20

78 17 60
                                        

"Ling mau ikut Kokoh pulang?"

Dengan lemas gue berusaha membuka sabuk pengaman. Gue sadar kita udah sampe, tapi gue merasa terlalu lemas untuk bergerak.

Kejadian tadi seperti menyedot habis tenaga gue.

"Udah sadar?"Koh Lay buka suara setelah memerhatikan tingkah gue.

"Udah. Ling kan gak tidur lagi."

"Bukan. Bukan itu."

Gue memandang muka serius Koh Lay.

"Him. His feeling. For you."

Gue melongo. "Kokoh knows?"

"Everyone but you." Katanya serius tapi tetap tenang. "Every. Single. Person."

"I am one of them." Kata gue mengoreksi.

"Did he confess already?"

Gue mengangguk lemah. Mengingat kejadian kelam itu.

"Did you reject him?"

"Koh...menurut Kokoh tadi dia denger gak pas kita nostalgia?" Bukannya menjawab pertanyaan Koh Lay, gue malah bertanya hal lain.

"Oh, you did reject him." Simpulnya. "Tapi kenapa kamu peduli dia dengar pembicaraan kita?"

"Ya pedulilah! Nanti kalau dia sakit hati gimana?" Emosi gue mulai tersulut.

Koh Lay tau dia punya perasaan ke gue, tapi kenapa Koh Lay gak ngerti pembicaraan kita bisa menyakiti hati dia.

Koh Lay mengangkat sebelah alisnya. "You are not that kind of person."

Emosi gue mereda drastis. Sekujur tubuh gue kaku menyadari maksud ucapan Koh Lay.

"Kamu gak pernah peduliin perasaan mereka yang suka sama kamu." Tatapan Koh Lay semakin intense. "You never cared wether they're jealous seeing you with your close boy friends."

I wasn't lie when i said Koh Lay knows me well. Better than i expected.

"Unless..."

Koh Lay sengaja menggantungkan kalimatnya. Dia mau diri gue sendiri yang meneruskan kalimatnya.

Gue memutuskan kontak mata gue dengan Koh Lay.

Gue pernah bilang gue mau membuka hati untuk Guan Lin.

I tried.

And i think... I start to--

Gue menatap mata Koh Lay yang sekarang sudah mulai melembut. Kita saling bertatapan. Seakan membaca pikiran satu sama lain.

Kekakuan yang gue rasakan mulai luntur. Digantikan oleh debaran jantung yang familiar saat gue mengingat Guan Lin. Gue merasa hangat.

Koh Lay tersenyum meyakinkan.

Dan saat gue tersenyum balik, we both know that my love life will change after this.

💕

Gue melipat tangan di depan dada, dengan tatapan mengintimidasi Chen Le.

"Jangan gitu dong, Ci. Santai aja sama Chen Le." Cicitnya takut.

"Kamu kan tau arah rumah kita sama tempat Cicinya Guan Lin beda. Kasian Koh Lay muter-muter. Untung dia berhati malaikat."

"Iya, maaf." Sesalnya. "Tapi masa Cici tega Guan Lin pulang sore-sore sendirian, jauh lagi. Kalau Chen Le yang kayak gitu, apa Cici tega?" Chen Le memajukan bibir bawahnya.

SO SO | LG✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang