Only One

721 65 5
                                    

Irene x Mino

||

Kenapa hatiku terasa sakit?
Mata dinginmu terlihat seperti
menangis
Aku ingin menghampirimu dan
memelukmu

Kau bisa berasandar padaku
Ketika tidak ada seorangpun disisimu
Aku akan selalu menunggumu
Kaulah satu-satunya untukku

||


Aku, Irene. Aku tengah menjalin hubungan sebuah hubungan dengan cowok yang terkenal dingin di sekolah ini. Entah kenapa aku bisa menyukai cowok dingin seperti es itu. Tapi, yang jelas kami saling menyukai.

Karena cinta memang tak butuh alasan kenapa kita bisa jatuh cinta.

Selama 1 tahun bersamanya, aku masih tidak tahu kenapa cowok bernama Mino itu bisa punya sikap sedingin itu. Karena selain sikapnya yang dingin, dia juga termasuk tipe cowok yang tertutup. Saat aku bertanya kenapa dia selalu bersikap dingin seperti itu? Apa dia punya masalah? Tapi, dia tak pernah memberikanku jawabannya.

Orang yang punya sifat atau sikap dingin biasanya punya masalah besar yang selalu ia pendam sendiri. Atau bisa saja karena broken home jadi dia kurang kasih sayang dari orang tuanya.

Beberapa saat kemudian aku melihat Mino masuk ke kelas. Aku menatap mata dinginnya itu seperti ingin menangis, tapi tidak bisa.

"Mino-ya." panggilku sambil malambaikan tanganku.

Mino pun mengarahkan pandangannya ke arahku.

"Ayo ikut denganku." ajakku sambil menarik tangannya.

"Ke mana?" tanya Mino membuat langkahku berhenti.

"Ikut saja." jawabku.

Kami kini menaiki satu-persatu anak tangga sampai akhirnya kami berhenti di depan sebuah pintu. Aku pun membuka pintu besar itu dengan kedua tanganku.

Kami tengah berada di rooftop sekolah. Aku mengajaknya duduk di sebuah bangku yang ada di ujung sana.

"Kau baik-baik saja?" tanyaku khawatir.

Dia hanya mengangguk sebagai jawabannya.

Tapi, aku tak percaya. Karena aku ini tipe orang yang tidak mudah untuk bisa dibohongi. Bahkan aku bisa melihat luka di matanya. Bagaimana bisa dia bilang baik-baik saja.

"Kalau kau punya masalah, ceritakan saja padaku." saranku.

"Tidak ada masalah." jawabnya singkat.

"Ceritakan saja apapun yang kau rasakan." ucapku lagi.

"Tidak ada." balasnya datar.

"Jangan membohongi dirimu sendiri ataupun orang lain."

||

Bila saja aku bisa memelukmu dengan air mataku yang hangat, bersama dengan cintaku
Aku ingin memelukmu dengan
sentuhan hangatku, dengan
menggunakan mataku
Walaupun kau bersikap seolah tidak ada yang salah, aku dapat merasakan hatimu yang lelah

||


Aku tidak pernah lelah untuk mencoba. Hari ini masih mencoba untuk membuka mulutnya.

"Berapa lama kau akan terus seperti itu sendirian?" tanyaku yang tak tahan dengan sifat Mino yang sangat tertutup ini.

"Jika kau terluka, katakan saja kau terluka. Jika kau sakit, katakan sakit. Jangan pernah mentupinya. Sampai kapan kau memendam semuanya sendirian." jelasku.

Mino masih terdiam.

Tapi, aku masih menunggunya untuk membuka suara. Sayangnya Mino masih betah diam selama 5 menit itu.

Aku sudah tak punya apapun untuk membuat Mino membuka mulutnya. Akhirnya, aku berniat pergi meninggalkan Mino yang masih duduk terdiam di sana. Sampai tangan seseorang kini mencegatku pergi.

Dia menggenggam tanganku. Lalu ia mendongak menatapku.

"Aku akan menceritakannya." ucapnya yang membuatku terkejut.

Di sisi lain, aku juga senang. Akhirnya, dia bisa berbagi ceritanya padaku.

"Ceritakan saja apa yang kau rasakan. Tidak apa-apa." ucapku sambil menepuk bahunya pelan.

"Kau ingin tahu kenapa aku selalu dingin dengan semua orang, bahkan terhadapmu juga?" tanya Mino.

Aku hanya mengangguk.

Sebelum ia memulai ceritanya, ia menarik nafasnya dalam dan membuangnya kasar.

"Ini karena keadaan keluargaku." ucapnya.

Sudah kuduga.

"Keluargaku sungguh berantakan. Hampir setiap hari orang tuaku selalu bertengkar sambil memecahkan barang-barang yang ada di rumah. Padahal masalahnya cuma sepele. Mereka selalu sibuk mencari uang, sampai lupa kalau ada anak yang membutuhkan kasih sayang mereka. Sesekali melibatkan namaku dalam pertengkaran mereka. Aku yang tak tahu apa-apa kadang disalahkan. Semua itu terjadi sejak umurku menginjak 10 tahun. Mereka juga tak pernah menyempatkan diri untuk datang ke rapat orang tua. Sekalipun saja tidak pernah. Aku iri dengan anak-anak lain yang bisa dekat dengan orang tuanya." ceritanya panjang.

Dan aku melihat matanya berkaca-kaca.

"Menagislah. Tidak apa-apa." ucapku lembut.

Ia kemudian memelukku sambil meletakkan kepalanya di atas pundakku. Ia menagis. Ia menumpahkan semua rasa sedihnya setelah lama ia pendam sendirian.

Aku pun membalas pelukannya sambil mengusap punggungnya pelan.

"Menangislah. Jika itu membuatmu lega."

"Kuharap, setelah ini jangan pernah kau menyembunyikan masalah apapun dariku. Aku juga akan begitu." jelasku.

Mino menganggukkan kepalanya.

"Kenapa kau bisa menyukaiku?" tanya Mino penasaran.

"Entah." jawabku sambil mengangkat kedua bahuku tanda tidak tahu.

"Padahal kau tahu aku ini seperti apa kan?"

"Aku juga tidak bisa bersikap manis padamu."

"Kenapa masih bertahan denganku?"

"Meski aku tau kau itu sedingin es, tak pernah bisa bersikap manis.. Tapi hanya kau yang selalu ada di hatiku. Aku menyukaimu apa adanya." jelasku.

Dan berakhirlah dengan kami yang saling bertukar senyum bahagia.

||

Kau adalah seseorang yang dapat
bersinar diantara yang lain
Aku selalu bisa menemukanmu
Kau adalah seseorang yang
ditakdirkan bersama denganku
diantara yang lainnya

||

A Story About IreneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang