14

84 18 12
                                        

Setelah Guan Lin nyatain perasaannya, dia gak pernah ngehubingin gue lagi.

Biasanya sehabis cowok nembak gue, gue malah bersyukur dia gak ngehubungin gue lagi. Tapi ini...gue gak ngerti kenapa?

Mungkin gue udah sangat terbiasa dengan kehadiran Guan Lin. Setiap gue mau ngomong gak penting, apapun itu gue selalu punya guan lin yang akan dengerin gue. Selalu, Sebelum that damn confession.

Semenjak gue menjadi manusia yang non-stop talking, ini pertama kalinya dalam sejarah gue diem. Temen-temen gue pada nanya, meraka khawatir. Mereka gak biasa liat gue yang riang, yang gak pernah kehabisan bahan pembicaraan mendadak jadi bisu. Gue juga jadi sering ngelamun.

Setiap ditanya jawaban gue cuma satu, "Lagi berkabung karakter fiksi kesukaan gue mati."

Habisnya gue bingung juga jawab apa. Masa gue bilang sedih karena habis ditembak gak dihubungin lagi. Kalau gitu kan berarti gue punya perasaan sama dia? Nggak ah. 

Lagian gue bukan tipe orang yang sedih kalau mendadak ada yang berhenti ngehubungin gue, gue ngerti mereka punya kesibukan atau emang obrolan kita gak ada yang bisa dilanjut. Tapi sama Guan Lin segak penting apapun itu, segak bisa dilanjutinnya obrolan itu, selalu berlanjut, gak pernah berhenti.

Sendiri. Itu yang gue lakuin beberapa hari ini. Kayak sekarang, gue gak ikut temen gue ke kantin selesai kelas. Gue langsung ke perpustakaan, alesannya nyari buku buat bacaan. Padahal mah...baca aja nggak. Kalau gue baca, gue harus cerita ke seseorang, dan gue maunya cerita ke certain someone. Certain someone that i lost.  

"Gue tau bukan karakter fiksi kesukaan lo yang mati." Suara Niu membawa gue kembali ke dunia nyata. Dia duduk di kursi samping gue.

"Guan Lin berhenti sabar sama lo kan? Dia capek ngejar orang kayak lo." 

"Apaan sih? Kenapa tiba-tiba bawa dia?" Kesel. Kenapa ngedenger nama dia bikin sakit hati? Ditambah Niu bilang kayak gitu.

"Tch. Coba liat hp lo, buktiin gue salah. Gue yakin chat terakhir kalian pas lo balik kerumah."

Niu gak salah, dia bener. Chat terakhir kita emang pas gue balik ke rumah. 

Setelah gue anter Guan Lin, pulang gue langsung ngurung diri, besoknya balik ke kos. I need to get this strange feeling away. Ugh.

"Mampus lo. Karma came faster than i thought."

Gue pengen jenggut rambut dia tapi gak punya energi. Hati gue terlalu sakit buat beraktifitas. Iya, berlebihan. 

"Buat first time galau, lo termasuk yang kuat sih menurut gue."

Mulai deh Niu and his absurd theory.

"Waktu SMA, pertama kali galau gue sampe gak sekolah, Ling. Rasanya perih banget. Makan aja gue gak mau. Rasa sakit ngalahin segalanya."

Strangely i do agree with her. I am not laughing like i used to when she said non-sense theory.

"Kalau lo pikir ini non-sense. Emang gitu. Cinta emang non-sense."

Ngeliat gue yang masih diem, Niu ngelanjutin.

"Saran gue sih, kalau lo mampu nahan sakit kayak gini, diemin aja sampe kebal. Tapi kalau nggak kuat, datengin. Tanya 'segini aja usaha lo?'"

Niu mukul kepala gue pake buku yang dari tadi gue 'baca'.

"Udah ah gue balik, pulang lo, jangan ngerem di perpus aja, baca juga nggak." 

"Oh, iya." Niu balik lagi. "Kalau lo nanya pendapat gue sih, mending lkutin opsi kedua. Why? Because you'll never know how long the pain will last you and far you can take the pain. It takes time more than you imagine it would be. Bye."

Kali ini Niu benar-benar pergi, gak berbalik lagi.

Kalau ada yang nanya gue gimana sekarang?

Kalut. My thoughts are chaos.

  💕  

Sibuk dengan pikiran gue sendiri, menimbang-nimbang omongan Niu, gue gak sadar apa yang telah gue lakukan. Gue udah di kereta menuju rumah. Tanpa gue sadari kaki gue ngebawa gue pulang ke rumah.

Padahal rumah adalah tempat yang paling gue hindari untuk sekarang. Gue takut ketemu Guan Lin. Takut dia nyuekin gue. Gue gak siap.

The thought of it makes my heart hurt much more than i want, apalagi kalau kenyataan.

"CICI PULAAAAAAAANG?" Seperti biasa, suara Chen Le menyapa gue saat gue membuka pintu.

Dengan langkah takut gue ke ruang keluarga.

Berharap ada Guan Lin. Berharap semua pikiran buruk gue salah.

"Cici kenapa? Gak seneng liat Chen Le?" 

"Nggak, Le." Cici sedih, Le. Cici berharap ada temen kamu tapi ternyata kamu sendirian. "Cici capek. Cici ke kamar yaaaa."

Mungkin besok Guan Lin kesini. Iya, mungkin.

Tapi besoknya juga, diantara temen-temen yang Chen Le bawa gak ada Guan Lin.

Gue ngeliatin post it yang ada tulisannya Guan Lin.

Sekarang semua jelas. Itu sengaja dia tempelin buat gue. Dia mau kasih tau gue dia kangen beberapa hari gak contact-an sama gue.

Kenapa gue bisa yakin gitu? Karena sebelum dia turun dia ngomong dengan suara kecil, "i thought i left enough sign." Mungkin dia kira cuma dia yang bisa denger, but i heard it clearly.

"Itu lo tau." Jawaban Niu bikin gue pengen jambak dia, sayang kita jauh-jauhan. Begitu gue gak liat Guan Lin selama dua hari gue pulang, gue langsung cerita ke Niu. Cerita perkiraan gue kenapa Guan Lin gak kesini, karena mungkin dia menghindari gue.

"Dasar lemah, gitu aja langsung diem." 

"Terus gue harus gimana?"

"Datengin, bodoh. Emang rumah lo rumah dia juga?"

"Basically, his second home."

"Second home isn't the same, Ling. Dia juga punya rumah. Gak setiap hari kali dia main ke rumah lo. Apalagi dia sama adek lo gak sekelas lagi."

Bener juga. Sebelum-sebelumnya semua kebetulan, kebetulan saat gue pulang dia main ke ruamh gue. Bukan berarti dia setiap hari ke rumah gue.

"Lo yakin gue harus datengin dia?"

"Iya."

"Kalau dia gak mau ketemu gue?" Tanya gue putus asa.

"Lo gak akan tau dia mau ketemu lo atau gak sebelum lo coba sendiri."

"Kalau ternyata dia beneran gak mau ketemu gue? Buang muka, gak mau ngelirik gue, gue harus gimana?"

"Gila, dulu gue selalu ngebayangin kalau lo jatuh cinta atau patah hati gimana. Akhirnya kejadian juga. Lucu juga ya. HAHAHAHA" Niu ketawa kenceng sampe gue denger suara sesuatu jatuh. Gue yakin sesuatu itu seseorang dan seseorang itu Niu. Dia ngetawain gue sampe jatuh.

Gue mau nangis aja, bukannya dikasih saran malah diginiin.

"Setan kamu, Niu."

"HAHAHAHAHA" Niu malah ketawa makin keras. Yang lagi patah hati siapa yang gila siapa.

"Aduh iya maaf deh titisan iblisku sayang. Gue gak tahan denger lo seputus asa ini karena cowok."

Gue bisa ngebayangin dia ngelap ujung matanya yang berair karena ketawa terlalu bahagia.

"Udah, dengerin aja kata gue. Datengin. Tanya. Kalau dari awal dia nyuekin lo, yaudah. You should be thankful God shows you he is not good for you. Anggap aja jatuh cinta yang ini sebagai pelajaran."

SO SO | LG✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang