. Kamarnya sudah penuh tissu bertebaran.

"Sayang, minum dulu obatnya" ucap Mama dengan membawa obat dan air mineral.

Accihingggg......

"Dia tadi siapa?" tanya Mama Mina.

"Bukan siapa-siapa" jawab Arneta setelah meminum obatnya.

"Benaran" goda Mama Mina.

"Iya, suer malah" ucap Arneta sambil mengangkat kedua jarinya.

"Benaran juga gak pa-pa"

"Ihh Mama, apaan sih" ucap Arneta.

"Yaudah Mama keluar dulu sayang," ucap Mama dengan mencium kening Arneta.

"Hati-hati Mama, entar kesandung lagi" goda Arneta.

"Non Arneta, ada-ada aja" ucap Mamanya lalu menghilang diambang pintu.



-Denar-#Wattys2017Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang